27. We got lost

703 107 17
                                    

Saya sendiri masih belum paham soal menjadi orang tua yang baik itu bagaimana. Setiap hari saya terus belajar hal baru. Saya belajar dan memperbaiki setiap kesalahan yang saya perbuat.

Kamu tahu, menjadi orang tua itu pekerjaan seumur hidup. Ada lelah, ada bosan, tapi tidak boleh berpikir untuk resign.

—Arjuna Langit Yudhoyono


"Papa benal bica dapat ikan banak-banak?"

Pertanyaan yang Kakal ajukan sedari mereka mau pergi sampai mereka tiba di lokasi memancing, terdengar seolah-olah meragukan kemampuan Jeffrey. Memang, sih, ini baru kali pertama buat Jeffrey pergi ke pemancingan. Dan juga kali pertama buat Jeffrey pergi memancing. Jeffrey memang masih amatiran. Tapi, tidak perlu sampai seperti itu, dong kalau mau meragukan. Si bocil memang kadang-kadang, hm ....

"Nanti gue tangkepin ikan paling gede, dah, biar lo puas. Ikan paus sekalian" Jeffrey berucap asal karena sudah bosan menanggapi pertanyaan menyebalkan dari anaknya.

"Huh, bobong cekayi!" Kakal terkikik, lalu tidak lupa dia juga mengejek Papa dengan bilang, "Kayo Papa dak bica ambil ikan mana?"

"Gue beliin di pasar nanti," balas Jeffrey berusaha mengakhiri percakapan mereka.

"Ohh, pegii pacal?" Untungnya Kakal tidak lagi membahas apa Papa bisa mengambil ikan atau tidak nantinya.

"Iyaaa."

"Hihi, okie!" Kakal memberikan jempol pada papanya sebelum berbalik. Anak itu sudah sibuk melihat-lihat sekitar dengan penuh semangat. Tentu saja karena ini juga kali pertama Kakal pergi ke pemancingan.

"Papa, Pak Jamal mana?"

Saat Jeffrey sibuk menurunkan alat memancing mereka nanti, Kakal celingukan mencari keberadaan Pak Jamal.

Pak Jamal itu teman yang Papa temui di gym. Dan Kakal pertama kali bertemu dengannya saat memaksa ikut pergi ke gym bersama Papa. Walau Papa punya tempat gym pribadi di rumah, sesekali Papa pergi keluar; mengikuti saran Opa, Oma, Ko Jun, dan Ci Irene. Dan di sanalah Papa bertemu dengan Pak Jamal.

Sebenarnya Pak Jamal itu lebih muda dari Papa. Tapi Kakal sukaaa sekali memanggilnya dengan panggilan "Pak" dan suaranya entah kenapa jadi super medok saat menyebutkan nama itu.

Jeffrey sendiri masih penasaran akan misteri Kakal dan nama Pak Jamal. Apalagi anaknya ngotot maunya panggil Pak Jamal, bukan uncle ataupun koko.

"Ada, sudah di dalam." Jeffrey menjawab sebentar pertanyaan Kakal tadi sebelum dia kembali sibuk mengambil tas kecil Kakal yang berisi mainan, camilan, beberapa obat darurat, dan tidak lupa botol susunya si bayi.

"Papa, fast-fast, dong! Yama cekayii dehhh!" Mendengar kalau Pak Jamal sudah di dalam membuat Kakal jadi tidak sabar untuk cepat menyusul. Kaka berkali-kali meminta Papa agar bergegas, tapi Papa itu tidak terusik sama sekali. Papa tetap mengecek dengan seksama semua bawaan mereka yang membuat Kakal semakin menampakkan wajah galaknya.

"Ayo, Cil!" ajak Papa setelah berhasil mengeluarkan semua barang bawaan mereka.

"Papa yama!"

"Lama juga karena nyiapin barang lo ini," ucap Jeffrey yang segera dibalas kikikan kecil Kakal. "Udah, ayo. Keburu ikannya habis nanti."

"Ayo, Papaaa!" Kakal berseru senang. Anak itu berjalan di samping kiri Papa. Karena tangan Papa penuh, jadinya tangan kecil Kakal menggenggam erat kaos yang Papa kenakan.

"Pak Jamal!" seru Kakal senang saat dia akhirnya menemukan sosok yang dicarinya sedari tadi.

"Jangan lari, Cil, ah!" Jeffrey mencoba memperingatkan, tapi Kakal tidak menggubris sama sekali. Anak itu sudah melepaskan kaos Jeffrey dan berlari menyusul Pak Jamal yang duduk di dekat kolam.

Papa's Diary •√ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang