Sayang-sayangku, makasih ya buat banyak-banyak komennya di bab kemarin
Aku udah much better sekarang, dan aku kasih new update karena merasa sangat berterima kasih sama kalian yang sudah mau aktif di bab sebelumnya, hehe
Semangat nunggu azan magribnya
Hmm, kalian baca bab ini jam berapa, deh?
Happy reading, sayang-sayangku~
With Love,
Cikinini
•
Papa ... I love you.
—Cakrawala Yudhoyono
•
Selama sisa liburan di vila, Kakal tidak bisa bermain sama sekali karena meski terlihat sehat, anak itu masih sering batuk, pilek, dan suhu tubuhnya juga baru reda. Jeffrey tentu saja memilih untuk menemani anaknya daripada pergi keluar, karena dia tahu Kakal tidak akan mau ditinggal olehnya. Lalu, karena takut Jeffrey kewalahan, Oma akhirnya memutuskan untuk ikut diam di vila saja, dan tentunya Opa mengambil keputusan serupa. Sisanya hanya keluarga Ko Jun saja yang bermain keluar, dan itupun karena paksaan dari Jeffrey, Opa, dan Oma.Jeffrey dan Opa duduk di beranda vila. Mereka saling berhadapan dengan satu meja dan papan catur di atasnya, menemani waktu senggang untuk keduanya. Saat ini Kakal sedang tidur siang, jadi Jeffrey bisa istirahat sejenak dari kejahilan anak itu. Karena saat menyadari jika Jeffrey tidak marah akan segala kemauannya yang agak tidak masuk akal, Kakal jadi sedikit berlebihan dalam menakali papanya. Jeffrey pun menyadari itu, tapi dia memilih diam saja daripada mengeluarkan tanduk dan mereka bisa berakhir dengan pertengkaran tak penting. Kakal sedang sakit, jadi Jeffrey menjadi lebih lembut untuk anaknya.
Opa pernah bilang saat Jeffrey masih cukup kecil dulu, bermain catur itu bisa membuat otak menjadi lebih sehat karena diajak berpikir dan bermain pada waktu yang sama. Jeffrey juga ingat jika dia sering diajak berdiskusi sambil memainkan papan catur saat masih duduk di bangku sekolah dulu. Diskusi yang membuat Jeffrey jadi ikut terhanyut dalam tiap permainan mereka. Diskusi yang tidak terasa canggung atau menekan karena dilakukan sambil bermain di saat bersamaan.
"You sepertinya need a trip, deh, Jef." Setelah menggerakkan salah satu bidak miliknya, Opa berucap dengan nada suara yang terdengar tegas, tapi ada kelembutan yang dapat Jeffrey tangkap. Opa tidak mengangkat kepala sama sekali ketika Jeffrey menoleh ke arahnya, terlihat lebih fokus pada papan catur yang mereka hadapi daripada satu kalimat yang sempat terucap tadi.
Seperti yang Jeffrey duga, ayahnya tidak mungkin hanya mengajak bermain saja tanpa ada yang mau dibicarakan. Mungkin Opa pikir Jeffrey terlalu lelah akhir-akhir ini karena harus menjaga Kakal dan mengerjakan skripsi di saat yang sama. Atau mungkin ada alasan lain untuk mereka bahas bersama.
Jeffrey mengangkat salah satu bidaknya setelah berpikir sejenak, lalu menempatkan bidak tersebut ketika sudah yakin dengan jalan yang akan diambilnya. "Jeffrey kan sedang sibuk sama skripsi. Trip apaan, sih, Yah?" dengkusnya pelan. Sedikitnya dia memang mencoba mengelak.
Jeffrey tidak berpikir kalau dia butuh perjalanan sendiri, apalagi itu artinya dia harus jauh dari anaknya, Kakal. Dia sudah terlalu sibuk sekarang, dan tidak berniat menambah kesibukan dengan melakukan sebuah perjalanan yang memungkinkan rasa cemas akan terus mengisi tiap langkah yang diambilnya. Jeffrey tidak yakin dia akan mampu mengambil meninggalkan Kakal pada orang lain, tanpa dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa's Diary •√ [Terbit]
Teen Fiction[sebagian chapter diprivate untuk kepentingan penerbitan] • Lika-liku young-adult bernama Jeffrey Sameko Yudhono yang harus membesarkan anaknya, Cakrawala Yudhono, seorang diri. Update setiap hari Rabu(kalau tidak ada halangan).