Pelgi main-main. Main pacil. Main ail. Main keyang. Tenang-tenang. Hepi-hepi, yeeyyy!
I'm happy!
—Cakrawala Yudhoyono
•
"Astaga, Jeffrey. You sudah seperti young dad yang habis dicerai istri saja. Hebat sekali you bisa urus semua ini sendiri."Tawa menggelegar Yudha tidak membuat Jeffrey kesal sedikit pun. Pada kenyataannya, Jeffrey memang papa muda. Bedanya dia belum pernah menikah, belum pernah punya istri, apalagi digugat cerai sama istrinya.
Pergi liburan dengan membawa bayi memang selalu merepotkan. Ada banyak barang yang harus dibawa. Ada banyak perlengkapan yang tidak boleh tertinggal. Dan ada banyak obat-obatan yang mesti disiapkan, karena meskipun saat ini Kakal terlihat sehat wal afiyat, belum tentu saat di tempat tujuan nanti dia akan tetap sesehat saat ini. Jeffrey harus bisa siap dan siaga di segala keadaan.
Sebenarnya, jika Jeffrey membawa pengasuhnya Kakal, dia tidak perlu serempong sekarang. Tapi, tetap saja. Buat Jeffrey, liburan keluarga hanya perlu diisi oleh keluarga saja. Kalau kata Sarah, Jeffrey itu mempekerjakan pengasuh hanya untuk formalitas belaka. Apalagi sekarang dia lebih sibuk mengurus segalanya tentang Kakal seorang diri tanpa bantuan bibi pengasuhnya.
"Sini, Ayah bantu."
"Tidak perlu. Ini sudah selesai, kok," tolak Jeffrey cepat saat ayahnya sudah mau bergerak mengambil salah satu bawaan. Jeffrey tidak bisa percaya sama ayahnya, karena setahu Jeffrey, ayahnya itu sejak kecil selalu diurusi oleh personal assistant. Sama seperti ibu, koko dan istri kokonya.
Jeffrey sendiri dulu punya personal assistant, tapi sudah berhenti dan dipekerjakan di kantor karena Jeffrey yang terlalu enggan diikuti dan diberitahu untuk segala hal yang harus dia lakukan. Jeffrey merasa dia bisa melakukan semua itu seorang diri, yang penting ada uangnya saja. "Everythings gonna be alright if we have money," kata Jeffrey pada orang tuanya saat dia membujuk untuk mandiri dulu.
Jeffrey memasukkan tas terakhir yang akan dia bawa ke vila. Jika dilihat, barang bawaan Jeffrey itu delapan puluh persen milik Kakal, sedangkan dia sendiri hanya menyiapkan baju bersih dan sepatu serta sandal, tidak lupa dia juga memasukkan dompet ke dalam sakunya.
"Papaaa! Yama cekayii, ciii! Kakal cudaa mau pelgi, tauuu!"
Kedua tangan kecil Kakal berada di pinggang. Mata bulat anak itu melotot ke arah papanya. Sedari tadi Kakal memang sudah tidak sabar untuk pergi, tapi Opa dan Oma terus berkata kalau mereka harus menunggu Papa. Makanya, Kakal sekarang sedang kesal dengan papanya. Papa terlalu lama.
Hari ini Kakal tampil dengan lebih sederhana dibanding hari biasa. Dia hanya memakai kaos polos berwarna putih, celana polos berwarna hitam, lalu topi yang mirip dengan milik Papa, sepatu olahraga kecil yang mirip punya Papa, dan tidak lupa Kakal juga memakai kacamata hitam seperti punya Papa. Hari ini Kakal seperti Papa versi mini. Jangan lupakan, rambutnya juga sudah ditata dengan gel yang dingin-dingin, jadi dia sudah sangat tampan.
"Iya, Cil, iyaaa. Udah selesai ini. Berisik, ah!"
Jeffrey menjawab setengah abai. Dia juga jadi super sibuk karena harus mempersiapkan kebutuhan Kakal, bukan kebutuhannya sendiri. Kakal dan sikap soknya itu memang menyebalkan.
"PAPA BUAT KAKAL BICIK! PAPA YAMA! KAKAL CUDAA CEYECE DALI TADI TAUUU! PAPA BUAT KECAL!" teriak Kakal, tidak terima dikatai berisik oleh papanya.
"Hadehh, iya, Cil, iya. Ayo, naik. Makin lama nanti."
"PAPA YANG YAMAA!" teriak Kakal lagi. Pokoknya Papa yang salah di sini, bukan Kakal.
"Iya, gue yang lama. Udah." Jeffrey mendengkus pelan. Dia ingin perdebatan mereka segera selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa's Diary •√ [Terbit]
Fiksi Remaja[sebagian chapter diprivate untuk kepentingan penerbitan] • Lika-liku young-adult bernama Jeffrey Sameko Yudhono yang harus membesarkan anaknya, Cakrawala Yudhono, seorang diri. Update setiap hari Rabu(kalau tidak ada halangan).