Seoul, Agustus 2023.
Tubuh itu begitu kurus dan pucat, hanya tulang selangka dan rusuk yang tampak menonjol di bawah kulit. Tidak mengherankan, melihatnya yang hanya mampu terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit selama berbulan-bulan menjadi alasan yang masuk akal tentang bagaimana semua ini bisa terjadi. Di sampingnya, bedside monitor berdengung, menandakan bahwa hidupnya masih tergantung pada benang tipis teknologi. Di luar jendela, mentari pagi menyinari kota. Namun di dalam ruangan ini, hanya bayangan kesedihan yang menyelimuti.
"Sudah bulan ke-empat," ditengah ruangan serba putih yang begitu sepi itu, Seo Changbin bergumam seorang diri, "Kapan kamu bangun, Fel?"
Pip! Pip! Pip!
Selama hampir dua jam penuh, tanpa kenal lelah Changbin habiskan waktu untuk pandangi paras ayu Felix yang masih betah dalam tidur lelapnya. Changbin fokuskan tatapannya pada sepasang kelopak mata berhias bulu mata lentik tersebut. Berharap dalam waktu dekat, kelopak mata tersebut akan kembali terbuka seperti dulu.
"Milky sudah besar sekali sekarang," Changbin tersenyum simpul dengan raut wajah yang semakin kuyu, "Aku mengadopsinya untukmu. Apa kamu sama sekali nggak ingin melihatnya?"
Changbin pejamkan kedua matanya selama beberapa saat. Sekali lagi kepalanya memutar memori tentang bagaimana ia mendapatkan binatang berbulu tersebut sebagai hadiah untuk sang kekasih. Tak sampai satu hari, semua niatnya hancur hanya karena satu postingan yang diunggah oleh seorang pria tak berakal.
Jika saja Changbin saat itu bisa berpikir jernih ...
Pandangannya bergulir pada setiap kabel dan alat teknologi yang terpasang pada tubuh si cantik. Lengan besarnya terulur guna meraih dan menggenggam tangan Felix yang entah sejak kapan terasa semakin mengecil. Perlahan, Changbin dekatkan wajahnya. Ia tempelkan punggung tangan Felix pada keningnya yang hangat.
"Kamu lebih suka berada disana, ya?" gumamnya dengan suara teredam, "Fel ... apa Kakak nggak punya sedikitpun kesempatan untuk memperbaiki segalanya?" Changbin terisak pedih.
"Please ... come back to me ..."
Berulang kali Changbin rapalkan kalimat terakhirnya. Sesekali bulir hangat merembes keluar dari sudut mata sang produser hingga membasahi punggung tangan Felix. Selama beberapa waktu, Changbin masih setia dalam posisi tersebut. Dan entah sejak kapan, ia mulai tertidur akibat rasa lelah yang tak mampu lagi terbendung.
Changbin tidak tau seberapa lama ia tertidur. Yang jelas, ia terbangun akibat sebuah tepukan lembut yang terasa sedikit menekan di pundaknya. Dengan sepasang jelaga yang memerah, Changbin menarik nafas panjang.
"Kakak belum makan apapun sejak pagi. Tadi aku dan Jeongin baru saja membeli nasi. Keluar dan makanlah dulu,"
Tak ada jawaban yang berarti dari sang lelaki dewasa. Selama beberapa detik Jisung menunggu, pada akhirnya Changbin perlahan berdiri. Jisung memperhatikan bagaimana lelaki tersebut mengusap kepala Felix penuh rasa sayang, sebelum kemudian ia bubuhkan satu kecupan yang cukup lama di kening si pasien cantik.
"I'll be back soon," bisiknya lembut, "I love you so much, Fel. You know that, right?"
Setelah tampilkan senyuman getir untuk yang terakhir kali, Changbin berbalik arah mengikuti langkah Jisung yang telah lebih dulu tinggalkan ruangan. Tempat serba putih dengan aroma obat-obatan itu kembali senyap dan hening. Tepat ketika pintu ruangan berhasil tertutup rapat, di waktu bersamaan setitik lelehan air bening meluncur bebas dari sudut mata sang pasien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled ⚊ Changlix ft. Hyunjin ✔️
Fanfiction(Adj.) Terjerat dalam situasi atau hubungan yang rumit. ••• Felix itu seindah bintang dan sehangat matahari pagi, Changbin mengakuinya dengan lantang. Namun, bagaimana jika keindahan yang ia agung-agungkan selama ini malah membawa petaka yang menger...