Seoul, 15 September 2024.
"Apapun keadaannya, ini semua bukanlah salahmu."
Aku terbangun dengan nafas tersengal-sengal. Sesak sekali rasanya. Cahaya matahari terasa begitu terik, hal ini membuatku bingung. Seingatku, aku tertidur diatas ranjang di kamarku sendiri. Tapi saat ini, sejauh aku mengedarkan pandangan, satu-satunya hal yang kulihat adalah hamparan taman yang sangat luas.
Aku mulai tersadar jika ini semua hanyalah mimpi. Karena dari jauh, aku bisa melihat satu sosok yang selama satu tahun penuh ini sangat kurindukan. Rasanya aku tak ingin berkedip. Darahku berdesir. Meski dari kejauhan, sosoknya yang telah lama tak kulihat masihlah cantik dan menawan seperti dahulu.
Tanpa terasa, pipiku mulai basah kembali. Dan sepertinya sosok tersebut mulai menyadari kehadiranku. Karena satu detik setelah aku mengusap pipi, ia menoleh ke arahku. Dengan senyuman lebar, kulihat kaki-kaki ramping itu mulai berlari menghampiriku.
Kaki yang dulu divonis tak lagi bisa berjalan, mata yang dulu dokter kira tak bisa lagi melihat, kini semuanya tampak begitu sehat. Aku tersenyum. Lega sekali rasanya mendapati sosok yang sangat kusayangi itu terlihat baik tanpa sedikitpun kekurangan.
Seikat bunga daisy ia ulurkan padaku. Aku menerimanya, dan mendekapnya erat-erat. Aku berhambur memeluk tubuhnya sekencang mungkin. Sedangkan sosok tersebut hanya tertawa geli mendengarku terus terisak dan merengek.
"Aku baik-baik saja, Jisung."
Kami terduduk dibawah pohon yang sangat rindang dan lebat. Felix terus menatapku. Melihat wajahku yang sembab, mungkin ia ingin tertawa dan kembali mengejekku. Seperti yang dulu selalu ia lakukan.
Tapi tanpa kusangka, Felix mendekatkan wajahnya padaku, kemudian menutup kedua mataku dengan telapak tangannya. Beberapa saat kemudian, Felix kembali jauhkan diri. Aku begitu terheran, hamparan taman yang sebelumnya hanya dihuni oleh kami berdua saja, kini berubah ramai dengan beberapa anak-anak, remaja, bahkan balita menggemaskan.
Aku masih sibuk melihat sekeliling, saat Felix tiba-tiba berkata, "Mereka sama sepertiku, Ji," ucapnya yang tidak kumengerti.
"Dunia terlalu jahat untuk kami tinggali. Tapi sekarang, kami bahkan tak perlu repot menjaga satu sama lain. Aku sangat bahagia berada disini."
Senyuman Felix melebar. Bahkan, aku bisa melihat sekeliling tubuhnya bersinar dan berkilauan. Indah sekali. Kembali kuingat bagaimana saat-saat terakhirnya di dunia. Ia terlihat begitu rapuh, begitu suram, dan sangat menyedihkan.
Aku berkedip beberapa kali, mencoba menahan bendungan air mata yang memaksa untuk terpecah, "Maafkan aku, Fel. Jika saja saat itu aku tidak bersikap bodoh ... dan Seungmin⚊"
Felix menggeleng pelan. Kulit tangannya terasa begitu lembut tatkala bersentuhan dengan punggung tanganku. "Tidak ada yang perlu disesali, Ji. Bagaimanapun akhirnya, semua ini adalah pilihanku. Aku yang memilih untuk menyerah. Aku yang memilih untuk mengakhiri semua. Jangan salahkan dirimu. Dan untuk Seungmin, aku tau dia baik-baik saja. Dia pasti akan kembali."
"Apa kamu ... benar-benar sangat bahagia?"
Felix mengangguk mantap.
Kugigit bibirku yang gemetaran, "Syukurlah," ucapku sambil tersenyum. "Aku sangat merindukanmu," tambahku mengadu.
Felix kembali mengangguk.
Usia kami hanya terpaut satu hari, dan aku adalah yang tertua. Tapi kali ini, aku merasa begitu kecil di hadapannya, sedangkan Felix tampak begitu besar dan bersinar.
"Jangan terus tenggelam dalam duka, Ji. Hidupmu masih panjang. Jalani semuanya dengan lapang dada. Belajarlah dengan giat, cari banyak teman, dan suatu hari nanti ... menikahlah dengan Jeongin. Disaat kamu sudah puas dengan hidupmu, saat kulitmu sudah keriput, dan kamu sudah tidak bisa berjalan lagi, baru saat itu kamu bisa bertemu lagi denganku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled ⚊ Changlix ft. Hyunjin ✔️
Fanfiction(Adj.) Terjerat dalam situasi atau hubungan yang rumit. ••• Felix itu seindah bintang dan sehangat matahari pagi, Changbin mengakuinya dengan lantang. Namun, bagaimana jika keindahan yang ia agung-agungkan selama ini malah membawa petaka yang menger...