10

333 29 0
                                    

Happy reading gaes ~~~




°°



Dua hari sudah berlalu setelah acara pesta ulang tahun Sabrina diadakan. Haikal terguling lesu dengan suhu badan tinggi dengan mata sedikit memerah. Di keningnya tertempel kompres penurun panas.

Setelah malam itu, esoknya Haikal terkena demam. Hingga saat ini demamnya tidak turun-turun. Bagi Haikal sudah biasa demam tiba-tiba, dan merasa sakit seperti nyeri di tubuhnya.

Haikal tidak tau bagaimana keadaan rumahnya saat ini, karena dua hari ini dirinya hanya berada di kamar di atas kasur, tidur dan istirahat. Tidak banyak kegiatan yang dilakukannya, tidak ada tenaga juga jika ingin.

Saat makan pun, tidak! Ia tidak memikirkan makanan dalam keadaan seperti ini! Walaupun ingin rasanya akan hambar dan berakhir mengecewakan. Satu hal yang dipikirkan yaitu, tugas sekolah yang semakin menumpuk!!!

.

Saat membuka mata, Haikal langsung melihat pria berumur kepala lima, duduk di kursi di sebelah kasurnya.

" Eh, papa. Dari kapan disini?" Tanya Haikal heran melihat kakak dari ayahnya duduk sendirian. Kakak dari ayahnya ini bernama Hasyim.

Banyak keluarga besarnya dengan awalan huruf H di depannya dan diakhiri dengan nama keluarga Husein. Seperti Keluarganya semua berawal dari H, serasi sekali bukan.

Haikal memanggil beliau dengan panggilan papa, bukan tanpa alasan. Ada alasan yang cukup menyentuh hati di balik itu, karena Hasyim tidak memiliki seorang anak selama 20 tahun pernikahan dengan mendiang istrinya yang sudah berpulang tujuh tahun lalu.

" Adek udah bangun, gimana keadaannya? Udah lumayan atau masih sama aja?" Tanya Hasyim lembut, memeriksa suhu tubuh Haikal dengan punggung tangannya di tempelkan di leher dan tangan.

Hasyim seorang dokter, sama seperti Hafiz. Hasyim salah satu orang yang berperan penting dalam menjaga kesehatan Haikal.

" Udah baikan, pa." Sahut Haikal lesu, namun beberapa saat kemudian terperanjat dari tidurnya. " Bang Hafiz!" Mata Haikal membulat sempurna, ada rasa khawatir seketika menerpa. Jika ada kakak ayahnya ini, bisa jadi kakaknya itu datang menjenguknya. Dan nasib Arthur saat ini berada di tepi jurang.

" Tenang..." Hasyim, menyuruh Haikal untuk kembali berguling. " Abang ga pulang." Ucap Hasyim mengerti. " Kenapa ngga bilang sama papa kalau ada kucing di rumah?"

" Harus bilang dulu sama papa?" Tanya Haikal dengan polosnya agar Hasyim tidak memarahinya. 

" Kakek tau?"

Haikal mengangguk mantap. " Namanya aja Arthur Husein udah diiyain sama kakek."

Hasyim geleng kepala mendengarnya. Keponakannya ini sangat diluar kendali jika menginginkan sesuatu. " Sebenarnya..." Hasyim diam sesaat melihat wajah lesu Haikal." Huh... Mau sampai kapan gini?" Tanya Hasyim serius.

" Pasti ayah yang nyuruh." Haikal membuang muka tidak berniat menjawab, dari nada suaranya saja bisa ditebak Hasyim akan membahas apa.

" Hei, papa lagi bicara jangan buang muka. Ini memang dari papa, bukan ayah yang minta."

" Kalau pembahasannya sama aja, adek nggak mau jawab. Jauh sebelumnya udah dibahas, kenapa di ungkit sekarang? Kan belom waktunya, adek capek harus jelasin berulang kali." Jelas Haikal dengan tegas. 

" Adek cape? Adek ngga ada niatan nanya perasaan papa gimana waktu adek nolak pengobatan yang seharusnya adek jalani?"

" Yang terpenting kan adek masih sehat sekarang."

Pertunjukan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang