1. Papa's sanity

1.8K 163 12
                                    

Biasanya tuh para bapak banyak ngomong semacam, "Nak, jangan kayak gini-gitu, ya, blabla," termasuk bapak gue kaann.

Tapi, gue nggak bisa kayak gitu. Bukan karena gue nggak peduli, tapi gue sadar diri sajalah.

Makanya, gue bilang ke anak gue, "Nak, bapak lo, nih, blangsak. Kalo lo mau ngikutin terserah, kalo mau jadi lebih baik, ya, syukur."

—Jeffrey Sameko Yudhoyono


Dari adegan Jeffrey ditampar bolak-balik oleh Yudha. Sarah yang teriak histeris. Dan Kakal nangis bombay di pelukan neneknya. Waktu mengalir begitu saja. Dengan santai, konsisten, seakan-akan penderitaan Jeffrey saat itu bukanlah masalah besar dalam berjalannya tiap detik.

Seperti tebakan Jeffrey, meski orang tuanya marah dan sempat mendiamkan dia selama tiga bulan awal diketahuinya eksistensi Kakal, pada akhirnya Yudha dan Sarah tetaplah orang tua yang tidak akan pernah bisa membenci darah daging mereka sendiri. Bahkan dalam tiga bulan itu pun Yudha serta Sarah masih terus memantau keadaan Kakal, walau mereka tidak mau menemuinya secara langsung kala itu.

Jeffrey paham kalau orang tuanya butuh waktu. Mereka masih harus mencerna segalanya hingga dapat berbaikan dengan keadaan. Dan jelas, itu bukanlah hal yang mudah untuk memaafkan kesalahan besar seperti milik Jeffrey. Kesalahan yang sangat sulit untuk bisa dimengerti dari sudut pandang manapun. Bahkan Jeffrey juga merasa sangat berdosa karena membawa ayah dan ibunya ke titik terendah seperti itu.

Menjaga anak itu sulit. Menjadi single parent juga bukan hal yang mudah untuk Jeffrey lalui. Meski Jeffrey memiliki pekerja, waktu yang dia tetapkan hanya sampai sore. Jeffrey tidak suka orang asing berada di apartemennya terlalu lama, jadi setelah pulang sekolah dia yang menghandle semua urusan rumah. Termasuk menjaga Kakal di dalam kegiatannya itu.

Kakal sering menangis di tengah malam. Dan Jeffrey juga banyak tidak paham tentang apa saja yang harus dia lakukan di situasi seperti itu. Karena dia hanyalah remaja tanggung yang belum pernah menghadapi anak-anak sebelumnya.

Kapan Kakal menangis karena haus. Kapan waktu bayinya itu rewel karena popok yang penuh. Dan kapan saat-saat Kakal memecah heningnya malam karena merasa tidak nyaman.

Jeffrey harus mempelajari segalanya seorang diri. Terlalu terlambat untuk melakukan kelas pra-parenting. Tapi tidak ada waktu yang terlambat untuk memulai di saat dia sudah harus praktik.

Melelahkan, tapi sekali lagi itu adalah tanggung jawab yang harus Jeffrey pikul setelah berani ambil sebuah tindakan.

Meskipun Kakal hadir tanpa adanya persiapan, tapi Jeffrey tidak bisa angkat tangan ketika bayinya telah berwujud di dunia. Karena mau sejelek apa pun sikap Jeffrey selama ini, dia selalu berpegang teguh pada ucapan ayahnya. "Ayah tidak akan membatasi you dalam berbuat sesuatu. Terserah you mau dapat nilai jelek. Terserah you mau mabuk-mabukan juga. Tapi you harus ingat, semua tanggung jawab akan perbuatan you, ada di pundak you sendiri."

Yudha memang berkata akan membiarkan Jeffrey bertindak semau sendiri asal masih bisa menanggung segala beban tanggung jawab akan tindakan yang dia ambil. Namun, Jeffrey juga tahu jika Yudha punya mata-mata yang akan selalu melaporkan kegiatan Jeffrey tiap tiga bulan sekali.

Mungkin Yudha juga sudah tahu jika Jeffrey pernah melakukan one night stand, hanya saja tidak ada yang pernah menduga jika kegiatan itu akan membawa Kakal ke dunia.

"I bukannya tidak mau mengakui Cakrawala as a part of our family. But, I think you harus menunggu sampai lulus sekolah baru memasukkan Cakrawala ke kartu keluarga. You sudah mau lulus, tinggal beberapa bulan lagi. Masih belum terlambat buat mendaftarkan Cakrawala dan membuat kartu kelahirannya saat itu. What do you think?"

Papa's Diary •√ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang