14

19K 1.1K 8
                                    

Bangun pagi, masbuq sholat subuh, menerobos antrian kamar mandi, sarapan dengan satu menu, dan sampai disekolah diawali dengan tidur.

Sepertinya tidak ada kebaikan yang bisa dicontoh dari Tania. Tania hanyalah manusia biasa yang masih memiliki banyak kekurangan dan tidak seperti ukhti-ukhti yang lain.

Namun hal itu tak pernah membuat Tania merasa insecure karena Tania tahu kalau dirinya memang biasa-biasa saja. Jadi untuk apa menangisi hal yang tidak akan dirinya dapatkan. Setelah jam pulang sekolah Tania dan teman-temannya berpisah didepan taman depan sekolah. Mereka yang kembali ke asrama dan Tania yang akan langsung ke ndalem.

Tania siap menjadi babu.

Dengan memakai niqab di wajahnya Tania berjalan menyusuri asrama santriwan. Berjalan dengan langkah lebar dengan pandangan yang menatap tajam kearah depan.

Sesampainya di depan rumah milik pimpinan, Tania tidak langsung masuk. Melainkan berdiri didepan pintu dengan mata menyorot ke arah pintu. Tania akui kalau dirinya pintar dalam hal akademi. Tapi dirinya tidak pintar dalam hal kerumahan. Tania bahkan tidak pernah melakukan pekerjaan rumah dari dirinya kecil sampai sekarang.

"Tania? Kok gak masuk? Ngapain berdiri diluar? Ayo masuk". Ajak umi.

Tania tersenyum mendengar suara yang tidak asing di Indra pendengarannya. Sebenarnya Tania tidak berniat untuk masuk. Bahkan dirinya berencana untuk berdiri didepan pintu saja dan sorenya langsung pulang.

"Kok kamu gak ngucapin salam sih kalau mau masuk. Besok-besok kalau mau masuk ndalem itu langsung masuk aja. Gak usah sungkan-sungkan, anggap aja rumah sendiri". Celoteh umi dengan riang yang dibalas senyuman oleh Tania.

Sesampainya didalam rumah Tania langsung melepas niqabnya.  Umi yang melihat Tania seperti tidak nyaman menggunakan benda itu hanya tersenyum. Umi paham, Tania tidak terbiasa untuk memakai hal seperti itu.

"Tania harus ngelakuin apa umi?". Tania Tania berbasa-basi. Sebaiknya umi tidak memberi pekerjaan kepada Tania. Dan Tania berharap jika Tania disuruh rebahan saja. Begitu pikir Tania.

"Oh, kamu yang dihukum sama Gus Fahri sampai satu bulan untuk mengabdi di ndalem". Tanya umi yang dibalas anggukan oleh Tania.

"Ya udah kamu bantu umi untuk masak makan siang aja ya". Ajak umi menarik tangan Tania lembut.

Tania menggeleng dan menahan tangan umi untuk berhenti. Umi bingung dengan tingkah laku Tania   " ada apa Tania?". Tania terdiam sebentar sebelum akhirnya menjawab. "Tania gak bisa masak umi". Cicit Tania pelan.

"Kalau kamu gak bisa masak, kamu kan bisa belajar. Jangan takut untuk gagal, dan jangan takut untuk belajar". Ucap umi dengan senyuman yang lembut dan hangat di secara bersamaan.

"Tapi, kalau masakannya gak enak gimana? Kalau makanannya jadi beracun gimana? Kalau orang-orang gak suka sama masakan aku gimana? Kalau makan-". Pembicaraan Tania terpotong saat umi menempelkan jari telunjuknya tepat ditengah mulut Tania.

"Ini nih yang buat kamu sering banget liat hantu. Kamu itu selalu berprasangka buruk sama apa yang kamu buat. Ini yang membuat jin suka nampakin wujudnya sama kamu. Untung aja kamu gak peduli dan gak takut kalau ketemu mereka". Jawab umi dengan cekatan.

"Kok umi tau kalau Tania sering liat hantu?".

"Umi liat dari wajah kamu". Balas umi enteng.

"Kayaknya umi punya kelebihan ya?". Tania Tania yang penasaran. Apakah seluruh keluarga Gus Fahri adalah seorang psikolog?. Mereka sangat mudah menebak sesuatu tentang orang-orang dihadapannya.

Ukhti Figuran (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang