Deep Talk

179 26 11
                                    

Namjoon menyodorkan secangkir teh Chamomile pada Hye Na, satu jam sudah gadis menangis sesenggukan. "Kau butuh sesuatu yang menenangkan, minumlah." Ucap Namjoon.

Hye Na menerima cangkir keramik putih itu dengan kedua tangannya setelah ia menyeka wajahnya dengan tisu, sesaat mengendus wangi teh itu, dan menyesapnya, manis dari madu dan rasa teh chamomile itu seperti memberinya sebuah energi ajaib untuknya. Sesaat Hye Na menghela nafasnya leganya. "Gumawo Namjoon aa"

Namjoon menarik sudut bibirnya dan mengangguk, sekarang keduanya duduk di sofa besar di tengah ruang keluarga dengan lampu yang terpasang kuning temaram, cukup syahdu. Hye Na meletakkan cangkir di meja kecil di samping sofa. Matanya memandang ke layar televisi besar yang menampakan siluet tubuh bagian atas mereka duduk berdampingan.

"Aku..." Ujar Hye Na. " Mulai membencimu ketika hari dimana kau menginjakkan kaki di sekolah, bahkan sebelum kau masuk desas-desus akan ada murid baru pindahan dari Ilsan, sudah terdengar santer. Murid peringkat pertama nasional, ujian masuk sekolah SMP. Kau ancaman untukku." Hye Na melirik ke Namjoon yang sedang memperhatikannya bercerita. "Aku tau kau akan menggeser posisiku karena itu aku membencimu bahkan sebelum kau masuk, dan bertambah parah setelah kau masuk, aku muak setiap kali kau mengajakku berbicara, menyapaku, aku selalu bicara kasar padamu, meluapkan emosi padamu, dan puncaknya saat kau menumpahkan..."

"Jus stroberi." Potong Namjoon.

Hye Na tersenyum. "Nee.. itu menjadi titik awal aku merasa hidupku menjadi semakin kacau karenamu. Aku pulang ke rumah dengan baju kotor, sepanjang jalan mengumpat tak henti-hentinya. Dan setelah sampai rumah aku tau kalau adikku menderita leukemia." Sambung Hye Na. Tangannya kembali meraih cangkir yang berada di sampingnya dan kembali mengendus wangi chamomile, yang seperti selalu memberinya ketenangan setiap kali gadis itu hirup.

"Mwo...??" Namjoon terkejut.

"Nee... Mulai dari situ aku menganggap mu pembawa sial di hidupku, Appa ku meninggal tiga tahun kemudian, dengan meninggalkan hutang pengobatan adik ku, hampir putus SMA, namun syukurnya aku bisa menyelesaikan, setelah lulus aku mencoba mencari kerja dan baru masuk kuliah sekitar dua tahun setelahnya, entah kenapa aku ingin sekali kuliah walau kondisi keuanganku cukup sulit, dan syukurlah sekarang tersisa satu semester lagi untuk lulus, aku lega sekali, walau di dalam perjalanannya aku harus sering sekali cuti karena aku lebih fokus ke pekerjaan ku." Hye Na mengalihkan pandangannya pada Namjoon dan tersenyum.

"Kau berhak marah dan membenciku, karena memang aku seperti pembawa sial di hidupmu, bahkan sampai kemarin pun aku masih pembawa sial untuk mu, benar kan..? Kau ku permalukan di depan kelas setelah sekian belas tahun kita tak bertemu. tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi padamu." Ujar Namjoon dengan wajah penuh penyesalan. "Maafkan aku."

Hye Na tersenyum, ia menekuk kakinya naik dan memeluk nya menumpukan dagunya di lutut. "Apa sudah saatnya kita menutup buku masalah kita sewaktu di SMP, itu sudah sangat lama. dan sekarang terasa sangat konyol untuk membahasnya." Hye Na terkekeh sambil memandang Namjoon. "Ayo baikan" Hye Na mengacungkan jari kelingkingnya. untuk di kait Namjoon.

Namjoon pun terkekeh, "Kau bilang jangan seperti anak SMP tapi ini cara berbaikan anak SMP." Ucap pria itu sambil mengaitkan jari kelingkingnya.

"Ini terakhir kita bersikap seperti anak SMP."

Keduanya mengeratkat kaitan kelingking mereka kemudian tertawa terbahak, geli dengan apa yang sudah mereka lakukan.

"Tapi aku merasa lega kita punya kesempatan untuk berbicara dari hati ke hati seperti ini, saling jujur dan mengakui kesalahan kita," ujar Namjoon.

"Hm" Hye Na mengangguk. 

Kaitan kelingking mereka terlepas. dan untuk sesaat semua terdiam, sampai tiba-tiba mereka berpandangan dan menyadari sesuatu, pagi telah tiba, setitik cahaya mulai menerangi jendela kaca, dan menembus celah korden.

MY LECTURER || KIM NAMJOON || [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang