"Baru masuk sudah bikin pusing. Revisi inilah, revisi itulah. Ngajak meeting malam pula. Sinting emang!"
"Lah, lu masih mending. Lihat Pak Budi sama Koh Agung. Diminta rekap data selama dia nggak masuk. Harus beres besok pagi."
"Tahu gini harusnya didoain nggak pernah sembuh, ya. Habis kecelakaan bukannya tobat, malah makin gila si Panah Runcing. Hadeuh."
Aturan pertama menjadi budak korporat : satu, jangan bergosip di toilet. Walau sudah menggunakan panggilan rahasia, jangan sekali-sekali mengeluhkan pekerjaan di toilet, apalagi jika ada satu bilik tertutup. Kalau sedang sial, tempat tersebut didiami "ember bocor", atau bahkan sang bahan gosip.
"Kalau meeting nanti gue kena lagi, fix bakalan resign, sih. Capek banget ngadepin bos gila kayak Bu Lett—— si Panah Runcing."
Ketika obrolan berlanjut, Arletta memilih bungkam. Ia bisa saja keluar dari bilik toilet lalu menemui para karyawati yang makin gencar mengeluhkan kehadirannya. Tapi demi menjaga harga diri, ia memilih diam untuk beberapa menit.
Ndoro, Nona Muda, Malaikat Maut, dan masih banyak lagi panggilan yang disematkan untuk Arletta. Yang terbaru adalah si Panah Runcing. Mungkin merujuk pada namanya, Arbaletta, berupa senjata perang yang bentuknya perpaduan antara senapan (di bagian bidik) dan panah (di bagian peluru).
Arletta memang dibenci hampir semua bawahan. Sebagai bos, sekaligus calon pewaris Kanara Group, banyak yang tidak suka padanya. Kalau bukan karena kebutuhan, rasanya mereka tidak sudi bekerja dengannya. Tiap hari ada saja tingkahnya.
"Sebelum ngirim dicek dulu nggak, sih? Ini lebar tabelnya nggak sama. Nggak enak dibaca. Kenapa juga ini font tulisannya beda?"
...
"Profesional dikit kalau kerja. Kamu itu dibayar bukan untuk jadi operator, yang cuma nerusin e-mail. Dianalisis dulu, dong. Jangan main hantam."
...
"Pokoknya nggak boleh ada yang pulang sampai ini selesai! Kalau perlu nginep, nginep kalian semua!"
...
"Bisa selesai jam berapa? Sudah satu jam saya nunggu."
...
Kurang lebih seperti itu.
Dan seperti bos pada umumnya, Arletta berpredikat gemilang di mata para petinggi. Datanya lengkap, laporannya rapi, pekerjaannya sempurna. Dia tidak cuma jago showing, tapi juga tahu seluk beluk kerjaan sampai hal detail.
Dibanding orang-orang selevelnya, Arletta dinilai sebagai yang paling-paling. Bukan saja usianya paling muda, tapi juga karena dia satu-satunya perempuan di jajaran pilar utama perusahaan. Tidak heran kalau sang direktur utama, alias ayahnya, amat memercayakan segalanya pada Arletta. Hanya soal waktu dia bisa menempati tahta tertinggi.
"Anak dirut mah bisanya cuma merintah."
...
"Coba perhatiin saja. Pasti pulangnya on time terus. Pewaris, kan, bebas."
...
"Bukan cuma pulang, tapi datang juga bakal seenaknya. Beda dengan kita-kita yang kroco."
...
Awal bergabung dengan Kanara Group, hampir semua karyawan meragukan Arletta. Si pewaris, si penikmat privilage, si ini, si itu. Tidak ada gunanya Arletta melabrak. Sampai akhirnya mereka lihat sendiri hasil kerjanya, gunjingan itupun berubah.
Karirnya dalam lima tahun ini memang terhitung bombastis. Dua tahun masih staff biasa. Tahun berikutnya naik menjadi asisten manajer. Tahun selanjutnya menjadi manajer. Sekarang posisinya adalah manajer umum, salah satu pilar tertinggi sebelum direktur utama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaus Kaki yang Hilang
Chick-LitBagi Malvi, menjalani hubungan dengan Sagan bukanlah sesuatu yang mudah. Lelaki itu bukan cuma sudah punya anak, Malvi pun merasa kekasihnya itu belum menyelesaikan masa lalunya. Setiap hari dirinya mengumpulkan alasan untuk mempertahankan hubungan...