10

20.4K 1.1K 2
                                    

"WOI GUS BERHENTI DULU ELAH". Tania menyetop langkah kaki Gus Fahri. Mau tidak mau Gus Fahri berhenti.

"Ada apa?". Tanya Gus Fahri ketus.

"Santai dong. Walaupun lo marah sama gue, tapi lo harus tetap profesional. Gue sebagai santri disini mau minta sesuatu sama Gus Fahri yang tidak sombong ini".

"Cepat berbicara, tidak usah bertele-tele".

"Oke. Gue kesini mau minta tolong buat cari data-data gue sebagai santri disini. Plis gue mohon, gue sebenarnya gak pernah mohon-mohon sama orang. Tapi karena ini urgent gue harus mohon-mohon sama Lo".

"Buat apa?"

"Gak usah banyak nanya bisa? Lakuin aja apa yang gue suruh". Kesal Tania saat sifat Gus Fahri yang terlalu kepo dengan urusannya.

"Saya tidak bisa memberikannya sembarangan. Harus ada alasan yang jelas baru bisa saya berikan". Ucap Gus Fahri membuat Tania mendelik matanya sinis.

"Ribet amat deh hidup lu".

"Cepat katakan! Apa alasannya?".

"Alasannya... Gue pengen tahu..". Tania mencoba untuk berpikir keras tapi tidak ada kebohongan yang terlintas di otaknya. Apakah otaknya tidak bisa berfungsi lagi?

"Cepat katakan". Sentak Gus Fahri membuat Tania reflek menjawab.

"Guemautahugueanakeberapa". Jawab Tania cepat.

"Yang jelas ngomongnya".

"Gue lupa nomor asli orang tua gue. Jadi gue mau nyatet nomornya". Jawab Tania setelah otaknya mendapat alasan yang pas untuk berbohong.

Gus Fahri sempat berfikir sebentar apakah Tania berbohong atau tidak. Beberapa detik kemudian Gus Fahri menjawab.

"Ikut saya".

Tania yang rencananya sudah berjalan satu langkah merasa senang. Sedikit lagi Tania pasti akan keluar. Tania tidak mau hidup serba kekurangan di pesantren ini.

Tania berjalan dibelakang Gus Fahri mengikuti langkah Gus Fahri. Mereka pergi keruangan kesiswaan untuk mencari data Tania. Tidak ada yang membuka pembicaraan ditengah perjalanan membuat Tania canggung sendiri. Sepertinya benar yang dikatakan Rubi bahwa Gus Fahri marah dengan dirinya yang tidak sopan dengannya.

Sesampainya diruang kesiswaan, Gus Fahri langsung mencari data Tania didalam lemari. Tidak butuh waktu lama untuk mencari karena data Tania masih baru tentu saja data Tania tidak susah dicari.

Gus Fahri memberikan beberapa kertas yang berbentuk berkas kepada Tania. Tania dengan sukarela menerimanya. Tania membaca berkas itu dengan seksama, tidak ada yang aneh. Saat ada nomor telfon orang tuanya Tania asli Tania langsung mencatat nomor tersebut. Tak lupa Tania juga mencatat alamat rumah Tania asli.

Mana tahu gue mau kabur dari sini, jadi gue gak kesasar lagi karena udah ada alamat.

Tania menulis itu semua tidak di kertas maupun buku, melainkan Tania menulis ditangan. Gus Fahri yang melihat itu menggeleng-gelengkan kepalanya gemas.

"WHAT!?". Pekik Tania kencang membuat Gus Fahri merasa keheranan.

"Ada apa?".

"GAK MUNGKIN GUE MASUK KESINI KARENA GUE DIKELUARIN DARI SEKOLAH".

"Mungkin. Kamu masuk kesini itu karena gak ada sekolah yang terima kamu".

"Masa sih? Kayaknya tuh sekolah gak kenal siapa gue".

"Ga usah gr kamu. Kamu dikeluarkan juga karena kamu bodoh, gak ada perkembangan belajar di diri kamu. Makanya sekolah ngeluarin kamu". Jawab Gus Fahri.

"APA?!, gak mungkin. Jatuh harga diri gue kalau dunia katain gue bodoh. Yang bodoh itu Tania bukan gue". Bantah Tania.

"Ya kamu Tania. Kamu bicara kayak kamu bukan Tania aja".

"Akh, persetan dengan Tania yang bodoh, sekarang gue udah pinter. Thanks udah cariin data gue. Kapan-kapan gue beliin permen untuk lo dua biji". Ujar Tania yang tidak mau ambil pusing. Tania tersenyum manis kepada Gus Fahri dan berlalu pergi dari ruangan.

"AKHIRNYA, MISI GUE UDAH MASUK TAHAP TERAKHIR. SEKARANG GUE TINGGAL MEMAINKAN PERAN". Pekik Tania senang. Untung saja tidak ada orang disekitar Tania, kalau tidak sudah dipastikan Tania dikatai gila.

Tania berlari kecil untuk sampai di asramanya. Tania harus mencari informasi bagaimana dirinya bisa kabur dari sini. Rencananya Tania akan kabur dari sini, tapi kalau kaburnya tidak berhasil Tania baru menelfon orang tua Tania untuk minta pulang.

Ya walaupun kemungkinan besar tidak akan dikabulkan.

Tapi setidaknya Tania sudah berusaha untuk menelpon. Tania sudah sampai di asrama. Tania melihat semua berkumpul di ranjang Rubi. Sepertinya ada sesuatu yang membuat mereka berkumpul disana. Tania mencoba mendekat untuk mengetahui apa yang terjadi.

Saat Tania melihat, ternyata Rubi dengan keadaan yang sangat biasa saja. Hanya saja wajahnya pucat pasi dan tatapan matanya yang kosong.

Eh, tunggu-tunggu

Kosong?

Sepertinya Rubi mempercayai cerita karangan yang dibuat Tania tadi. Tidak boleh dibiarkan! Bisa-bisa Rubi akan kesurupan kalau seperti ini terus.

Tania mendekat kearah kasur Rubi, walaupun dirinya cuek dengan lingkungan. Tapi Tania tidak akan mau melihat temannya kesurupan oleh setan-setan keparat.

"Rubi". Panggil Tania pelan.

Rubi tidak menyahut maupun melihat kearah Tania. Rubi hanya menatap lurus kedepan dengan pandangan kosong.

"Rubi, lo gak boleh kayak gini. Kalau lo kayak gini, mereka jadi lebih senang ngincar lo". Bisik Tania kearah telinga Rubi.

Perlahan Rubi menoleh kearahnya dengan wajah yang pucat pasi. Sepertinya Rubi sudah menotice kehadirannya.

"Tania, aku takut mereka ngincar aku. Tadi aku lihat ada Kunti disamping ranjang kamu". Lirih Rubi yang hanya bisa didengar oleh Tania.

"Udah, lo gak usah takut. Semakin lo takut, semakin berani mereka teror lo. Kalau Lo udah pernah liat dia, jangan lo anggepin. Lo cuma perlu berdoa dan beribadah banyak-banyak".

Perlahan tapi pasti Rubi mencoba menstabilkan dirinya. Rubi harus menuruti perintah dari Tania, percuma kalau dirinya diantar di pesantren oleh orang tuanya tapi disaat dirinya diteror oleh makhluk halus dirinya tidak bisa apa-apa.

"Makasih". Ujar Rubi tulis dengan senyuman hangatnya.

Semua orang yang melihat senyuman yang terpatri di wajah Rubi menjadi lega. Akhirnya, keceriaan Rubi berangsur-angsur kembali. Tadi mereka sudah memanggil umi untuk mengobati Rubi. Namun umi belum juga sampai, terpaksa mereka harus menunggu.

"Gak usah makasih. Gue gak niat nolong lo tadi. Gue cuma malas liat Lo yang nanti tiba-tiba kesurupan gara-gara Lo melamun kayak gitu". Jawab Tania dan pergi kearah ranjangnya.

Senyum hangat Rubi mendadak berubah menjadi sedih. Tapi sedetik kemudian Rubi tersenyum lagi, sekarang ia tahu sifat Tania. Sebenarnya Tania itu seorang yang peduli dan penyayang namun ditutupi oleh sifat gengsinya saja.

Tania tidak berniat membuat Rubi menjadi seperti ini. Tania memang berbohong kalau Rubi akan menjadi incaran para setan. Tapi Tania tidak berbohong kalau setiap jam 12 malam akan ada kuntilanak yang berdiri disamping ranjangnya.

Tania awalnya terkejut kala melihat sosok itu. Tapi lama-lama ia terbiasa karena pada dasarnya derajat manusia lebih tinggi dari pada hantu.







Ukhti Figuran (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang