33. Tak terkendali

181 17 17
                                    

Jangan lupa vote dan komennya, please🙏🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote dan komennya, please🙏🏻

Happy reading! (づ ^ ᵕ ^)づ♡

⋆୨♡୧⋆

Avyrolla melengguh pelan merasakan seluruh tubuhnya sakit. Kepalanya terasa berat. Perlahan-lahan kedua kelopak matanya terbuka, ia sedikit menyipit tatkala indra penglihatannya menyesuaikan cahaya yang masuk.

Gadis itu memerhatikan keadaan sekitar, ia seperti mengenali tempat ini. Beberapa detik berlalu, otaknya selesai memproses apa yang telah terjadi, Avyrolla langsung bangun dari posisi tidurnya. Jantungnya berdebar kencang setelah menyadari di mana dia berada.

"Aku .. kenapa aku di sini?" tanyanya pada diri sendiri.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, Avyrolla terperanjat ketika Gava muncul sambil membawa segelas susu hangat.

"Gava ...," cicit Avyrolla pelan.

"Gimana keadaan lo? Udah mendingan?" tanya Gava meletakkan gelas berisi susu hangat di meja, lalu duduk di tepi ranjang.

"Kenapa aku di sini?" Bukannya menjawab pertanyaan Gava, Avyrolla justru melontarkan pertanyaan lain.

Gava menatap Avyrolla lamat-lamat, kemudian menjawab, "Lo nggak inget apapun?"

Kening Avyrolla sontak mengerut mendengar pertanyaan Gava. "Aku ingat!" katanya.

"Tapi, tidak seharusnya aku berada di sini, Gava. Aku harus pulang ke apartemen kakakku, kakakku pasti mencariku." Avyrolla hendak beranjak, namun kedua kakinya masih terasa lemas. Jika Gava tidak menahan lengannya mungkin Avyrolla sudah tersungkur ke lantai.

Mereka saling menatap untuk beberapa saat kemudian Avyrolla menjauhkan diri. Tidak enak rasanya berdekatan dengan suami orang.

"Gava, jangan terlalu dekat. Nanti Zanila mengamuk," ucap Avyrolla.

Gava mengangkat sebelah alisnya. "Zanila?"

"Benar." Avyrolla mengangguk. "Dia istri kamu, kan? Tidak pantas rasanya kalau aku terus berada di sini, aku akan pulang ke apartemen kakak ketika kakiku sudah tidak lemas ya."

"Istri?" Gava mati-matian menahan tawanya yang hampir merebak.

Avyrolla merasa kesal karena Gava terus menanyakan hal yang sama. "Kamu kenapa? Ada yang salah dengan perkataanku?"

"Avy, kayanya lo demam." Tangan Gava terangkat mau menyentuh dahi Avyrolla, tapi Avyrolla beringsut mundur.

"Kita harus jaga batasan." Mata Avyrolla bergerak tak tenang, ia menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya dan juga menata bantal serta guling di depan sebagai pembatas.

"Gava kalau mau bicara di sana saja, jangan terlalu dekat. Aku tidak mau dituduh menggoda suami orang. Walau pun aku sudah menganggap kamu sebagai adik, tapi tetap tidak pantas jika kita berdekatan saat kamu sudah menikah." Celetukan Avyrolla sukses mengundang gelak tawa Gava.

AvyrollaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang