37

251 42 3
                                    

Selamat membaca ~~~

°°

Lagi dan lagi, Renza duduk sendiri di dalam kelas karena Haikal tidak masuk. Kali ini izin Haikal masih sama, tidak masuk karena sakit. Jika Haikal tidak masuk, siapa saja akan duduk disebelahnya. Renza bahkan sudah biasa hingga terbiasa dengan keadaan ini.

Waktunya istirahat jam kedua dimulai....

Para murid mulai keluar dari kelas masing-masing, begitupun dengan Renza ikut bergabung dengan yang lain di kantin. Tentunya bersama saudara tirinya yang selalu menemani tanpa bosan dan tanpa merasa keberatan sedikitpun.

" Gini dong Nza ikut gabung, jangan di kelas aja." Joen menyapa dengan senang melihat kehadiran Renza yang semakin jarang bergabung dengan mereka. " Eh, Haikal mana?"

" Sakit." Sahut Jibran cepat sebelum Renza menjawabnya.

" Lo tau dari mana?" Tanya Renza heran. Pasalnya Haikal tidak memberitahu soal itu di grup chat mereka. 

" Kemarin jenguk Kak Haikal, gak nyangka aja hari ini gak masuk kirain udah sembuh." Sahut Jibran melihat Renza.

" Hah?" Renza mengernyit, melihat Jibran dengan heran.

" Duduk dulu, Nza." Jeri menyuruh Renza yang terus berdiri.

" Tuh, dengerin. Sakit lagi nanti kaki Lo." Sahut Joen setuju.

Renza menuruti perkataan Jeri untuk duduk lalu kembali menatap Jibran dengan serius. " Seakrab itu lo sama Haikal?"

Jibran menatap balik Renza, lalu tersenyum miring. " Kenapa? Kak Renza gak akrab lagi?" Tanya Jibran balik.

Joen sedikit syok melihat Jibran yang kini mulai berani menjawab ucapan Renza. Dalam artinya, Jibran menunjukkan sosok berbeda dari dirinya.

" Sering-sering tanyain kabar Kak Haikal, jangan Kak Haikal aja nanyain kabar Kak Renza." Ucap Jibran lagi.

Sejujurnya Jibran kadang kasihan melihat Haikal yang selalu perhatian dengan orang-orang disekitarnya, namun sebaliknya orang-orang tidak tahu apa yang dirasakan Haikal. Dan bahkan seolah mengabaikan sosok Haikal.

" Udah-udah, kita ganti topik. Jadi gimana kita mau jenguk Haikal gak?" Joen memilih mengalihkan ketimbang harus merasakan dua tatapan yang saling beradu tanpa bersuara ini.

" Nanti aja." Sahut Jeri cepat, dan sadar jika situasinya tidak baik-baik saja.

" Gue mau ke kelas." Ucap Renza.

Jeri segera menarik lengan Renza untuk kembali duduk begitupun dengan Joen segera berdiri menahan bahu Renza dengan kedua tangannya.

" Gak asik banget udah mau kabur aja..." Ucap Joen.

_

Jam pulang sekolah tiba, sudah menjadi aktivitas rutin bagi semua murid yang ikut andil dalam pementasan teater untuk langsung berkumpul melanjutkan sesi latihan mereka.

Di depan pintu ruang latihan, terlihat Joen berdiri melihat Renza hendak menuruni anak tangga dengan pelan dan hati-hati. Joen tidak berniat langsung membantu Renza begitu saja, Chandra yang ada di sampingnya berniat menolong pun ia hentikan. Joen masih ingin melihat seberapa besar usaha Renza untuk turun dari tangga itu. Namun semakin dilihat, Joen merasa seperti orang paling kejam saat ini.

" Imbang ngga Lo turun? Kalau ngga minta tolong kek." Ucap Joen masih tidak bergerak dari posisinya.

Renza melihat Joen dengan malas. " Lo pikir aja pake otak!" Sahut Renza kesal hampir lantang.

Pertunjukan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang