28. Doesn't it clear?

662 104 28
                                    

Kenapa sih semua orang ngarep banget gue capek? Iyaaa, gue nih capek! Gue muak! Tapi gue masih bisa handle semuanya, kok! Lo semua kenapa nggak bisa percaya sama gue, deh?

—Jeffrey Sameko Yudhoyono


Televisi di ruang santai mereka menayangkan acara anak-anak. Dengan sangat tenang, Kakal duduk ditemani semangkuk stroberi yang sudah dibuang daunnya dan dipotong-potong menjadi dua bagian oleh Papa sebagai camilan. Tangan gempal Kakal sesekali memasukkan stroberi ke mulutnya, lalu dia akan terlihat sangat fokus pada apa yang televisi tayangkan dengan mulut bulatnya yang sibuk mengunyah.

Saat ini televisi menayangkan kartun dengan bus kecil berwarna biru sebagai tokoh utamanya. Dan Kakal tidak pernah bosan walau sudah menonton kartun tersebut berkali-kali. Katanya, "Yoyo yucu, Papa. Walna biyu. Kakal cukaaa!"

Jeffrey sendiri berada di dekat Kakal dengan laptopnya yang menyala. Dia masih harus mengebut skripsinya sebelum pergi liburan bersama Kakal hari Kamis nanti, sesuai yang telah ia rencanakan jauh-jauh hari. Selama Jeffrey sibuk mengetik, Kakal juga asik menonton televisi. Mereka berdua bagaikan dua orang asing yang tidak punya kepentingan satu sama lain dan terpaksa berada di ruangan yang sama.

"Papaaa!"

Sampai Kakal yang bosan akhirnya memanggil Jeffrey dengan suara tinggi.

Jeffrey tanpa mengangkat kepalanya menjawab dengan dehaman. Dia baru saja menemukan artikel yang pas untuk skripsinya saat Kakal tiba-tiba memanggil tadi.

"Papaaa! Isshhh, Kakal call-call, yoh!" Karena Papa hanya menjawab seadanya, tentu saja Kakal yang merasa punya kepentingan mendesak itu tidak mau diabaikan begitu saja.

"Bentar, Cil. Gue mau download artikelnya dulu ini."

"Fast-fast, dong!" Kakal memaksa agar papanya segera memberikan perhatian. He needs Papa's attention, right now!

Mendengar suara Kakal yang penuh paksaan membuat Jeffrey berdecak pelan. Dia sudah berhasil menyimpan artikel tadi, sekarang gilirannya untuk menenangkan si bayi yang terlihat memiliki sesuatu yang sangaattt penting untuk dikatakan. "Apa, Cil?" tanya Jeffrey setelah mendongak.

Dapat Jeffrey lihat wajah Kak yang sudah cemberut karena dia terlalu lama menanggapi panggilan anaknya itu. Jeffrey mengangkat tubuh, mendekati Kakal yang melambaikan tangan kecilnya sambil berkata, "Cini, Papaaa!"

"Kenapa, sih, Cil? Berasa dunia bakalan runtuh aja, dah, kalau gue nggak jawab!" goda Jeffrey.

"Look, Papaaa." Kakal menunjuk mangkuk yang sedari tadi berada di pangkuannya. "Empty," ucapnya dengan nada sedih.

Jadi, hal penting yang membuat Kakal berisik dan sangat tidak sabar untuk diperhatikan papanya adalah mangkuk berisi buah stroberi miliknya telah KOSONG. Jeffrey hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar.

"Mau lagi?" tanya Jeffrey, menahan gemas karena perilaku anaknya.

"Um! Kak mau tobeli lagi," jawab anaknya tanpa ragu.

"Tapi kan tadi udah makan banyak, Cil. Ganti makan sayur aja, ya?" Bukannya pelit, tapi Kakal memang sudah makan banyak stroberi hari ini. Jeffrey takut anaknya akan sakit perut jika terlalu banyak makan stroberi.

"Mau tobeli, Papaaa!" rengek Kakal tidak senang.

"Besok lagi, oke? Kalau ganti makan ikan goreng gimana? Atau ayam goreng? Stroberinya besok lagi," tegas Jeffrey.

Wajah Kakal masih terlalu kesal, tapi dia memilih untuk menurut pada papanya. "Mau cucu caja."

"Ya udah, lo duduk yang bagus. Gue bikinin susu dulu. Jangan sentuh laptop gue, paham? Ada kerjaan gue di sana. Kalau kerjaan gue hilang, nanti gue nangis. Lo mau adu nangis sama gue?"

Papa's Diary •√ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang