43

14.3K 1K 194
                                    

Jangan lupa untuk vote dan komen cerita ini

Sudah tiga minggu lamanya Tania berdiam diri dirumah. Tak terasa satu minggu lagi Tania akan kembali ke pesantren. Tak banyak yang ia lakukan selama dirumah. Ia hanya menghabiskan waktunya untuk menggambar dan setelah itu merobeknya hingga habis.

Entah kenapa pekerjaan tersebut sudah seperti hobi tersendiri nya mulai sekarang. Tania bahkan sangat jarang untuk keluar rumah.

"Sebentar lagi bakalan ada tamu yang datang, kamu pakai baju abaya yang Mama kasih kemarin ya, dan jangan lupa dandan yang cantik ya." Ujar Clara pada anaknya yang sedang menggambar abstrak di meja belajar.

"Buat apa? Tania males.. Tania duduk dikamar aja ya? Gak ada gunanya Tania disana." Jawab Tania yang sama sekali tak mengindahkan tatapannya pada kertas putih yang bercoret tinta.

"Gak boleh. Pokoknya kamu harus ikut menyambut tamu juga. Mama dari dulu udah nunggu masa-masa kayak gini. Pokoknya kamu harus tampil maksimal."

"Iya, Tania bakalan ikut. Tapi jangan pake abaya ya? Minimal celana kulot lah." Balas Tania yang sekarang sudah sepenuhnya menghadap ke arah Clara.

"No. Kamu harus pakai abaya yang Mama kasih kemarin. Kalau kamu gak mau mama bakalan buang kamu ke dunia sebelah mau?"

Tania menggeleng dua kali. "Sebentar lagi tamunya datang, cepat siap-siap." Titah Clara dan langsung keluar dari kamar Tania.

Tania hanya memandang dalam punggung yang semakin lama semakin menghilang dari pandangannya. Tania merobek kertas yang penuh dengan lukisan abstrak nya.

Sebenarnya merobek kertas adalah pelampiasannya. Berhubung Tania sekarang sangat jarang mengumpat karena ia takut menambah dosa, maka ia mengganti umpatannya dengan merobek kertas.

Dan gambaran abstrak yang ia gambar tidak sepenuhnya abstrak melainkan kata-kata umpatan yang ia tulis namun ditambahkan dengan beberapa gambar. Jujur, Tania masih tidak bisa move on dengan ciri khasnya yang suka mengumpat.

"Semoga tuh tamu gak nyusahin gue, gue punya feeling gak enak sama tuh tamu."

***

Tania menegang saat tamu yang dibicarakan oleh mamanya tidak jauh-jauh dari masalah hidup Tania. Rasanya ia ingin sekali memukul dengan membabi buta orang tersebut.

Siapa lagi yang datang kalau bukan

Gus Fahri dan keluarganya.

"Assalamu'alaikum." Ucap keluarga Gus Fahri serempak yang langsung dijawab salamnya oleh keluarga Tania.

"Silahkan duduk semuanya, pasti kalian capek karena perjalanan kesini yang sangat panjang. Biar saya sama Tania buatkan minuman dulu ya di dapur." Pamit Clara untuk pergi ke dapur.

"Ah.. tidak perlu repot-repot seperti ini bunda Clara. Lebih baik bunda Clara duduk disini saja menemani kita semua." Balas umi sambil tersenyum.

"Tidak-tidak, saya sama Tania pergi ke dapur dulu. Nanti saya akan kembali lagi." Sergah Clara dan langsung menarik tangan Tania untuk dibawa ke dapur.

Tania rasanya ingin mengumpat sebanyak-banyaknya saat tiba-tiba Clara menarik lengannya. Untung saja Tania bisa menahan keseimbangan tubuhnya.

Sesampainya di dapur barulah Clara melepaskan tangan Tania. "Mama kalau mau pencitraan jangan ajak Tania dong." Omel Tania sambil mengelus punggung tangannya yang ditarik oleh Clara.

"Siapa yang pencitraan? Mama kan memang baik hati dan tidak sombong. Kamu aja yang gak menurunkan gen mama yang baik hati ini." Jawab Clara sambil menyalakan api di kompor.

Ukhti Figuran (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang