Menderita

1.4K 217 97
                                    

Qwin turun dari mobil dengan wajah cemberut. Pengasuhnya memanggil-manggil tapi anak itu tidak mau mendengar. Ia juga merangsek ke kamar tanpa melepas sepatu. Kalau Oma atau Opa tahu, dia pasti dimarahi.

Dengan uring-uringan, anak berambut lurus sebahu itu melepas ransel, bando, juga dasi tanpa arah. Sepatu dan kaus kaki dilempar dengan asal. Tanpa cuci tangan maupun kaki, ia langsung melompat ke kasur. Biar saja dimarahi. Sekarang Qwin sedang kesal!

"Get out!" Ia berteriak ketika melihat siluet pengasuhnya di daun pintu. "Leave me alone, Suster. Please!"

"Qwin kenapa? Sini cerita sama Suster."

Qwin menghampiri pintu, membanting, dan menguncinya. Sebelum kembali ke kasur, anak itu melihat ke arah meja. Figura di sana membuat air matanya menggenang. Foto itu menampakkan Papa dan Qwin, tertawa seru karena saat itu diambil saat mereka naik patung my little pony raksasa. Cepat-cepat Qwin membalikkan foto itu. Papa jahat! Papa nggak sayang Qwin! Begitu hatinya merutuk.

At the first, Qwin senang karena bisa melihat Papa dari jauh. Kalau tidak sengaja begini Mommy will not angry. Qwin kangen Papa sooo much. Sudah dua minggu lebih mereka terpisah.

Tapi ternyata Papa looks so happy. Dia bahkan gendong-gendongan dengan Tante Malvi di jalan. Papa tidak sedih seperti Qwin. Tidakkah Papa tahu? Setiap malam dia berdoa agar bisa bertemu. Setiap saat hanya bisa sabar. Mau tanya Mommy tidak berani. Minta tolong Oma atau Opa juga mustahil. Huh!

"Papa is not bad, dia baik sama aku."

Qwin pernah bicara begitu. Berdebat dengan Mommy. Dia masih tidak paham kenapa perjumpaannya dengan Papa selalu dibatasi. Kenapa Mommy always angry.

"Mommy, please. Two days are not enough. Aku mau ketemu Papa setiap hari."

"Can't. Nggak bisa, Qwin."

"Why?"

"Ask him!"

Setelah mengatakannya Mommy memalingkan muka. Wajahnya sedih, ada air di matanya. Kalau sudah begitu, Qwin jadi tidak tega. Rasa bersalahnya menguasai. Mau tidak mau, ia menjeda rengekannya. Menerima berat hati. Papa bilang, Papa mau ketemu Qwin setiap hari. Tapi Qwin harus nurut perkataan Mommy.

"He broke Mommy's heart into a pieces, Qwin."

Beda Mommy, beda pula jawaban Oma dan Opa. Mereka bilang Papa jahat. Papa nggak sayang Qwin. Mereka bilang dulu Papa nggak seperti sekarang. Qwin tidak mengerti. Keluarganya beda dengan anak-anak lain. Jeff misalnya, walau Mami Papi suka ribut tapi tetap bersama. Atau Kancil, his Ayah and his Mama awalnya nggak together. Kenapa Papa dan Mommy nggak kayak mereka?

Ternyata Papa memang bad! Dia lebih suka berteman dengan Tante Malvi yang jahat itu! Kasihan Mommy. Dia masih sakit. Belum boleh go home. Doctor said she needs some treatment di rumah sakit.

Qwin memeluk lutut sambil menangis. Dia mau hug Mommy. Jam segini pasti Mommy lagi tidur. Nanti jam empat Mommy akan belajar jalan, dipijat perawat, atau latihan pegang sesuatu. Qwin mau jenguk Mommy!

"Qwin, Sayang? Ayo, makan dulu."

Qwin menyeka wajahnya yang becek. Ketukan di luar kamar membuatnya beringsut. Pelan-pelan dia menghampiri wanita di luar kamar.

"Setelah makan boleh ketemu Mommy?" tanyanya langsung.

"Tadi pagi sudah ketemu."

"Mau ketemu Mommy!" sahut Qwin sambil menggerak-gerakkan kaki. "Please, Suster. I'm begging you."

Kaus Kaki yang HilangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang