20

250 30 3
                                    

Happy reading gaes ~~~


°°




Hari yang ditunggu akhirnya tiba, Renza sudah diperbolehkan pulang setelah tiga Minggu menjalani perawatan di rumah sakit. Kondisinya sudah membaik, hanya kakinya yang belum sembuh total dan diharuskan menggunakan alat bantu.

Semua berkumpul di rumah Haikal, ingin ikut menyambut kepulangan Renza. Ada Mahen sang ketua, dan Anggota lain seperti Jeri calon saudara tiri Renza. Joen teman kecelakaan yang sudah sembuh total datang bersama adik cantiknya, Sabrina. Lalu ada Jibran dan Chandra pasti akan hadir untuk menyemangati Renza dengan oleh-oleh seabrek.

" Kalian berdiri di depan pintu ga cape apa? Udah setengah jam berdiri disana loh." Ucap Hafiz melihat adik dan teman-temannya berdiri bersamaan. Hari ini Hafiz kebetulan juga tidak ada shif jaga hingga bisa ikut menyambut kedatangan Renza. " Itu juga sih Arthur siapa yang nyuruh dia ikut baris." Tanya Hafiz melihat Arthur dengan tertawa gemas.

Keenam orang yang dimaksud saling melempar pandangan." Siapa sih yang nyaranin?" Tanya Haikal.

" Lah luh, Haikal." Saut Joen.

" Hah? Ohh, kok nggak inget." Ucap Haikal linglung.

Hafiz geleng kepala merasa tidak heran jika adiknya akan bertingkah seperti itu. " Duduk aja di sofa, tuh kasihan Sabrina nunggu sendiri di ruang tengah." Ucap Hafiz lagi, ia mengambil Arthur lalu membawanya ke dalam.

" Ngga jelas banget ya kita." Ucap Chandra, Ia tertawa merasa geli.

" Yuk, kita duduk aja di sofa." Ajak Jeri.

Semua kini duduk di ruang tengah, dengan tv yang menyala menayangkan Channel anak-anak 'Cocomelon' yang di khususkan untuk Sabrina.

" Kalian kalau mau apa aja ambil sendiri aja. Jangan sungkan ok, ini terakhir Abang bilang." Ucap Hafiz pada keenam remaja itu.

" Ok." Jawab keenamnya kompak.

Suasana menjadi hening, semua mata tertuju pada tv, dengan tayangan lagu anak-anak. Namun tidak berlangsung lama karena Jeri.

" Bang, jadi dokter enak nggak?" Tanya Jeri.

" Tergantung, kalau Abang menikmati semua proses dan hasilnya. Jadi, fine-fine aja. Kamu mau jadi dokter?" Tanya Hafiz balik.

" Heum, ada kepikiran ke sana. Tapi takut nggak mampu." Jawab Jeri.

" Kalau Jeri abang yakin pasti bisa."

" Kok bisa gitu bang?" Tanya Joen.

" Itu Jeri, kalau Haikal itu yang nggak yakin." Jawab Hafiz. Semua tertawa mendengarnya kecuali Haikal dan Sabrina.

" Terus Haikal cocoknya jadi apa?" Tanya Joen penasaran.

" Eh, iya. Adek cita-citanya apa? Kok nggak pernah cerita sama Abang!" Tanya Hafiz pada Haikal.

" Belom kepikiran." Saut Haikal jujur.

" Kok gitu sih, harus dipikirin dari sekarang dong. Jangan malu-maluin abang loh, Abang udah bangga-banggain adek sama temen Abang kalau punya adik pintar."

" Iya-iya..." Saut Haikal.

Hafiz mengacungkan jempol pada Haikal. " Terus yang lain cita-citanya apa?"

" Nggak neko-neko bang, cuma mewarisi harta keluarga." Ucap Joen dengan bangga.

" Itu mah Abang juga mau." Sahut Hafiz tidak mau kalah mengundang tawa.

" Hahaha, Joe-Joe loe fair banget jadi orang." Sahut Mahen.

" Hahaha, hmm... Kalau kalian mau jadi apa?" Hafiz terfokus pada Jibran dan Chandra.

Pertunjukan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang