⚠️ tw! svicide.
•••
San bukanlah pria suci, sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Hyunjin. Seumur hidupnya, tak terhitung berapa banyak dosa yang harus San tanggung akibat kesalahannya di masa lalu. Entah itu terhadap kedua orangtuanya, atau terhadap Hyunjin sekalipun.
Dalam diam, San mampu bersumpah demi nama Tuhan jika ia sangat menyesali segala dosa yang pernah ia perbuat. Namun rasa sesal yang selama ini ia tanggung, sepertinya tak sebanding dengan apa yang ia perbuat kali ini.
San masih terpaku di tempatnya berpijak tatkala pemuda yang beberapa hari lalu dibawanya kemari kini tampak kembali tergugu. Felix meringkuk diatas lantai dengan kedua lengan yang mencengkram lututnya sendiri.
Oh, San ... lihatlah apa yang telah kamu lakukan. Demi egomu sendiri, kamu telah menghancurkan kehidupan dari seorang pemuda yang tidak tau apa-apa.
San menarik napasnya dalam-dalam. Tak mampu bibirnya mengucap sepatah kata apapun, lelaki bertubuh besar itu melanjutkan langkah meninggalkan ruangan lalu kembali setelah beberapa menit dengan sebuah kotak obat di tangannya.
"Biarkan aku mengobati kepalamu," ujar San meminta izin. Felix rasanya ingin tertawa. Setelah berulangkali menghantamkan kepalanya hingga terluka parah, kini San dengan nada lembut bersikap sok peduli padanya. Felix memilih untuk bungkam, membiarkan San merawat lukanya dengan penuh hati-hati.
Setelah membersihkan kening hingga leher Felix yang masih terlihat kotor oleh keringat, dua buah plester luka San tempelkan tepat pada luka di sudut kepala Felix yang menganga.
"Hanya ini yang bisa kugunakan untuk menutupi lukamu. Kami kehabisan persediaan perban, maaf," jelas San, yang tentu saja tak mendapatkan balasan dari sang lawan bicara.
Wajah pemuda manis itu tampak begitu pucat, hampir menyerupai mayat hidup. San meringis miris dibuatnya. Bagaimana tidak? Selama empat hari tak sadarkan diri, di hari kelima ia justru mendapat siksaan yang sudah pasti membuat jiwa dan raganya terguncang. Jika San yang mengalami semua ini, ia tidak yakin akan mampu menahan semua rasa sakitnya.
San kembali dirundung perasaan sesak dan bersalah. Bahkan sejak tadi, pria dewasa itu tak pernah tahan menatap mata Felix lebih dari dua detik.
"Aku ingin pulang," lirih Felix sekali lagi. Mendengar itu, San dengan refleks menatap ke dalam obsidian Felix, mendapati sepasang mata yang telah membengkak itu kini kembali berkaca-kaca.
Sesekali, Felix menggelengkan kepalanya perlahan, "Aku minta maaf jika aku pernah melakukan kesalahan," suaranya mencicit, napasnya terdengar tersengal-sengal, "Tapi izinkan aku pulang ..."
San menelan ludah kasar. Dengan cepat ia kembali menunduk, berusaha menghindari ratapan memohon Felix yang terasa begitu menyakitkan baginya. Nampan yang sejak tadi masih tergeletak diatas lantai San seret perlahan hingga ke hadapan Felix.
"Aku yakin perutmu sudah terasa perih. Setidaknya minumlah susu ini. Meskipun mungkin sudah mulai dingin, tapi ini akan memberimu cukup energi untuk pulang," San terdiam sejenak, "Maafkan aku yang tidak bisa mengantarmu. Dan tolong ampuni kesalahanku, walaupun mungkin aku tidak layak diampuni,"
Felix terdiam. Netranya memandang San penuh tanya. Apakah ia diizinkan untuk pulang? Apa mungkin Hyunjin sudah cukup puas menyiksanya hingga kini ia dibebaskan begitu saja?
Hingga San meninggalkan ruangan, Felix masih terpaku. Ditatapnya sepiring roti dan susu yang entah mengapa membuat Felix menyadari bahwa pusing di kepala serta nyeri di seluruh tubuhnya bukan hanya disebabkan oleh siksaan Hyunjin, tapi juga karena selama berhari-hari ia tak mendapat asupan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled ⚊ Changlix ft. Hyunjin ✔️
Fanfiction(Adj.) Terjerat dalam situasi atau hubungan yang rumit. ••• Felix itu seindah bintang dan sehangat matahari pagi, Changbin mengakuinya dengan lantang. Namun, bagaimana jika keindahan yang ia agung-agungkan selama ini malah membawa petaka yang menger...