33

17K 946 21
                                    

Huft...

"Gue pengen pulang". Entah sudah berapa kali Tania mengeluh minta pulang. Entah kepada siapa ia mengeluh yang pasti Tania hanya sendirian diruangan terbuka.

Semenjak saat Tania pulang pengajian, Tania langsung melangkahkan kakinya ke rooftop asrama dengan tangan memegang mushaf Al-Qur'an.

Karena hukuman yang diberikan oleh Gus Fahri tadi, mau tidak mau Tania harus menghafal surah Al Kahfi. Sepandai-pandainya Tania, Tania bukanlah seorang hafiz Quran. Dan tentu saja Tania tidak menghafal banyak surah-surah Al Kahfi. Hanya beberapa yang Tania hafal, itupun karena hukuman yang dia dapati di pesantrennya dulu.

Ayat demi ayat Tania hafal dengan seksama. Dengan jari jarinya yang mencoret abstrak di atas angin. Tak lupa dengan mata yang terpejam Tania menghafal dengan penuh penghayatan.

Sampai suara panggilan beramai-rama yang terdengar di telinga Tania.

"TANIA".

Siapa lagi yang menghampiri Tania jikalau bukan teman-teman  se-asramanya yang somplak itu. Hampir saja Tania menggeram marah kalau ruby tidak memberi plastik berisi cemilan-cemilan untuk Tania.

"Kami capek keliling-keliling pesantren, eh tahunya Tania ada di sini". Celetuk Laura.

"Gue nggak suruh lo pada untuk cari gue". Jawab Tania sambil merampas plastik yang digenggam oleh ruby.

"Kok main ambil ambil aja sih".

"Kan lu mau kasih cemilan ini untuk gue jadi ini punya gue dong".

"Tapi nggak semuanya untuk kamu, kita juga mau". Jawab rutin sambil mengerucutkan bibirnya.

"Tuh". Tak ingin lama-lama melihat Ruby yang sok imut membuat Tania hampir muntah. Tania langsung memberi plastik jajanan kepadanya.

"Gimana hafalannya? Lancar?". Tanya Kia basa-basi.

"Baru 80 ayat. Padahal nanti malam mau disetor". Jawab Tania sambil memakan cemilannya.

"Bagus dong. Artinya kamu cepat hafalnya, tinggal 30 ayat lagi Tania. Semangat". Hanya itu yang bisa Kia katakan untuk membuat Tania tetap semangat. Namun alih-alih Tania senang, perkataan Kia membuat Tania memutar bola matanya malas.

"Kalau cuma kata semangat yang lo kasih, gue nggak bakal semangat. Kecuali lo kasih uang, baru gue bisa semangat".

"Kan kamu udah punya banyak uang ngapain lagi minta sama aku".

"Gue nggak minta cuma bilang. Dan yang punya banyak uang itu orang tua gue bukan gue".

"KOK KUE NYA MIRIP KOLOR?". Pekik Rubi saat melihat bentuk kue yang sangat tidak estetik sama sekali.

"Itu kue buatan Nayla". Jawab Laura sambil cekikikan. Nayla yang lagi bicarakan memasang wajah cengengesan menampilkan deretan giginya.

"Hehe.. Afwan, aku baru belajar buat kue jadi harap dimaklumi". Jawaban dari Nayla membuat semua geleng-geleng kepala melihatnya.

"Ini gimana makannya?". Tanya Kia.

"Ngapain dimakan? Itu kan kolor. Kolor kok dimakan". Ujar Tania.

"Ngomong-ngomong soal kolor, tadi aku dengar soal santriwati yang kehilangan kolornya. Padahal dia taruh di atas lemari terus waktu mau diambil tiba-tiba udah nggak ada. Menurut sekalian siapa yang ngambil?". Ujar Nayla membuat semua temannya berpikir.

"Kayaknya dia lupa". Timpan Laura tidak mau negatif thinking kepada orang lain.

"Kalau menurut aku sih mungkin diambil sama teman se asramanya". Jawab Kia memberi jawabannya yang berbeda.

Ukhti Figuran (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang