" Kalau gue jadi kalian sih bakalan minta keadilan sama pihak pesantren. Karena ustadzah Fira ngelakuin hal kayak gitu tanpa minta persetujuan dari pihak pesantren. Gue tebak, pasti Gus Fahri juga gak tau soal ini". Ujar Tania mengompori sekelompok santriwati.
" Menurut kalian, kalian bakalan diam aja kayak gini?". Tanya Tania.
Mereka semua menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Tania. Tania tersenyum miring saat mangsanya sebentar lagi akan masuk perangkap.
"Kalau gue jadi kalian sih gue bakalan demo untuk minta keadilan di pesantren ini. Kita ini sebagai santri punya hak untuk membawa apa yang kita mau di pesantren ini. Kita nggak bawa macam-macam kok, kita cuma membawa hal yang berguna bagi diri kita sendiri". Ujar Tania lagi.
"Iya, bener yang dibilang Tania. Seharusnya kita nggak boleh diam kayak gini. Kecuali kita membawa handphone atau benda elektronik lain di pesantren ini. Kalau ada yang membawa seperti itu aku mungkin juga nggak apa-apa kalau diambil. Tapi yang diambil buku diary aku, itu kan hal privasi". Satu mangsa sudah ditangkap oleh Tania. Tinggal beberapa lagi Tania akan menang.
"Aku setuju kalau kita demo ustadzah Fira buat balikin barang kita". Ucap santri yang lain.
Satu persatu semuanya telah menjadi mangsa Tania. Sekarang Tania tinggal menggerakkan mereka.
"Kalau kalian sedikit kayak gini mungkin ustadzah Fira bakalan mudah nyingkirin kalian. Kalian harus berkumpul menjadi satu untuk membuat ustazah Fira kalah".
Mereka semua mengangguk membenarkan ucapan Tania. Tania berkata seolah-olah bahwa mereka harus mencari sekutu untuk memperkuat kelompok mereka. Inilah Tania yang sebenarnya, dirinya tidak cerdas melainkan licik. Bagi Tania, untuk apa cerdas jika mereka tidak licik memanipulasi keadaan.
"Ayo, kita bilang rencana kita buat demo kepada yang lain. Mereka harus bantu juga untuk mendapatkan barang pribadi mereka kembali". Ajak Tania.
Semuanya pergi memberitahu kepada yang lainnya. Meninggalkan Tania yang tampak puas dengan pekerjaannya. Ternyata mudah sekali memanipulasi mereka. Sekarang, Tania hanya perlu melihat tanpa turun dari medan perang.
***
"USTADZAH FIRA TELAH MENGGANGGU PRIVASI KAMI".
"KAMI MENUNTUT KEADILAN, MEMINTA BARANG KAMI DIKEMBALIKAN".
"KAMI DI SINI SEBAGAI SANTRI MEMPUNYAI HAK UNTUK MEMBAWA PRIVASI KAMI".
"KEMBALIKAN BARANG-BARANG KAMI".
"KAMI BUTUH KEADILAN".
Dengan berbondong-bondong mereka berjalan dengan membawa karton yang bertuliskan keadilan untuk melabrak ustadzah Fira. Namun ustadzah Fira sama sekali tidak keluar dari ruangannya.
Dari gedung asrama lantai dua Tania melihat kejadian itu dengan tersenyum tipis. Pasti sebentar lagi mau tidak mau ustadzah Fira harus keluar dari ruangannya. Mungkin kalau ustadzah Fira tidak mau keluar pihak pesantren lainnya yang akan turun tangan. Tania suka dengan pemandangan ini. Tania melihatnya tanpa niat untuk membantu.
Oh, ternyata pihak pesantren kesiswaan yang langsung turun tangan. Sepertinya Gus Fahri baru pulang dari suatu tempat dan dihadiahkan oleh pemandangan yang sangat indah ini. Mereka semua terus bersorak tanpa mempedulikan apapun.
"Ada apa ini?". Tanya Gus Fahri dengan wajah datar.
"Begini Gus. Kami ke sini untuk meminta keadilan". Jawab Reyna lembut.
"Keadilan? Keadilan apa?".
"Gus, kita disini mau minta balik barang privasi yang diambil oleh ustadzah Fira. Padahal waktu itu razianya sudah dilaksanakan tapi kenapa ada razia lagi?. Dan lagi, waktu razia sebelumnya tidak pernah ada yang mengambil barang privasi kami, mungkin mereka hanya mengecek apakah kami membawa handphone dan barang elektronik lainnya atau tidak. Tapi ustadzah Fira mengambil barang privasi kami. Saya mewakilkan seluruh santri disini ingin meminta barang kita dikembalikan". Ucap Nayla dengan tegas.
Ternyata Nayla juga ikut berpartisipasi dalam demo ini. Bagus, Tania semakin suka dengan acara ini. Jikalau Nayla yang berbicara pasti dia akan berbicara dengan lugas dan tegas.
"Di mana ustadzah Fira sekarang?". Tanya Gus Fahri.
"Gak tau. Kayaknya ada didalam ruang BK deh Gus". Jawab Nayla ragu.
Gus Fahri mengangguk dan berjalan masuk keruangan BK. Diperjalanan, dirinya seperti merasakan ada orang yang memperhatikan kejadian ini dari jauh. Sebagai seorang dokter psikolog tentu saja dirinya mempunyai insting yang tajam. Setelah diperhatikan ke sekeliling ternyata sedari tadi Tania lah yang memperhatikan kejadian ini dari jauh dengan menyunggingkan senyum tipis.
Sekarang Gus Fahri paham, semua ini adalah rencana dari Tania. Tidak mungkin yang awalnya seluruh santri selalu bungkam dengan perbuatan ustadzah Fira sekarang menjadi berani speak up seperti sekarang.
Tania mempunyai bakat memanipulasi sehingga Tania pandai untuk menggerakkan pikiran seseorang.
Gus Fahri berjalan masuk keruang BK dan menemui ustadzah Fira yang tampak pucat pasi. Sepertinya ustadzah Fira ketakutan dengan serangan seluruh santri.
"Gus, saya tidak bermaksud seperti itu. Saya pikir razia bulanan belum dilaksanakan makanya saya berniat melakukannya". Ujar ustadzah Fira dengan panik berharap Gus Fahri mempercayai perkataannya.
"Kalaupun kamu tidak tahu razia bulanan belum dilaksanakan, tapi kamu tahukan kalau kita tidak boleh merazia hal privasi mereka kecuali bareng elektronik". Jawab Gus Fahri menahan gejolak amarah dari dalam tubuhnya. Sejujurnya dia tidak suka dengan kembalinya ustadzah Fira ke pesantren ini. Dia lebih banyak mengacaukan sesuatu pekerjaannya daripada menolongnya.
"Dan kamu juga gak bilang sama saya sebelum melakukan razia seperti ini. Saya tidak mau tahu kamu harus membereskan kekacauan yang terjadi diluar". Jawab Gus Fahri yang sudah muak.
"Tapi Gus, gimana caranya? Saya tidak tau". Jawab ustadzah Fira dengan muka menunduk sedih.
"Kamu pikirkan sendiri, tadi disaat kamu mengambil barang mereka kamu tidak pikir panjang kan?".
Gus Fahri berlalu pergi keluar dan meninggalkan ustadzah Fira sendirian. Ustadzah Fira tidak menyangka kalau semuanya akan menjadi seperti ini. Padahal dulu dirinya juga pernah melakukan hal ini tapi mereka bungkam sama sekali tidak melakukan hal yang diluar nalar seperti ini.
Tak ada cara lain selain mengembalikan barang milik mereka. Ustadzah Fira keluar dengan membawa kardus besar yang berisi barang milik mereka.
Dari jauh Tania melihat ternyata barangnya sudah dibagikan kembali. Ternyata ini sangat mudah tidak seperti yang ia bayangkan. Ia pikir akan ada adegan dimana antagonis akan berteriak membela dirinya.
"Siapa yang berani mencetus ide demo yang tidak masuk akal ini terhadap saya disini?". Tanya ustadzah Fira dengan menatap mereka semua tajam.
Semua santri meneguk ludahnya kasar, ini yang membuat mereka pikir panjang untuk mendemo ustadzah Fira. Ustadzah Fira bisa melakukan apa saja yang ingin dirinya lakukan dan berakhir membungkam mulut santri.
Tidak ada yang berani menjawab, mereka hanya diam bak patung Pancoran.
"Gue".
Tania dengan slow mo nya berjalan kearah tepat dimana ustadzah Fira berada. Tidak ada yang perlu ditakutkan dengan seorang guru seperti ustadzah Fira. Dia hanyalah sebuah sampah di pesantren ini.
Tepat didepan wajahnya ustadzah Fira Tania tersenyum miring.
"Kamu". Tunjuk ustadzah Fira tempat didepan wajahnya.
Dengan cepat Tania langsung menggenggam jari telunjuk ustadzah Fira dan langsung memelintirkan jarinya kesamping. Ustadzah Fira mengerang kesakitan saat Tania melakukannya tanpa aba-aba.
Berani sekali siswa bau kencur seperti Tania melawannya."Gak usah tunjuk-tunjuk, lo bukan tandingan gue". Tepat setelah mengatakan hal itu Tania melepas jari ustadzah Fira dan berjalan kearah kardus yang berisi barang-barang santri.
Tania mengambil buku diary dan flashdisk nya lalu berlalu pergi diikuti oleh seluruh santri yang mengikuti demo tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukhti Figuran (End)
RandomEntah dosa apa yang Tania lakukan sampai-sampai dunia mencampakkan Tania sesuka hati ke dunia asing yang bahkan Tania tidak tahu tempatnya di mana. "Gue masuk novel" "Peran gue sebagai figuran?" Transmigrasi yang biasanya terjadi di persekolahan nam...