Orang tua juga bisa lelah. Meski tidak sesering saat masih sendirian dulu, orang tua juga butuh waktu untuk diri mereka sendiri. Itu bukan sikap yang egois, karena kewarasan orang tua adalah kebahagiaan anak.
—Sarah Wong
•
"Babaaiii Uncle Jun! Babaaiii Aunty Renee! Babaaiii Unii!"Tangan kecil Kakal dengan sangat bersemangat melambai ke arah keluarga Ko Jun. Mulutnya juga tersungging lebar, tidak bisa menutupi kebahagiaan di wajah manisnya sedari tadi.
Pulang dari vila tadi, Ko Jun sekeluarga memang mampir dulu ke apartemen Jeffrey. Sedangkan Yudha dan Sarah langsung pamit pulang setelah mengantar Jeffrey dan Kakal karena mereka ada urusan.
Kakal yang masih ingin bermain tentunya sangat senang bisa bersama Johnny sedikit lebih lama lagi. Mereka berdua sangat asik menyusun lego, sedangkan Jeffrey, Ko Jun dan Ci Irene membuat makan malam.
"Gue tebak, kalian mau bahas hal yang sama dengan ayah, ya?"
Di tengah-tengah kesibukan mereka menyiapkan semua alat dan bahan, Jeffrey yang sedang memilih pisau berkata. Dia hanya menebak-nebak saja alasan Ko Jun sekeluarga sampai masih menetap di rumahnya, padahal mereka tidak punya urusan apa-apa.
"Makanya, kalian sampai mampir ke rumah gue, 'kan?" ucap Jeffrey lagi.
Ko Jun dan Ci Irene sempat saling melirik sebentar, seperti memilih siapa yang harus menjawab kata demi kata yang Jeffrey ucapkan lewat sorot mata masing-masing. Pada akhirnya Ko Jun yang menarik napas panjang, menggeleng. "Satunya benar, satunya salah," balasnya.
"Hm?"
"Iya, kami memang mau bahas soal kamu yang harus pergi liburan buat refreshing. Kalau semisal kamu mau pergi, kami bisa jaga Kakal buat kamu."
"Oh," tanggap Jeffrey tidak berminat.
"Tapi bukan karena itu kami mampir kemari. Kami datang, ya karena memang mau datang. Makan malam bersama kan tidak seburuk itu?"
Kedua tangan Jeffrey menerima bahan-bahan yang sudah Ci Irene ambil. Dia memisahkan bahan untuk dicuci. "Emang gue ngomong apa, Ko?"
"Ya, kamu tidak ngomong apa-apa memang," dengkus Ko Jun. "Tapi, siapa yang tahu pikiran kamu?"
"Ko Jun nggak usah terlalu jauh mikirnya. Gue nggak marah, nggak tersinggung juga, kok. Lo, ayah, sama ibu tuh kenapa pada suka overthinking sama pikiran gue deh?" dengkus Jeffrey.
Ko Jun hanya tersenyum saja mendengar rentetan ucapan dari bibir tipis adiknya. Entah jika itu berhubungan dengan pikiran orang tua mereka, tapi untuk Ko Jun sendiri dia tidak mau adiknya masuk ke lubang kesalahan sekali lagi. Dia tidak mau bersikap abai seperti dulu hingga kecolongan. Jeffrey mungkin akan risi dengan perhatian yang Ko Jun berikan, tapi itu jauh lebih baik daripada membiarkan Jeffrey kebingungan tanpa ada tempat bersandar di dunia yang luas ini.
Karena mereka adalah keluarga. Dan keluarga adalah sebaik-baiknya rumah untuk setiap anak. Ko Jun ingin menjadi rumah kokoh untuk keluarganya sendiri, dan juga Jeffrey, adiknya.
"Jeffrey sudah besar, ya?"
Satu ungkapan itu membuat Jeffrey terdiam sesaat. Dia melirik Ko Jun sebentar, lalu segera mengalihkan pandang saat tahu jika kokonya sedang menatap penuh perasaan ke arahnya. Perasaan bangga seorang koko pada adiknya. Perasaan haru seakan-akan melihat anak yang dia asuh telah tumbuh dewasa. Jeffrey seperti mendapatkan semua perasaan aneh itu hanya lewat lirikan sekilas pada manik milik Ko Jun.
"Koko apaan, sih, Jef kan emang sudah gede!" dengkus Jeffrey, berusaha menghilangkan rasa canggungnya. Dia memang selalu canggung berada di samping kokonya itu, tapi kali ini seperti jauuhhh berbeda. Jeffrey merasa kikuk dan salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa's Diary •√ [Terbit]
Fiksi Remaja[sebagian chapter diprivate untuk kepentingan penerbitan] • Lika-liku young-adult bernama Jeffrey Sameko Yudhono yang harus membesarkan anaknya, Cakrawala Yudhono, seorang diri. Update setiap hari Rabu(kalau tidak ada halangan).