34. Ambang Kehancuran

88 15 3
                                    

⚠️ svicide thovghts

•••

Hari sudah semakin larut. Felix menghela nafas beberapa kali. Kepalanya pusing, pandangannya berkunang-kunang. Di detik ini, Felix baru menyadari jika dalam sehari penuh, ia belum sempat mengisi perutnya dengan apapun.

Langkahnya terseok saat Felix berjalan menyusuri trotoar. Jelaga merahnya bergulir menatap puluhan kendaraan yang berlomba-lomba melaju paling cepat di jalanan.

Felix terus berjalan tanpa arah, hingga pada akhirnya ia sampai di depan sebuah toserba. Manik kembarnya tertuju ke dalam toko. Dari balik kaca, tiga remaja yang sepertinya masih menduduki bangku SMP tampak terduduk berjejer dengan masing masing cup mie instan tersaji di hadapan mereka.

Genangan bening kembali penuhi kelopak mata. Felix tersenyum. Dulu, Felix dan Seungmin seringkali pulang terlambat akibat menuruti permintaan Jisung yang ingin makan mie instan. Pemuda yang sehari lebih tua darinya itu dilarang keras oleh kedua orang tuanya untuk mengkonsumsi makanan cepat saji. Namun karena sifatnya yang sangat keras kepala, dengan berbagai alasan Jisung berhasil membujuk Felix dan Seungmin untuk mengikuti keinginannya.

Felix mengerjap beberapa kali, kemudian dengan langkah gontai ia berjalan masuk ke dalam toserba. Rak demi rak ia susuri dengan perlahan. Mie instan, dua buah nasi kepal, satu kotak salad dan dua botol minuman kemasan berhasil ia bawa ke meja kasir. Setelah menyeduh mie instan tersebut, dengan pelan Felix membawa semua hidangan itu di salah satu meja yang tersedia disana.

"... selamat makan, Seungmin ... Jisung ..."

Setiap suapan yang ia ambil, semakin deras pula air matanya mengalir. Nyeri di dalam dadanya menjalar hingga tenggorokan. Tidak ada isakan, tetapi semakin lama Felix rasakan tetesan-tetesan yang keluar dari kelopak matanya mulai membasahi tangan, bahkan bercampur dengan mie instan yang ia konsumsi.

Felix terus berusaha untuk menghabiskan seluruh mie instan tersebut. Setelah memastikan tidak ada setetes kuah pun yang tersisa, Felix memasukkan sisa makanan yang belum ia lahap beserta minuman botol ke dalam kantung plastik, kemudian bergegas keluar tinggalkan toserba yang semakin sepi.

Kakinya terasa berat. Felix berjalan dengan kepala terpaku pada aspal jalanan. Kali ini, rumah Changbin bukanlah destinasi terakhirnya. Felix putuskan untuk kembali ke rumah sewa, menghiraukan rasa nyeri yang semakin bertubi-tubi menghantam hati.

Beberapa menit Felix habiskan untuk terdiam membisu di depan pintu. Pikirannya kembali berkecamuk. Apa yang terjadi? Kenapa semua hal dalam hidupnya tiba-tiba menjadi hancur lebur seperti ini? Apakah setelah ini Felix masih bisa hidup dengan tenang dan bahagia?

Perlahan Felix memutar kenop pintu. Begitu ia melangkah masuk, Felix merasakan sesuatu mengganjal di telapak kakinya.

Sebuah amplop surat.

Felix kemudian menunduk dan meraih amplop coklat tersebut. Netranya bergulir lemah membaca setiap kata yang terlampir dari lembaran yang sebelumnya berada di dalam amplop.

Nafasnya memberat.

"Lix?"

Drap.

Drap.

Drap.

Kepalanya menoleh. Minho berlari mendekat dengan Chris yang menyusul di belakangnya. Kelopak mata Felix mengerjap perlahan. Kakinya mulai gemetar.

Drap.

Drap.

"Kakak ..." bisik Felix tanpa suara. Tubuhnya limbung ke belakang, sebelum kemudian terjatuh ke lantai dengan kedua mata terpejam erat.

Entangled ⚊ Changlix ft. Hyunjin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang