"Kerja sambil kuliah itu berat, lho, Fel. Kamu yakin sanggup menjalaninya?"
Sekiranya begitu tanggapan pertama sang kakak dua bulan lalu ketika Felix mengutarakan keinginannya untuk bekerja di sela kesibukan kuliah. Dan Felix dengan tegas menjawab bahwa ia akan sanggup dan kuat untuk menjalani hari-harinya yang akan lebih padat dibandingkan sebelumnya.
Pada awalnya, Felix tidak ingin berharap banyak. Sang kakak⚊Minho⚊memiliki watak yang tidak bisa dibantah. Felix bahkan harus berpikir beberapa hari sebelum mengungkapkan keinginannya.
Tapi Felix tidak pernah menyangka jika Minho akan memberinya izin secara cuma-cuma. Bahkan Felix tidak melihat raut kesal maupun menghakimi dari wajah sang kakak. Minho sangatlah sukar untuk ditebak.
Felix tidak ingin mempertanyakannya lebih lanjut. Ia mengambil kesempatan ini tanpa ragu. Dua bulan setelah merasakan sulitnya membagi waktu antara menjadi mahasiswa dan pekerja di sebuah kafe kecil ditengah kota, Felix sama sekali tidak menyesal. Benar, jam tidurnya menjadi berantakan. Terkadang, makan hanyalah menjadi formalitas belaka, namun Felix selalu menikmati setiap hari yang ia lalui.
Termasuk memperhatikan seorang pengunjung yang seringkali datang hanya untuk memesan secangkir kopi atau sekedar roti isi untuk mengganjal perut.
Seo Changbin, nama itulah yang terucap ketika lelaki bertubuh kekar itu pertama kali memperkenalkan diri. Sebuah perkenalan singkat yang membuat keduanya menjadi semakin dekat.
Saat pertama kali Changbin menginjakkan kaki ke dalam kafe, Felix hanya menganggapnya sebagai seorang pengunjung baik hati yang sering datang untuk memesan kopi.
Namun, setelah beberapa kali kunjungan dan seringnya interaksi yang terjadi diantara keduanya, ingatan Felix kembali pada seorang lelaki muda bertubuh kurus yang dulu pernah ia kunjungi bersama Seungmin.
Lelaki muda yang tampak rapuh. Berbalut pakaian serba hitam, menunduk menyambut tamu yang berdatangan untuk sekedar mengirim doa dan mengucap belasungkawa.
"Felix, sibuk?"
Felix tersadar dari lamunannya. Obsidiannya beralih pada seorang lelaki yang terlihat baru saja keluar dari dapur. Di kedua tangannya terdapat sebuah nampan berisi dua piring roti lapis yang terlihat masih hangat dan menggugah selera.
Na Jaemin meletakkan nampan tersebut diatas meja kasir sambil sesekali mengedarkan pandangan ke sekeliling bangku pengunjung, "Bisa tolong bantu gantikan aku? Caprese Panini untuk meja nomor tujuh. Aku harus keluar sebentar. Nggak akan lama, kok."
"Eh?"
Tidak ada jawaban yang sempat Felix katakan, Jaemin pergi berlalu begitu saja. Ia terlihat sedikit terburu-buru.
Felix melihat ke sekelilingnya, semua orang terlihat sibuk. Felix mengambil nampan dan beranjak dari meja kasir.
Di meja nomor tujuh, dekat jendela, sepasang ibu dan anak terdengar tengah mengobrol ringan. Sang ibu tampak beberapa kali menghela nafas. Pun tak luput dari penglihatan Felix jika sang wanita paruh baya sesekali melirik jam yang melingkar di tangan kirinya.
"Permisi. Dua porsi Caprese Panini⚊"
Felix sedikit terkejut tatkala sang wanita menarik dengan paksa piring yang baru saja ia angkat dari atas nampan, "Lama sekali."
Sedikit canggung, Felix menelan ludahnya. Jujur saja, ini adalah kali ketiga ia mengantar pesanan secara langsung. Dan kali pertama menghadapi pelanggan yang sedikit galak.
Meletakkan sisa piring yang ada, Felix tersenyum sopan, "Mohon maaf atas keterlambatan dalam penyajiannya. Selamat menikmati."
Tidak ada tanggapan yang di dengar. Felix berbalik, memutuskan untuk kembali menuju meja kasir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled ⚊ Changlix ft. Hyunjin ✔️
Fanfiction(Adj.) Terjerat dalam situasi atau hubungan yang rumit. ••• Felix itu seindah bintang dan sehangat matahari pagi, Changbin mengakuinya dengan lantang. Namun, bagaimana jika keindahan yang ia agung-agungkan selama ini malah membawa petaka yang menger...