"Jika Felix pergi, aku akan ikut bersamanya."
Pukul dua siang, Changbin mengendarai mobilnya tanpa tujuan yang jelas. Pikirannya kalut. Berlama-lama berada dalam lingkungan rumah sakit membuat dadanya kian rasakan sesak. Changbin tidak bisa bernafas selama hidungnya masih mencium aroma obat-obatan yang sangat menusuk.
Dalam kecepatan tinggi, secara tidak sadar Changbin jalankan mobilnya hingga berhenti tepat di depan gedung studio tempat dimana ia selama ini mengemban pekerjaan. Mendapati kehadiran Changbin yang sangat tiba-tiba, Yeonjun dan Wooyoung tentu saja terkejut.
"Apa yang kamu bicarakan, bodoh!" hardik Wooyoung, "Diantara kita bertiga, kamu adalah orang yang paling ambisius dan percaya diri. Dalam masalah ini, kenapa kamu bisa semudah ini menyerah begitu saja?!"
"Sudah empat bulan, Woo," Changbin menarik nafas, menelan bulat-bulat rasa sesak yang kian menjalar ke seluruh tubuh, "Apa menurutmu, aku tidak terlalu egois jika aku terus meminta Felix untuk bertahan? Apa menurutmu ... Felix masih ingin kembali padaku?"
"Bin ..."
Kantin studio hari itu tampak sedikit lengang. Hanya ada beberapa pegawai yang tengah menikmati masa istirahat mereka. Wooyoung dan Yeonjun tak mampu lagi menahan rasa iba mereka. Melihat kawan seperjuangan mereka yang begitu hancur, tak ayal keduanya turut rasakan nyeri dalam dada.
"Aku sudah sangat menyakitinya. Jika aku masih lancang untuk memintanya bertahan disini, bukankah itu akan semakin menyiksanya?"
Changbin tersenyum getir. Namun di setiap tarikan bibir yang ia lakukan, sepasang jelaga tajam itu kian memerah dan berembun, "Aku sangat menyayanginya. Fuck. I don't think I can live without him."
Changbin mengusak kasar kedua matanya. Dua lelaki di hadapannya tak mampu lagi keluarkan suara. Selama beberapa menit, meja tiga lelaki tersebut hanya diisi oleh suara nafas Changbin yang kian memberat. Sampai kemudian, suara meja yang berderit kencang menarik atensi ketiganya.
"LEPASKAN AKU, BRENGSEK!"
"Yuna?" gumam Wooyoung yang dengan jelas mengenal siapa pemilik suara tersebut.
Dari jarak beberapa meter, mereka melihat seorang gadis muda dengan rambut merah terang yang terlihat tengah dalam percekcokan dengan seorang lelaki tak dikenal.
Beberapa kali Changbin mendengar Yuna lontarkan beberapa kata kasar yang ditujukan untuk si lelaki. Dan sebagai balasan, lelaki tersebut tak jarang mencengkeram dan menarik paksa lengan ramping Yuna. Melihat suasana yang mulai tidak kondusif, Wooyoung segera beranjak dan berjalan cepat menghampiri dua sosok tersebut. Perlahan, Yeonjun dan Changbin mengekor dari belakang.
"Permisi," ucap Wooyoung menginterupsi, "Yuna, apa ada yang salah?"
Menyadari Wooyoung yang telah berada disampingnya, Yuna tanpa basa-basi lekas bersembunyi dibalik punggung yang lebih tua. Si lelaki asing yang melihat kejadian itu sontak langsung bertingkah canggung.
"Yuna, aku hanya ingin membicarakan sesuatu denganmu," jawabnya beralasan. Pandangannya bergulir pada Wooyoung yang masih setia memasang badan di depan si gadis, "A-ah ... ini bukan hal serius. Aku hanya perlu menyelesaikan beberapa hal dengannya," lanjutnya sembari terkekeh kaku.
"Aku tidak punya urusan apapun lagi denganmu, brengsek! Hubungan kita sudah selesai sejak lama. Berhenti menggangguku!"
Yuna berucap lantang dengan wajah penuh amarah. Namun diam-diam, Wooyoung merasakan bagaimana tubuh Yuna semakin menegang dan genggaman tangan gadis tersebut pada lengannya kian mengerat.
"Tuan," panggil Wooyoung, "Dia tidak ingin bicara denganmu. Pergi saja. Jangan mengganggunya lagi."
Raut wajah canggung dan kaku yang sebelumnya tergambar kini berubah mengeras. Dengan emosi, lelaki asing tersebut mulai berucap tajam, "Apa urusanmu? Aku tidak mengenalmu. Berhenti ikut campur urusan orang lain. Yuna, kemari!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled ⚊ Changlix ft. Hyunjin ✔️
Fanfic(Adj.) Terjerat dalam situasi atau hubungan yang rumit. ••• Felix itu seindah bintang dan sehangat matahari pagi, Changbin mengakuinya dengan lantang. Namun, bagaimana jika keindahan yang ia agung-agungkan selama ini malah membawa petaka yang menger...