Klang.
Suara kaleng minuman yang gagal terlempar masuk ke dalam tong sampah membuat Wooyoung untuk sejenak mengalihkan pandangan dari layar laptop. Changbin meregangkan tubuh, setelah berjam-jam bekerja tanpa henti, akhirnya ia miliki kesempatan untuk sedikit beristirahat. Matanya meluncur menatap jam dinding. Masih pukul dua belas, mungkin saat ini Felix sedang menikmati makan siangnya.
Membayangkan wajah manis sang kekasih, tanpa sadar Changbin mengulas senyum tipis. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, "Woo, gimana cara adopsi anak kucing?"
Satu hal pasti yang Changbin ketahui dari Felix adalah, pemuda cantik itu sangat menyukai kucing. Sudah tidak terhitung berapa banyak foto kucing yang berada di dalam ponsel Changbin. Dan semua itu adalah kiriman Felix. Si manis itu seringkali membahas mengenai binatang berbulu tersebut, seolah memberi isyarat halus yang sangat Changbin pahami apa makna di baliknya.
"Tiba-tiba? Sejak kapan kamu suka sama kucing?"
Changbin mengendikkan bahunya, "Bukan aku yang suka, tapi Felix."
Ah, Wooyoung mengerti sekarang. Changbin kembali pada rutinitas bucinnya yang tak berujung. Dalam hati Wooyoung mengeluh, kapan ia bisa mendapatkan pacar dan bisa sayang-sayangan seperti Changbin dan Yeonjun? Miris nian nasibnya.
"Astaga, sebal sekali aku melihat budak-budak cinta ini," gerutu Wooyoung, "Aku tidak tahu cara mengadopsi anak kucing, tapi salah satu tetanggaku memiliki banyak kucing. Dia kesulitan merawat semuanya sendirian. Bulan kemarin dia memintaku mencari informasi tentang orang-orang yang bersedia untuk merawat beberapa kucingnya. Kalau kamu tertarik, aku bisa memberimu nomornya sekarang,"
Tanpa ragu, Changbin memutar kursinya, "Aku cuma butuh satu kucing saja, kirimkan nomornya padaku,"
Tak harus menunggu lama, sebuah denting halus kembali menarik sudut bibir Changbin berlawanan arah. Lelaki leo itu dengan lihai ketikkan beberapa baris kalimat dalam sebuah ruang obrolan, hingga tiga puluh menit setelahnya, ia bangkit dari kursi untuk meraih jaket dan dompet miliknya.
"Aku segera kembali," ucapnya singkat, kemudian berlalu begitu saja meninggalkan ruangan beserta Wooyoung yang hanya memandang langkah cepatnya dengan bibir sedikit melongo.
Butuh waktu cukup lama untuk Changbin sampai di tempat tujuannya. Rumah hunian yang ternyata hanya ditinggali oleh seorang wanita usia lanjut itu tampak cukup megah di mata Changbin. Memasuki pelataran rumah, Changbin disambut dengan dua ekor kucing putih dan oranye yang berlarian melewati kaki-kakinya.
"Snowy! Ginger!"
Changbin mengangkat pandangannya, seorang wanita yang setengah rambutnya sudah memutih tampak berdiri di tengah pintu, sekantung makanan kucing berada dalam rengkuhan lengannya yang keriput. Wanita itu sangat ramah, setelah mempersilahkan Changbin untuk memasuki area rumah, dengan senyuman lembut ia sajikan sepiring roti cokelat beserta minuman dingin untuknya.
Cukup banyak waktu yang Changbin habiskan di tempat tersebut. Namun mengingat ada pekerjaan yang menunggunya di studio, dengan berat hati Changbin harus mengakhiri percakapan hangatnya bersama sang wanita.
"Ini Milky. Umurnya baru saja dua bulan. Memang sedikit pemalu, tapi semoga saja dia tidak akan merepotkan kalian,"
Changbin tersenyum gemas. Seekor kucing berukuran mungil terlihat menggantungkan dua kaki depannya pada dress panjang yang dikenakan oleh sang wanita, isyarat penolakan untuk menjauh dan berpindah pada dekapan sang lelaki asing. Meskipun begitu, setelah beberapa kali percobaan, pada akhirnya Changbin berhasil untuk membuat Milky merasa nyaman di dalam pelukan lengan besarnya.
Usai berpamitan dengan sang wanita sekaligus membawa serta beberapa keperluan Milky, Changbin kembali memasuki mobil dan meletakkan si kucing kecil di bangku penumpang, tepat disampingnya. Perlahan diusaknya kepala dari binatang menggemaskan itu. Ia terkekeh kecil, "Felix pasti senang sekali melihatmu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled ⚊ Changlix ft. Hyunjin ✔️
Fanfiction(Adj.) Terjerat dalam situasi atau hubungan yang rumit. ••• Felix itu seindah bintang dan sehangat matahari pagi, Changbin mengakuinya dengan lantang. Namun, bagaimana jika keindahan yang ia agung-agungkan selama ini malah membawa petaka yang menger...