21. My ex

713 114 47
                                    

Kita mungkin bertemu dengan cara yang salah, tapi kenangan di antara kita jelas bukan hal-hal yang patut untuk disesali.

Maaf ... karena menjadi noda di masa lalu indahmu.

Terima kasih ... karena bertemu denganmu membuatku berubah menjadi orang yang jauh lebih bertanggungjawab.

—Jeffrey Sameko Yudhoyono


"Enggak, Ayah. Aku kan sudah bilang, aku ambil penerbangan malam besok. Setelah selesai acara, aku mau langsung pulang. Kenapa bahas ini lagi, sih?"

Saat ini Jeffrey sedang berada di taksi menuju tempat seminar. Dia berbicara dengan Yudha sembari menempuh perjalanan yang diperkirakan membutuhkan empat puluh menit itu.

"You kan bisa liburan dulu di sana. Why you choose to cepat-cepat pulang?"

Jeffrey sedikit mengendorkan dasinya yang terasa sesak. Padahal tadi dia sudah memasang benda itu agar sesuai, tapi entah kenapa malah terasa sesak saat ini. "Kalau bisa malah aku nggak mau pergi jauh-jauh begini," ucap Jeffrey sambil mencoba memperbaiki dasinya. "Aku sudah janji ke Kakal buat langsung pulang setelah acaranya selesai. Lagian minggu depannya juga kan Jeffrey bakalan pergi ke Hokkaido buat liburan, ngapain liburan di sini lagi?"

"Itu kan berbeda. I mean a holiday for you, just yourself  ...."

"Sama saja, kok," balas Jeffrey cepat. "Aku malah nggak bisa tenang kalau liburan sendiri terus Kakal di rumah tanpa aku. Ini saja Jef sudah pengin kabur buat pulang dan peluk Kakal."

"Oh my-oh my ...."

Jeffrey hanya terkekeh saat mendengar suara ayahnya. Masih saja, padahal dia sudah bilang kalau everythings gonna be alright. Jeffrey tahu kalau Yudha ataupun Ko Jun tuh khawatir sama dia, tapi rasa-rasanya cara mereka yang terlalu memaksa juga tidak bisa dibenarkan. Terutama karena mereka seperti melihat seorang bayi di diri Jeffrey. He's not! He's twenty two!

Lama-lama Jeffrey jadi merasa kalau ayahnya dan Ko Jun melihat Kakal seperti beban untuknya; walau sekali lagi dia juga tahu kalau kedua pria itu tidak mungkin berpikir begitu. Tapi tingkah mereka yang terlalu overprotective juga membuat Jeffrey jadi super risi.

Setiap mereka mengobrol, dari yang bahasnya ikan hias juga nanti dibawa-bawa ke masalah liburan. Dari yang membicarakan tol Semarang, nanti lagi-lagi malah jadi bahas liburan buat Jeffrey. Sama seperti tadi, Yudha awalnya bertanya soal seminar yang akan Jeffrey hadiri, siapa pengisinya, temanya, dan tiba-tiba saja dia bertanya soal pergi liburan dan meminta Jeffrey stay lebih lama di Malaysia saja.

Apa-apa jadi soal liburan, padahal Jeffrey sudah bilang kalau dia akan pergi sama Kakal, bukan cuma dirinya sendiri.

"You serius tidak mau stay lebih lama di sana?" Nah kan, ayahnya itu memang tidak mudah melepas topik liburan itu.

Dan tentunya Jeffrey masih akan setia dengan pendiriannya sendiri. "Iya."

"Sudah final?"

"Iya, Ayah!" Jeffrey berdecak pelan karena mulai kesal. Dapat dia bayangkan wajah Yudha yang mencoba meyakinkan akan pernyataan yang Jeffrey ambil tadi.

"Kalau you mau stay lebih lama, Ayah sama Ibu siap jaga Kakal di sini, kok. You tahu itu, 'kan?"

"I know, tapi Jeffrey akan tetap pulang sesuai jadwal," balas Jeffrey tegas, tidak goyah dengan jawaban miliknya. Dia tidak akan berubah pikiran walau Yudha mau bertanya seribu kalipun.

"Ya sudah kalau you sudah final seperti itu."

Jeffrey mendengkus pendek. Ayahnya memang dramatis. Mungkin saat ini Yudha sedang memasang ekspresi super sedih karena saran yang dia berikan terus saja ditolak oleh Jeffrey. Tapi Jeffrey berusaha tidak peduli. Dia akan tetap pulang sesuai dengan janji yang dia berikan pada Kakal kemarin.

Papa's Diary •√ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang