23

225 31 0
                                    

Happy reading gaes ~~



°°





Dua hari sudah berlalu setelah pembagian raport. Haikal lagi dan lagi dalam kondisi yang sama, terguling lesu dengan suhu badan tinggi dan mata sedikit memerah. Matanya tidak terpejam, hanya fokus merasakan setiap rasa sakit dan nyeri di tubuhnya.

Dirinya tidak sendirian berada di kamar,  ada Hafiz duduk di pinggir ranjang sedang memeriksa dirinya dan Renza duduk di kursi di samping ranjang menunggu dengan wajah gelisah. 

" Gimana bang?" Tanya Renza setelah Hafiz memeriksa suhu tubuh Haikal.

" Masih tinggi." Jawab Hafiz lalu meletakkan alat pengukur suhu tubuh yang barusan digunakan di atas nakas berada di sampingnya. " Udah jangan cemas, nanti juga sembuh."

" Iya nanti juga sembuh, tapikan gak tau kapan bang. Kasihan Haikal harus nahan sakit lagi." Sahut Renza.

Hafiz menggaruk kepalanya karena gatal sambil melihat Renza yang terus menatapnya seperti menunggu jawaban darinya lagi. " Apa?" Tanya Hafiz. 

" Abang gak ada penjelasan lain? Kan dokter harus menjelaskan secara mendetail." Ucap Renza.

Haikal menghela nafas melihat tingkah Renza. " Kenapa sih bang ini orang ribut banget! Suruh keluar aja, orang mau istirahat aja keganggu. Lagian Abang yang dokter disini lebih berguna dari dia." Oceh Haikal tidak sesabar itu menahan diri untuk tidak mengatakan apapun dengan tingkah Renza yang terlalu berlebih-lebihan kepadanya.

Renza yang mendengar perkataan Haikal barusan, sejujurnya agak sedih dan tersinggung. Entah mengapa Haikal jauh berbeda dengan Haikal yang ia kenal. Sikapnya akhir-akhir agak keterlaluan, dan terlihat sekali menjauh darinya. Entah itu hanya perasaanya saja yang berlebihan atau itu memang benar.

" Kal, kalau gue salah sama lu harusnya bilang! Jangan menghindar dengan sikap kasar lu yang semakin hari semakin jadi sama gue. Gue buat salah apa sih sampai lu bersikap gitu? Kalau gue buat salah gue minta maaf, Kal." Ucap Renza dengan deru nafas sedikit memburu.

" Apaan sih, kalau ngomong jangan ngelatur." Sahut Haikal kesal. 

" Atau lu gak suka gue tinggal di rumah lo? Yasudah gue bakal pulang ke rumah bokap gue kalau emang itu masalahnya. Tapi jangan gitu lagi, Kal." Renza berdiri dari duduknya dengan hati-hati menggunakan alat bantunya.

" Nih orang semakin ngelatur aja kalau ngomong. Kapan gue bilang gitu? Gak usah menyimpulkan sendiri!"

Sekian lama Hafiz akhirnya menyaksikan lagi pertengkaran dari keduanya yang dulu saat kecil sering terjadi. Namun kali ini, masalahnya sedikit serius ketimbang merebutkan mainan seperti dulu yang mudah mendamaikannya.

" Udah, stop. Abang mohon berhenti." Hafiz melerai keduanya.

" Gak bang, adek gak terima Renza bilang gitu. Mana ada ada adek bilang gak suka dia tinggal disini!" Bantah Haikal tidak mendengar perkataannya Hafiz menyuruh diam.

" Kalau bukan itu, jadi apa Kal? Lu sendiri ngejauhin gue disekolah bahkan di rumah. Gak ada alasan lain selain itu!" Sahut Renza tidak mau kalah.

" Gak usah menyimpulkan sesuatu itu dari sebelah pihak aja, gue gak ngejauhin lo. Itu cuma perasaan lo, karena lo lagi sakit!" Sahut Haikal lagi sambil merubah posisi dari terlentang menjadi duduk.

" Gak Kal, gue gak se-sensi itu. Mereka pada sadar kok lo ngejauhin gue!"

" Bacot lo! Dengerin aja apa kata orang." Ucap Haikal dengan kasar.

Pertunjukan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang