You masih muda, masih banyak yang bisa dipelajari. Even you make a mistake in this moments, you masih bisa memperbaikinya. Itu sesuatu yang not impossible.
So, don't give up. Never give up. Cause we are family. We won't buang you. We will help you to repair it.
—Yudha Yudhistira Yudhoyono
•
Padahal setelah makan siang Jeffrey niatnya mau menidurkan Kakal saja, sedangkan dia sendiri akan lanjut mengerjakan skripsi. Tapi setelah melihat kulkas tadi pagi, Jeffrey merasa jika dia harus melakukan belanja bulanan. Stok makanan mereka sudah menipis, terutama susu bubuk Kakal yang sudah tidak tersisa sama sekali selain satu kotak saja. Jadi, mau tidak mau Jeffrey harus memaksa diri untuk keluar rumah hari ini."Lo nggak tidur aja, Cil? Enggak usah ikut gue belanja. Gue suruh Johnny ke sini, deh. Gimana?"
Di bawah sana, Kakal memasang wajah cemberut setelah Jeffrey berucap. Padahal dia sudah siap untuk pergi belanja bersama Papa. Enak saja Papa mau asal pergi tanpa membawanya. Papa pasti mau bersenang-senang sendiri, lalu beli banyak hal yang bagus tanpa mengajak Kakal. Tidak bisa dibiarkan. Kakal tidak akan membiarkan Papa senang-senang sendirian tanpanya.
"Kakal kut! Kakal mau kut Papaa!"
Well, kalau menilik dari niat hati Jeffrey, tentu saja berbeda dari apa yang Kakal pikirkan tadi. Jeffrey hanya tidak mau jika anaknya kurang tidur dan jadi sangat rewel nantinya. Dia tidak tega jika melihat Kakal kurang istirahat.
"Enggak di rumah saja? Enggak mau main sama Johnny saja, nih? Papa mau telponin Johnny loh ini, beneran nggak mau?"
"Mamau! Kakal mau kut Papa!" Dengan keras kepala Kakal menjawab. Dia tidak goyah sama sekali pada bujukan Papa walau nama Johnny dibawa-bawa. Pokoknya Kakal harus ikut Papa pergi. Kakal mau ikut belanja.
Karena Kakal yang tidak juga menyerah, Jeffrey akhirnya pasrah saja. Anaknya sangat keras kepala memang. Entah mirip siapa.
"Ya udah." Jeffrey mendengkus pelan saat Kakal melompat kegirangan. "Ayo, nanti makan malam di luar saja."
Papa itu sangat jarang mengajak Kakal makan di luar. Katanya bisa buat sakit nanti. Kakal sih tidak terlalu peduli, karena masakan Papa sendiri sangat enak. Kakal suka sama makanan yang Papa buatkan. Bukan berarti dia tidak senang diajak makan di luar. Kalau sesekali, dia juga sukaaaa. Sangat sukaaa.
"Ote, Papaaa!"
Tangan kecil Kakal mengait pada jemari Papa. Sekarang mereka akan pergi belanja bulanan dan mengisi kulkas hingga gemuk. Kakal tidak sabar sekali.
•
Meskipun hari kerja, pengunjung swalayan tidak pernah padam jumlahnya. Walau tidak sebanyak saat weekend, tetap saja jumlah yang ada membuat Jeffrey tidak bisa melepaskan pandangan dari Kakal yang mengekor dengan baik di belakangnya.Kakal sendiri mendorong troli kecil di belakang tubuh Papa. Dia mau ikut membantu dengan mengambilkan barang-barang belanjaan; yang kebanyakan trolinya berisi mainan dan camilan untuk dirinya sendiri. Kakal cekikikan, senang sekali bisa memasukkan satu per satu barang ke trolinya. Terutama permen yang sudah berbungkus-bungkus tergeletak di sana.
Tangan kecil Kakal sudah siap mengambil bungkus lain ketika suara Jeffrey terdengar datar, "Kalau lo ambil permen lagi, gue balikin semuanya ke etalase."
Tentu saja pernyataan itu segera membuat mata bulat Kakal membola. Papa memang jarang serius orangnya, tapi Kakal tahu kalau saat ini Papa tidak sedang bermain-main.
"Balikin yang tiga bungkus. Ambil satu saja."
"Uwa, ya?" ucap Kakal, mencoba untuk membujuk papanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa's Diary •√ [Terbit]
Teen Fiction[sebagian chapter diprivate untuk kepentingan penerbitan] • Lika-liku young-adult bernama Jeffrey Sameko Yudhono yang harus membesarkan anaknya, Cakrawala Yudhono, seorang diri. Update setiap hari Rabu(kalau tidak ada halangan).