2.

437 44 0
                                    

Hope you guys like this

Happy reading~~~~



°°


Hana berdiri cukup jauh melihat putranya sedang bermain bersama kucing yang seminggu lalu ia bawa dari sekolah. Padahal putranya itu alergi terhadap bulu kucing, tubuhnya saja sudah menunjukkan tanda merah kemerahan. Mau bagaimana lagi, putranya tetap kekeh ingin merawatnya. Sampai Hana turun tangan konsultasi dengan dokter, alhasil sehari-hari putranya harus diolesi salep. Suami dan anak pertamanya belum mengetahui hal ini, jika tahu juga sudah beda ceritanya.

Kucing itu sudah dianggap adik untuk Haikal. Mulai dari pakaian, susu, makanan, mainan, dan tempat tidur sudah Haikal siapkan semenjak awal kucing itu datang. Namanya bahkan tidak kalah bagusnya dengan manusia.

" Arthur..." Panggil Hana pada kucing kecil di pangkuan putranya.

Iya, Arthur. Kalian tidak salah, nama itu secara khusus Haikal berikan. Haikal bilang, dia akan mengambil hak untuk anak kucing ini menjadi raja. Entah raja bagian negeri mana yang dikatakan Haikal. Imajinasinya terlalu tinggi hingga Renza sahabatnya saja tidak sanggup melampauinya.

" Bunda, kata Arthur besok Minggu dia mau nongkrong di kafe." Ucap Haikal mengarang saat melihat sang ibu duduk di sofa.

" Arthur atau kamu yang mau?" Tanya Hana memastikan.

" Hehehe, bunda tau sendiri maksud adek." Haikal seketika mengubah raut wajahnya memelas.

" Salah sendiri uang dihabisin sehari itu aja nabungnya setahun." Oceh Hana.

" Tapi bun, ini untuk adik Haikal, berarti anak bunda dong." Haikal beralasan agar diberi belas kasihan. " Bukan adik lagi, udah kayak anak adek juga." Lanjut Haikal.

" Jangan ngawur ya dek, kalau anak kamu, mamanya aja nggak ada." Walau begitu Hana masih saja meladeni ucapan Haikal.

" Mamanya kabur, nggak sayang lagi sama Arthur."

" Udah ah, dek. Mandi sana, mau magrib jangan lupa sholat siap-siap ngaji. Kalau di depan pak Ustadz nanti jangan sering-sering kamu gitu, nanti dikira kamu kerasukan." Hana geleng kepala meninggalkan Haikal dan Arthur di ruang tengah.

Haikal dan Arthur saling bertatapan. Entah kucing ini mengerti Haikal atau sudah tercuci otaknya untuk menuruti Haikal. Arthur mengeong seolah mengerti tatapan Haikal berikan padanya.

Haikal mengangkat bahu tidak tau seolah menjawab pertanyaan Arthur yang hanya diketahuinya.



_

Tit..tit... Suara pin kunci rumah ditekan oleh seorang dari luar. Haikal menggeleng kepala tidak percaya, karena hari sudah malam tepat pukul 12 malam. Saat ini Haikal dan Arthur memilih tidur di ruang tengah, karena AC di kamarnya mati. Haikal belum tidur, ia masih menonton siaran TV yang menyiarkan tayangan polisi melakukan patroli malam hari  Sedangkan Arthur tertidur di sofa terselimuti selimut kecil khusus kucing.

Haikal berlari kecil meninggalkan Arthur sendiri langsung menuju kamar sang ibu karena takut. " Bunda."  Panggil Haikal pelan seperti bisikan, kemudian Haikal tertawa dengan tingkahnya sendiri karena merasa bodoh, jelas bundanya tidak akan mendengar suaranya.

Tok..tok...tok... Haikal mengetuk pintu, suaranya begitu terdengar di tengah malam yang sunyi ini. Tindakan kali ini Haikal lakukan lebih jelas dari sebelumnya. " Bunda... Buka pintunya."

" Kenapa dek?" Tanya seorang dibelakang Haikal.

" Argh...." Teriak Haikal sekuat tenaga, degup jantungnya berdetak kencang.

Pertunjukan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang