Memasuki pertengahan tahun, musim panas membuat cuaca siang itu menjadi sangat terik. Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas siang, pusat perbelanjaan terlihat semakin ramai pengunjung.
Setelah berkeliling supermarket untuk membeli segala perlengkapan yang dibutuhkan⚊ditambah menghabiskan dua batang es krim⚊kini Changbin telah berada di dapur kecil milik Felix. Jelaganya melirik beberapa perabot yang masih terlihat berantakan. Felix yang menyadari itu semua refleks mengusap tengkuknya canggung.
"Ah ... maaf, harusnya aku langsung membersihkannya," sesalnya.
Meletakkan kantung berisi bahan-bahan untuk membuat brownies diatas meja, Changbin lantas tersenyum tipis, "Harusnya aku yang minta maaf karena udah ngerepotin kamu. Dapurmu berantakan karena menyiapkan hadiah untukku," ujar Changbin penuh pengertian, "Kamu siapkan saja bahan-bahan yang diperlukan. Biar aku yang mencuci ini semua," lanjutnya seraya menumpuk beberapa perabot dan membawanya menuju wastafel.
"Eh?" Felix justru terkejut, "Apa nggak papa?"
Lelaki empat tahun diatasnya itu menatap Felix untuk sesaat, sebelum cengiran lucunya terlihat jelas, "Mhm. Sejujurnya aku juga nggak tau mau bantu apa. Jadi aku akan mulai dari sini dulu,"
Ada rasa gatal di kedua pipi Felix yang membuatnya harus melipat belah bibirnya ke dalam. Senyumnya tertahan, hampir terkekeh menatap lelaki dewasa di hadapannya yang terlihat menggemaskan.
"Baiklah," sahutnya pelan.
Ini aneh. Batinnya dalam hati. Sebelumnya Felix hampir tidak pernah mengizinkan orang lain masuk ke dalam dapurnya begitu saja. Kecuali Seungmin dan Minho, tentu saja. Bahkan Felix melarang Jisung untuk menginjakkan kakinya ke dalam dapur. Karena terakhir kali Felix melakukannya, ia berakhir harus bekerja ekstra untuk membersihkan minyak goreng yang berceceran di seluruh lantai dapur.
Tetapi kini ia dengan sukarela mengajak Changbin⚊yang baru saja dikenalnya beberapa bulan⚊untuk memasuki, bahkan menyentuh perabot dapur miliknya.
Mereka bahkan berbelanja bersama.
Untuk beberapa menit, keduanya hanya disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Sesekali Changbin melirik bagaimana tangan ramping itu dengan lihai memotong sebongkah cokelat kemudian memasukkannya ke dalam sebuah wadah berisi mentega untuk dilelehkan.
Mengeringkan tangan menggunakan kain lap, Changbin beralih mendekat dan mendudukkan diri di bangku yang berada di seberang meja, "Kenapa pakai cokelat hitam?"
Felix tidak langsung menjawab. Perlahan, setelah mengenakan sarung tangan, Felix mengangkat mangkuk berisi cokelat yang telah sepenuhnya meleleh dan meletakkannya diatas meja, "Mmm ... cokelat hitam punya kandungan gula yang lebih rendah dibanding cokelat susu. Itu bikin brownies jadi nggak terlalu manis. Dan selain itu, aku pribadi lebih suka pakai cokelat hitam daripada cokelat susu maupun cokelat yang lainnya." jelasnya setelah beberapa saat.
Changbin mengangguk paham, "Kamu pintar memasak," pujinya, "Apa ini alasan kamu memilih bekerja di kafe itu?"
Felix menuangkan gula pasir ke dalam sebuah wadah, "Salah satunya. Sayangnya saat aku masuk kesana, posisi dapur sudah terisi. Jadi aku mengisi posisi kasir yang tersisa,"
Sang lelaki dewasa hanya mendengarkan tanpa bertanya apapun lagi. Begitu netranya melihat si manis mulai memecahkan sebuah telur ke dalam wadah berisi gula pasir, ia mulai mengalihkan topik pembicaraan, "Boleh aku mencobanya?"
"Eh? Oh, tentu,"
Wadah berbahan stainless itu kini telah berpindah tangan, begitu pula dua butir telur yang tersisa. Changbin mengambil sebutir telur, dengan ragu membenturkan satu sisinya pada bibir wadah, seperti yang sebelumnya Felix lakukan. Ketika retakan pada telur mulai terlihat, Changbin menekan kedua jempolnya untuk membuka cangkang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled ⚊ Changlix ft. Hyunjin ✔️
Fanfiction(Adj.) Terjerat dalam situasi atau hubungan yang rumit. ••• Felix itu seindah bintang dan sehangat matahari pagi, Changbin mengakuinya dengan lantang. Namun, bagaimana jika keindahan yang ia agung-agungkan selama ini malah membawa petaka yang menger...