Différent ; 63. Family Ties

1.3K 161 58
                                    

HAPPY READING

Ikatan kekeluargaan adalah definisi cinta yang sesungguhnya. Konon, seburuk apapun hubungan persaudaraan mereka, ikatan darah yang terjalin akan membuktikan betapa besar cinta yang mereka miliki. Tidak ada dari mereka yang benar-benar saling membenci, karena sakit akan lebih dulu ada ketika logika mengambil alih fungsi daripada hati.

Lalu, bagaimana definisi cinta menurut Jung bersaudara bersama 2 bungsu mereka?

Tidak ada darah yang sama di tubuh mereka. Tidak ada tangisan bayi yang pernah memenuhi mansion dari kedua bungsu mereka. Tidak pernah ada timangan menyenangkan ataupun berebut gendongan dari mereka.

Semesta memang sekejam itu. Tentang bagaimana Tuhan membolak-balik hati manusia dalam sekali jentikan jari, maka semua akan berubah. Tentang benci yang pernah mendominasi, membedakan satu dari yang lain demi menuruti kata hati. Hingga cinta yang mulai muncul dan mulai menyadarkan mereka tentang betapa besar arti dari saling menyayangi.

"Kita akan bertujuh, dan selamanya akan bertujuh."

Ingatkah kalian bagaimana si sulung yang mengucapkan kalimat itu dengan lantang? Senyum indahnya mungkin dapat terbayang, dan akan menjadi kenangan terindah hanya dengan mengingat satu kalimat itu.

"Kamu bilang bahwa kamu tidak apa-apa, hiks... nyatanya, kamu tidak, hiks... kamu berbohong, Rora."

Tembok kaca yang menjadi pembatas antara dirinya dan sang adik, membuat Ruka tak bisa melakukan apapun selain terus menangis dan memukul tembok kaca itu dengan begitu lemah.

Entah sudah berapa lama dirinya di sana, Ruka tak tahu. Bahkan para medis yang sedari tadi keluar masuk ruangan Rora, tak berani untuk memintanya tenang ataupun kembali duduk. Takut jika seandainya respon dari si sulung Jung akan sama seperti anak ketiga Jung.

"Bangun, Rora. Jangan sakit, hiks... tidak ada yang akan baik-baik saja jika kamu benar-benar pergi."

Seandainya sakit yang adiknya derita tak separah ini, mungkin kalimat itu tak akan pernah keluar dari belah labium Ruka. Tapi, kembali pada ucapan dokter Jungwoo tadi, rasanya harapan Ruka pada Rora hampir sepenuhnya pupus.

Tangis Ruka tak lagi sekeras tadi, bahkan tenaganya telah habis dan tak lagi berjalan kesana-kemari sembari menyakiti diri. Ruka telah sepenuhnya ada pada titik terendah dalam hidupnya, karena kini ia harus bersiap untuk menerima kehilangan dari salah satu adik-adiknya.

"Kakak besar,"

Ruka hanya melirik Pharita yang kini tengah berdiri menjulang didepannya. Dengan bersandar pada tembok kaca, Ruka hanya bisa menyembunyikan wajahnya di atas lutut yang tertekuk karena si empunya tengah duduk.

Ruka tahu, Pharita mendatanginya bukan tanpa alasan. Dia pasti ingin menyampaikan sebuah kabar, dan entah itu kabar baik atau buruk, Ruka tak siap untuk keduanya.

"Asa dan Ahyeon telah selesai melakukan tes kecocokan." Pharita mulai berbicara, hal itu berhasil membuat Ruka mendongak dengan wajah yang terlihat sangat berantakan.

"Lalu?"

Pharita jelas tengah menyembunyikan kesedihan. Gadis cantik itu menarik napas dalam sebelum menghembuskannya dengan kasar.

"Cocok," Pharita menatap nanar kedua netra Ruka. "Kedua ginjal mereka cocok, dan dokter Jungwoo akan melakukan transplantasi masing-masing ginjal mereka secara bertahap."

"Kapan?"

Sejujurnya, Pharita begitu sedih saat mendengar nada datar Ruka ketika bertanya. Ia betul-betul tidak tahu bagaimana suasana hati sang kakak untuk menanggapi hal ini.

Différent [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang