Langkah-langkah kaki yang berderap menyusuri lorong koridor itu perlahan berubah menjadi larian kecil. Suara derap sepatu bercampur dengan decit roda ranjang pasien yang berlalu-lalang entah dari mana.
"Ji, pelan-pelan!"
Si pemuda yang namanya baru saja disebut tak bisa redakan rasa paniknya. Jantungnya berdebar kencang. Beberapa waktu yang lalu, ia masih bisa mendengar suara Changbin. Namun menit berikutnya, ia dibuat histeris kala suara debuman yang terdengar berturut-turut menggema di telinganya.
Tak jauh dibelakangnya, Jeongin menyusul dengan nafas terengah-engah. Begitu mendengar suara debuman dari balik telepon, ditambah melihat berita di televisi yang menayangkan tentang tragedi kecelakaan beruntun, Jisung tanpa berpikir panjang segera mencari rumah sakit yang berada tak jauh dari lokasi kejadian. Pemuda virgo itu semakin dibuat panik ketika menemukan nama Changbin tercantum dalam jajaran para korban yang terluka.
"Bagaimana ini, Je? Felix belum ditemukan, dan Kak Changbin ... Ya Tuhan, apa yang sudah terjadi? Dimana ... d-dimana ruangannya?"
Jeongin beringsut mendekat, kemudian mengusap bahu sempit Jisung guna memberinya sedikit rasa tenang. Pemuda pemilik lesung pipi itu merangkul dan menuntun Jisung dengan pandangan yang mengedar ke sekeliling. Begitu kedua matanya menangkap sebuah ruangan⚊yang sebelumnya telah disebutkan oleh pihak resepsionis ketika keduanya baru sampai di rumah sakit⚊Jeongin langsung mempercepat langkah keduanya dan membuka pintu berwarna putih itu tanpa ragu.
Di dalam ruangan, terdapat beberapa ranjang yang terpisah oleh sekat-sekat tipis. Changbin terbaring di salah satu ranjang, tak jauh dari pintu masuk. Kedua mata lelaki tersebut terbuka, namun ia tampak bingung dan kesakitan. Lengannya terbalut perban, dan ada luka cukup lebar di kening kirinya.
Melihat kedatangan Jisung dan Jeongin, Changbin mencoba untuk bangun. Hal itu dengan segera dihentikan oleh Jisung. "Jangan bergerak dulu," larangnya.
"Apa kalian sudah mendengar sesuatu tentang Felix?"
Dalam kondisinya yang seperti ini, Changbin tidak mampu untuk mengalihkan pikirannya dari sang kekasih. Bahkan lelaki kelahiran agustus itu tak sedikitpun mengungkit tentang apa yang baru saja terjadi padanya. Kedua matanya yang dipenuhi harapan seketika kembali melebur kala Jisung menggeleng pelan, "Aku dan Jeongin sudah melakukan segala hal, Kak. Tapi kami masih belum bisa menemukan jejak tentang keberadaan Felix. Aku sudah mencoba mengubungi teman-teman satu fakultasnya, juga mendatangi semua tempat yang pernah Felix singgahi. Tapi Felix benar-benar nggak ada dimanapun,"
Pundak lebarnya meluruh. Changbin mengusap wajahnya penuh rasa frustasi. Rasa sakit yang sebelumnya mendera tubuh, kini ia abaikan sepenuhnya.
Cklek.
Seorang perawat berjalan memasuki ruangan dengan senyuman sopan, "Permisi, maaf mengganggu waktu kunjungan kalian. Tuan Seo harus menjalani beberapa pemeriksaan untuk melihat kondisi tubuhnya,"
Tidak ingin mengganggu, dengan sadar diri Jisung dan Jeongin bergerak menjauh, mempersilahkan sang perawat untuk lakukan seluruh tugasnya. Wanita berseragam putih itu dengan ramah mulai menanyakan tentang keadaan Changbin, memeriksa tekanan darah dan lain sebagainya. Setelah beberapa menit berlalu, ia bergerak mundur, kemudian menatap Changbin masih dengan senyuman ramah yang tak kunjung luntur.
"Anda beruntung sekali karena memiliki teman yang sangat baik. Meskipun sedang terluka, dia mampu membawa anda untuk datang kemari tanpa bantuan siapapun,"
"Teman?" Changbin membeo pelan.
Perawat itu mengangguk seraya mengulurkan tangan ke arah ranjang lain yang tertutup sekat, "Dia ada tepat disamping ranjang anda. Beruntung luka-lukanya tidak terlalu parah, jadi bisa kami tangani dengan cepat,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled ⚊ Changlix ft. Hyunjin ✔️
Hayran Kurgu(Adj.) Terjerat dalam situasi atau hubungan yang rumit. ••• Felix itu seindah bintang dan sehangat matahari pagi, Changbin mengakuinya dengan lantang. Namun, bagaimana jika keindahan yang ia agung-agungkan selama ini malah membawa petaka yang menger...