34

266 42 1
                                    

Selamat membaca~~


°°


Renza melangkah masuk ke dalam rumah, saat ini jam menuju pukul delapan malam. Tidak terlihat siapapun ada di ruang tamu ataupun ruang keluarga. Dimana biasanya ada Bela duduk membaca majalah atau menonton TV menunggunya untuk mencari masalah.

Hari ini menjadi hari ke empat dirinya berada di rumah ini. Ayahnya sudah sembuh namun dirinya mengurungkan niat untuk kembali ke rumah barunya.

Saat melangkah menuju tangga, terdengar suara seorang berteriak kencang. Renza memfokuskan perhatian pada suara itu, dan bisa menebak langsung itu suara Bela.

' KAMU, KAMU YANG SALAH! ANAK KAMU KURANG AJAR JADINYA!'

Renza menghela nafas, tidak ingin memperdulikan apa yang ia dengar barusan lalu berniat melanjutkan langkahnya ke lantai atas.

' STOP! KAMU BERHENTI DISANA!' Bela berteriak kencang melihat Renza.

Renza yang awalnya tidak berniat ikut campur tidak diberikan kesempatan untuk menjauh. Lalu berbalik melihat Bela berada dibelakangnya dengan wajah penuh amarah.

" KAMU GILA, HAH? ITU URUSAN KITA, BUKAN URUSAN RENZA!" Rudi menampakkan diri, lalu menarik lengan Bela agar kembali ke kamar.

" Aku gak tahan lagi kamu selalu nyamain aku sama Audi!" Ucap Bela penuh emosi, memukul dada Rudi kesal.

" STOP!" Kali ini Renza memberi peringatan, jangan sampai nama ibunya terucap lagi dari mulut wanita gila didepannya. " Jangan berani-beraninya nyebut nama nyokap gue dari mulut Lo!"

" Kenapa, kamu gak suka?" Bela terkekeh.

" Stop, Bela. Kamu udah ngelewatin batas! Dia anakku, gak seharusnya kamu bertindak sesuka hati kamu!" Bentak Rudi, namun dibalas senyum sinis Bela.

" Kamu ngaca seharusnya! Kalu soal benci, Renza pasti benci sama kamu!"

" CK!" Rudi mengangkat tangan akan menampar Bela, namun terhenti karena kesadaran masih membuatnya berpikir jernih sebelum bertindak terlalu jauh.

Renza sengaja pulang di saat malam hari untuk menghindari ayahnya dan Bela 
dan segera istirahat untuk sekolah keesokan harinya, namun harus di libatkan persolan orang dewasa yang tidak pernah mencerminkan sikap dan kelakuan baik sedikitpun ini lebih dulu.

Walau sudah biasa melihat keduanya bertengkar, bukan berarti Renza bisa menerimanya. Hal itu bisa membuat perasaan dan emosinya tidak terkontrol.

" Pa, Renza ke atas." Izin Renza tidak memperdulikannya jawaban yang akan diberikan termasuk makian Bela padanya.

Sejak awal, Renza tidak mengharapkan lagi keluarga harmonis dari keluarga ini. Ayahnya yang gila wanita, dan wanita yang bersama ayahnya gila harta adalah perpaduan yang pas untuk menyiksanya saat ini. Sejak awal Bela sangat membencinya ditambah Bela yang tidak bisa memiliki anak tambah membuat rasa benci itu bertambah. Tidak heran di setiap saat Bela akan mengajaknya berdebat demi menunjukkan sisi kurang ajarnya pada ayahnya. Namun hal itu, tidak akan terulang lagi. Kali ini Renza tidak akan diam, dan menerima perlakuan gila wanita itu.

Klek... Renza mengunci pintu kamarnya. Lalu melempar tasnya dengan kasar.

" SIALAN!" Renza memukul kepalanya merasa kesal, ada perasaan gelisah yang tidak bisa dijelaskan hingga membuatnya emosi. Tidak hanya itu, Renza membentur kepalanya pada dinding demi meredakan rasa frustasinya.

Brak...

" ARGK...." Renza menahan suara teriakannya dengan menyumpal sesuatu ke dalam mulutnya. Emosi semakin menjadi saat barang yang tersusun rapi jatuh karena dirinya sendiri.

Pertunjukan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang