Hei, Papa. Gimana kabar? Still under control, right?
Aku di sini baik-baik saja, cuma kadang jengkel kalau dengar Mommy ngoceh. So many things diomelinya. Sebelum nulis surat ini kami ribut juga. Coba tebak karena apa? Gara-gara aku diantar pulang Sakha. Konyol, kan?
Sakha just get his SIM, dan dia seperti biasa mau "pamer". Mommy ragu dia bisa bawa motor makanya ngelarang. Sakha dapat SIM tanpa calo, Pa. Jadi masa dilarang-larang?
I'm so done when Mommy said, "Tante Arin bilang Sakha nubruk gerbang rumah bulan lalu. Kalau nanti kecelakaan lagi gimana?"
Tolong Papa bilangin Mommy, dong. Aku udah gede, umurku bulan depan 17 tahun. No need to worry, lah.
Btw Pa, followers channelku udah 100 ribu, yeay! Everyone loves my cover song using ukulele yang Papa kasih. Beli di mana sih itu? Sampai sekarang masih awet, cuma warnanya saja yang mulai pudar.
Oiyaa menjelang sweet seventeen, entah kenapa ada banyak hal yang bikin aku khawatir. Mommy bilang itu normal. Tapi I don't know, ya. Sometimes aku mimpi aneh. Papa yang ngebentak sambil melotot, bilang soal obat, pokoknya nggak make sense. Ada juga sih mimpi yang bikin seneng. Waktu kita pertama kali ketemu. Inget nggak?
Waktu itu umurku 5 tahun. Kita ketemu di kafe. Mommy nunggu di ujung sambil ngawasin kita. Aku senang banget soalnya Papa ternyata ganteng parah. Apalagi giginya bagus. Papa yang negur duluan, soalnya aku cuma lihatin sambil mikir "ini beneran ayahku?"
Terus Papa juga kelihatan canggung. Garuk-garuk tengkuk sambil cari topik obrolan. Dan dari sekian banyak topik, Papa justru bilang, "makasih ya udah mau ketemu." Tahu nggak? Itu berkesan banget. Aku kira Papa seperti yang dibilang Mommy, nggak mau aku ganggu. Aku jadi nggak sabar buat bilang sama orang-orang kalau aku punya ayah yang baik.
Dulu emang parah banget, sih. Apalagi sepupu-sepupu dari Opa. Mereka sering banget ngatain aku. Papa jangan bilang Mommy, ya. Ini nggak pernah kuceritain. Pernah satu kali Connie, Sasha, dan Jean bilang gini.
"Qwin, yang boleh ikut nonton F1 cuma yang punya ayah."
"Iya, Mommy kamu mana ngerti F1. Dia bisanya cuma marah-marah soal kerjaan kantor."
"Qwin nggak punya ayah karena nakal, sih. Mommy kamu juga garang kayak nenek sihir, siapa yang mau. Hahaha."
Habis itu kupukul mereka satu-satu. Begonya, yang dimarahin malah aku. Opa narik aku ke belakang rumah. Matanya melotot seram.
"Dasar anak haram! Adatmu ini jelek banget! Mirip bapak kamu!"
Waktu itu aku nggak ngerti maksudnya, cuma takut karena dipelototin. Terus agak senang juga hahaha, karena dibilang mirip bapak. Kan, secara nggak langsung Opa tahu soal bapakku.
Balik lagi ke topik 17 tahun, ya. Samar-samar aku juga kayak back to 8 or 9 years old. Waktu itu rasanya benci banget sama Opa, gara-gara dia marahin Papa. I don't really remember for the details, but aku ngerasa waktu itu dia keterlaluan. Setelah neriakin aku anak haram (untuk kesekian kali), dia juga bikin kepala Papa berdarah-darah. Ya gak sih?
Buat sweet seventeen nanti, aku gak mau terlalu ngarep. If you still can't join then it's okay. Aku tahu bukan saatnya act like a kid lagi. Urusan Papa juga pasti banyak. Tolong balas surat ini with your update selfie, ya. I really miss you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaus Kaki yang Hilang
ChickLitBagi Malvi, menjalani hubungan dengan Sagan bukanlah sesuatu yang mudah. Lelaki itu bukan cuma sudah punya anak, Malvi pun merasa kekasihnya itu belum menyelesaikan masa lalunya. Setiap hari dirinya mengumpulkan alasan untuk mempertahankan hubungan...