Kosong dan hampa. Felix tidak menyadari jika dirinya jatuh tertidur diatas sofa selama menunggu Changbin kembali pulang. Kedua matanya membengkak, sedangkan kondisi rumah masih tampak sepi, sama seperti sebelumnya. Tak ada tanda-tanda keberadaan Changbin disana.
Felix masih setia meringkuk diatas sofa. Pandangannya mengawang, mencoba mencerna apa saja yang telah terjadi kemarin. Semakin jauh Felix mengingat, semakin teriris pula batinnya. Jiwa Felix yang sejak awal tersiksa, kini semakin terkoyak tanpa belas kasih.
Berjam-jam sudah Felix biarkan tubuhnya terkulai tanpa gairah. Berharap untuk sekali saja rungunya mendengar suara pintu yang terbuka. Meskipun pada akhirnya, penantiannya tak jua terbayarkan. Felix tetap disana, tergeletak layaknya seonggok raga tanpa jiwa.
Keningnya mengerut saat gemuruh mulai sambangi perutnya yang belum diisi apapun sejak semalam. Felix mendesis halus saat mengalihkan pandangan, terganggu dengan sinar matahari yang masuk dari celah jendela.
Seolah tengah memikul beban berpuluh-puluh kilogram, tubuhnya begitu berat begitu Felix mencoba untuk bangkit dari sofa. Sebelum melangkah menuju dapur, terlebih dahulu Felix bawa kakinya untuk memasuki kamar Changbin.
Tumpukan pakaian kotor masih tersimpan berantakan di sudut kamar, lemari Changbin masihlah penuh seperti yang biasa Felix lihat. Dua hal ini cukup memberi harapan pada si jelita, harapan besar bahwa Changbin tetap akan pulang ke rumah.
Memandang kasur yang biasa ia tempati bersama sang kekasih, Felix kembali merasa sesak. Ia sangat merindukan Changbin. Felix ingin mengadu, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk katakan segalanya pada Changbin nanti. Setelah mengetahui semuanya, Changbin pasti memahaminya.
Changbin akan kembali memeluknya seperti biasa. Membisikkan segala kalimat agar Felix merasa lebih baik.
Setetes air mata menitik tanpa bisa ditampung, dan Felix dengan gesit langsung menyeka pipinya yang basah. Rasa lapar yang sebelumnya dirasa seolah melebur hilang entah kemana. Felix merangkak naik keatas ranjang, mengubur dirinya di dalam selimut.
Ujung selimut tersebut Felix remat dengan kuat. It smells like him. Wangi tubuh dan parfum yang selalu dipakai Changbin masih tertinggal disana, buat rindu Felix semakin menggebu-gebu.
Untuk yang kesekian kalinya, kelopak mata Felix menutup. Membayangkan ketika ia putuskan untuk membukanya kembali, Felix akan mendapati Changbin yang berbaring didepannya, dengan senyum dan pelukan yang selalu membuatnya merasa sangat dicintai.
"Kak Abin ..." bisik Felix pada udara sepi, "... Felix nggak suka sendirian."
"Hei, bocah. Kamu masih kecil tapi kenapa makanmu banyak sekali?"
Wooyoung mengamati dengan seksama bagaimana makhluk kecil di depannya dengan lahap menikmati sebungkus camilan kucing yang baru saja dibelinya sebelum pergi ke studio. Kucing berbulu putih itu terlihat tenang saat menjilati setiap tetes cairan yang keluar dari kemasan plastik di genggamannya, bahkan kedua kaki depannya telah nyaman bertumpu pada telapak tangan Wooyoung, mencoba menahan sang pria agar tidak menjauhkan makanan itu darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled ⚊ Changlix ft. Hyunjin ✔️
Fanfiction(Adj.) Terjerat dalam situasi atau hubungan yang rumit. ••• Felix itu seindah bintang dan sehangat matahari pagi, Changbin mengakuinya dengan lantang. Namun, bagaimana jika keindahan yang ia agung-agungkan selama ini malah membawa petaka yang menger...