Différent ; 56. Bad Feeling

1K 160 35
                                    

HAPPY READING

"Bagaimana ujian mu? Berjalan lancar?"

Canny berdecak kesal saat Rora bertanya mengenai ujian. Gadis berponi itu merengek sembari mengusap kasar wajahnya.

"Kamu tahu, soal-soalnya banyak yang tidak aku mengerti, Dain. Aku kesulitan!"

Rora mengerjap, "sesulit itu?" Dan Canny mengangguk.

"Lalu, bagaimana caramu menyelesaikannya?" tanyanya lagi.

Canny melemaskan bahunya, lalu mulai bercerita mengenai bagaimana hari-harinya selama masa ujian. Keduanya larut dalam obrolan, karena orang tua serta kakak-kakaknya yang lain sedang melakukan sesuatu di luar sana.

"Aku mendapat contekan dari Kaylee, dan saat waktunya hampir selesai aku menggunakan contekan itu untuk mengisi jawaban ku yang kosong." Canny menggeleng sembari melambaikan tangannya cepat saat melihat netra Rora yang menyipit.

"Hanya sedikit, aku benar-benar mengerjakan semuanya dengan usahaku sendiri." lanjutnya.

Sungguh, jika saja Canny mengatakan jika hampir keseluruhan jawabannya adalah hasil contekan, mungkin Rora akan memarahinya. Kakaknya itu anti menyontek, ingat.

Rora menghela napas panjang, "maaf, mungkin kamu tidak fokus juga karena ku."

Ujian Canny berlangsung saat kondisinya kembali drop, dan untuk ketidak fokusan Canny mungkin saja karena sang adik sibuk memikirkannya. Rora tentu merasa bersalah. Andai aku tidak sakit.

Canny yang melihat itu tersenyum kecil. Digenggamnya tangan Rora yang saling bertaut, membuat sang empu menatapnya dengan raut wajah bersalah yang sangat kentara.

"Dain, apa yang kamu bicarakan? Semua bukan karena mu. Aku memang khawatir, tapi tentu itu bukan alasan utama mengapa aku tidak bisa menjawab soal." kata Canny.

Rora menggeleng, "kamu jelas pintar. Tidak mungkin sulit mengerjakan soal jika bukan karena mengkhawatirkan ku."

Ah, lagi-lagi Rora membahas hal ini. Canny tidak lagi bisa berkata-kata selain tersenyum. Rora sangat mempercayai kemampuannya, meskipun sang kakak tahu jika dia hanya pandai di bidang seni, tapi Rora selalu berkata seolah-olah dirinya pandai dalam bidang akademik.

Mengingat jika selama ini Rora sangat ingin melihatnya menjadi orang sukses, apakah kesuksesan yang Rora maksud dengan dirinya yang bergelut di bidang akademik? Canny semakin memikirkan impiannya, apakah Rora akan terima seandainya dia memilih menjadi seorang pelukis?

"Dain,"

"Ya?"

Canny mengulum bibirnya, "apakah kamu tidak masalah jika suatu saat nanti aku menjadi seorang pelukis?"

Rora yang mendengar itu mengangguk, "tentu saja. Jika itu cita-cita mu, aku pasti akan mendukung."

Mendengar jawaban tanpa beban dari Rora, membuat Canny justru menunduk.

"Tapi, kamu terlihat tidak suka saat aku mengatakan jika aku menyontek." katanya pelan.

Baiklah, Rora paham sekarang. Sang adik sepertinya salah paham mengenai ekspresi wajahnya. Ia lantas tertawa pelan sembari mengelus lembut pucuk kepala Canny.

"Dengar. Aku tidak pernah mempermasalahkan cita-cita mu sama sekali. Selagi kamu mampu dan nyaman, aku akan terus mendukungmu." Ucapan Rora berhasil membuat Canny menatapnya, "aku ingin kamu menjadi orang sukses, bukan berarti kamu harus menjadi dokter ataupun sekelas ilmuwan, bukan. Sukses dengan caramu sendiri."

Rora menegakkan tubuhnya, "dan untuk menyontek, aku hanya tidak suka dengan kata itu. Kamu tahu, betapa banyak orang di luar sana yang belajar siang dan malam sampai jatuh sakit hanya untuk bisa memahami pelajaran? Sedangkan di lain sisi, ada banyak orang sukses secara tiba-tiba tapi bukan karena kepintarannya sendiri melainkan hasil dari orang lain? Menurutmu, apakah hal itu wajar, Canny?"

Différent [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang