Menjadi orang tua itu tidak mudah, karena urusannya tidak sesepele tentang memberi makan perut anak-anak yang kelaparan, tapi juga perlu usaha keras untuk memenuhi batin mereka.
—Sarah Wong
•
Dengan sepeda roda empat miliknya, Kakal mengitari ruang bermain. Dia terus mengayuh dan mengayuh, seperti tidak kenal lelah. Apalagi sepeda roda empat berwarna biru itu baru saja dibelikan oleh Uncle Jun, membuat Kakal semakin bersemangat untuk mengendarainya.Di ruangan yang sama, Papa duduk menghadap meja dengan laptop yang terbuka. Papa bilang, Papa akan sibuk hari ini. Papa mau menyelesaikan power point untuk presentasinya tiga hari lagi. Papa tidak bisa diganggu, jadi Kakal diminta untuk bermain sendiri dulu.
Kring! Kring! Kring!
Kakal terkikik pelan. Sepedanya sudah dia hentikan kayuhannya. Dan sekarang anak itu sedang asik memainkan bel yang terdengar lucu baginya.
Kring! Kring! Kring!
Namun, kesenangan Kakal itu sedikit mengganggu konsentrasi Jeffrey. Kalau saja bibi pengasuh tidak izin libur, mungkin Jeffrey bisa fokus pada pekerjaannya sendiri dan membiarkan Kakal bermain dengan pegawainya itu.
"Belnya nggak usah dimainin, Cil."
"Napa? Yucu, kok?" Kakal masih terus membunyikan belnya, apalagi karena Papa melarang tadi. Semakin dilarang, dia jadi semakin senang. Membuat Papa kesal adalah kesenangan untuk Kakal.
Well, like father like son!
"Berisik, Bociill! Papa kan lagi ngerjain tugas. Kalau lo bunyiin belnya, Papa keganggu."
"Kakal dak ajak Papa main. Kakal main dili, huh!" jawab Kakal lagi. Dia kan sedang bermain sendiri, bukannya meminta Papa ikut bermain dengannya. Kenapa, sih, Papa marah-marah terus? Papa memang aneh!
Kring! Kring! Kring!
"Astagaaa, Bocilll!" Jeffrey menarik napas panjang, lalu dia keluarkan perlahan. "Tahan, tahan, nggak boleh lepas kendali lagi. Nggak boleh pakai emosi. Tahan Jeffrey, tahan!" rapalnya berkali-kali agar kewarasannya tidak lepas. Jeffrey memejamkan mata dengan erat, lalu membukanya. Dia berbalik, memunggunggi Kakal lagi.
Kakal memandang papanya yang semakin terlihat aneh. Dia tuh cuma mau bermain sendiri, tapi papanya malah berisik. Kakal mengayuh lagi sepeda kecilnya untuk mengelilingi ruang bermain.
Kring! Kring! Kring!
Kring! Kring! Kring!
Kring! Kring! Kring!
Suara bel di sepeda Kakal kembali terdengar, memenuhi ruangan bermain. Jeffrey menarik napas panjang, menatap ke arah Kakal yang sedang asik bersepeda.
Demi Dewa yang melindungi planet pluto! Kepala Jeffrey rasanya ingin pecah saat ini juga.
"Kakaallll!" Jeffrey hanya bisa berucap sembari menahan diri agar tidak berteriak sama sekali.
Melihat kekesalan Jeffrey, Kakal malah tertawa keras. Jelas sekali jika bayi empat tahun itu memang sengaja mengganggu papanya.
"Kakal main-main, Papaaa!" tawa Kakal semakin pecah.
Kring! Kring! Kring!
Seperti ada yang putus di kepala Jeffrey saat ini. Kewarasannya. Jeffrey turun dari kursi yang menahan bokongnya sedari tadi. Dia berjalan menuju Kakal, mengejar laju sepeda anaknya.
Kakal yang melihat papanya mendekat pun langsung berteriak heboh, diselingi oleh tawa. "Papaaa! Kakal maaf!" suara cemprengnya terdengar full-power.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa's Diary •√ [Terbit]
Teen Fiction[sebagian chapter diprivate untuk kepentingan penerbitan] • Lika-liku young-adult bernama Jeffrey Sameko Yudhono yang harus membesarkan anaknya, Cakrawala Yudhono, seorang diri. Update setiap hari Rabu(kalau tidak ada halangan).