Différent ; 53. Ruka and Her Pain

1.1K 166 41
                                    

HAPPY READING

"Bagaimana keadaan di sana?"

Helaan napas jelas terdengar di telinga Yoshi. Laki-laki yang kini tengah bersantai di bangku taman belakang itu hanya bisa menguatkan hatinya saat seseorang di seberang mengutarakan sebuah kabar.

"Tidak ada yang baik. Kondisi Rora benar-benar mengkhawatirkan sekarang."

Yoshi menggigit pipi dalamnya, hanya untuk menyingkirkan perasaan sedih yang tiba-tiba muncul. Laki-laki berkebangsaan Jepang itu kembali menyandarkan tubuhnya ke belakang, sembari menatap langit cerah sore ini.

"Lalu, apa yang pihak rumah sakit lakukan untuk menanganinya? Tidak mungkin mereka membiarkan Rora begitu saja kan?"

Cukup lama Yoshi menunggu jawaban dari Jungwon di seberang, sampai lagi-lagi yang ia dengar hanya helaan napas panjang dari sang teman.

"Rora hanya bisa bertahan dengan alat-alat medis. Selagi pihak rumah sakit mencari pendonor untuknya, tidak ada yang bisa kita lakukan selain berdoa. Yeah, hanya itu yang bisa kita lakukan."

Sungguh, jika saja Yoshi diberi pilihan antara menjawab ratusan soal atau mendengar kabar menyakitkan ini, dia akan lebih memilih opsi pertama. Dengan kapasitas otak yang tak seberapa memang mustahil untuk lulus, tapi masih ada kesempatan di lain hari yang bisa ia coba.

Sedangkan kabar ini... Yoshi bahkan tidak yakin jika dirinya masih berpijak pada bumi atau tidak. Sedangkan ada seseorang di belahan bumi lain yang kini tengah berjuang untuk hidup. Memikirkannya saja membuat kepala Yoshi sakit bukan main.

"Kepala ku sakit. Jungwon, bisa aku bicara pada Asa? Di mana dia?"

Karena Yoshi tak yakin jika sang kekasih akan mengangkat panggilannya, juga akan lebih mempersingkat waktu karena sekarang pun dirinya tengah berkomunikasi dengan Jungwon. Sedikit merepotkan laki-laki itu sepertinya bukan ide yang buruk.

"Aku akan mengantarkan mu padanya, sebentar."

Yoshi mengangguk meskipun ia tahu jika Jungwon tak akan melihatnya. Cukup lama dirinya menunggu, sampai suara yang ia rindukan menyapa rungu, Yoshi tersenyum lembut.

"Kak?"

Yoshi tersenyum, "bagaimana kabarmu?"

"Tak sebaik itu. Kamu sendiri? Maaf jika aku beberapa kali menolak panggilan mu, aku hanya ingin fokus untuk menjaga Rora."

"Tidak masalah, aku mengerti keadaan mu."

Entah apa yang Asa lakukan di seberang, Yoshi hanya bisa menunggu suaranya kembali terdengar.

Jika ada yang bertanya bagaimana perasaannya sekarang, Yoshi tidak tahu. Semuanya campur aduk, antara sedih, dan banyak hal.

"Bagaimana keadaan si kembar dan Canny? Aku harap mereka baik-baik saja."

Yoshi tersenyum, dari nada bicara Asa dapat ia dengar jika sang kekasih sekarang sedang menahan tangis. Apakah keadaan Rora seburuk itu?

"Aku pikir mereka kurang baik. Uncle dan aunty sempat menghubungi mereka tadi pagi, dan... yeah, mereka baru menghabiskan sarapan setelah dijanjikan akan terbang ke Singapura besok pagi." jelasnya.

Kekehan Asa terdengar, dan itu berhasil membuat hati Yoshi menghangat. Meskipun sedang sedih, setidaknya Asa masih bisa tersenyum bahkan tertawa.

"Ini hari terakhir mereka ujian. Aku sempat khawatir jika mereka tidak bisa fokus karena terlalu memikirkan Rora."

"Mereka anak yang pintar, bukan hal yang sulit untuk mengerjakan soal ujian." kata Yoshi.

Angin sore hari terasa lebih dingin, mungkin karena musim dingin akan segera tiba. Tapi Yoshi sama sekali tak mempermasalahkan hal itu, ia justru menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. Angin sore seolah memiliki aroma tersendiri, dan itu berhasil membuatnya merasa nyaman.

Différent [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang