25

19K 1K 9
                                    

"Maju.. maju..."

"Saraf ya Lo.. lo itu musuh gue ngapain bantu gue"

"Dikit lagi.. dikit lagi"

"Yeay... Menang".

"Akhirnya setelah sekian lama gue nge stuck di warrior akhirnya gue naik pangkat juga"

Sekarang Tania sedang berada di belakang sofa ruang tamu. Padahal ada sofa, tetapi Tania lebih menikmati duduk di lantai belakang sofa.

"Ah, bosen".

Tania berdecak bosan dengan gawai yang dipegangnya. Dengan malas Tania melempar handphonenya diatas sofa. Tania sepertinya merindukan teman-temannya di pesantren. Pasti akan lebih menyenangkan mengobrol dan tertawa bersama mereka.

Tapi mau bagaimana lagi, Tania tidak suka tempat tinggal disana. Hidup serba sederhana membuat Tania tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan seperti itu. Mungkin jika disana sama seperti dengan pesantrennya dulu pasti Tania akan dengan senang hati tinggal di pesantren itu.

Lebih baik Tania berada di rumah tidak ada aturan yang mengekang dan hidup berkecukupan. Papa dan mamanya juga tidak pernah mengekangnya untuk melakukan apa-apa. Jadi dirinya lumayan suka tinggal di rumah. Namun satu kekurangan yang tadinya tidak suka di rumah yaitu tidak mempunyai teman. Walaupun ada Gina Tania merasa tidak terlalu dekat dengannya. Tania selalu berpikir kalau dulu Tania asli dan Gina mempunyai masalah tersendiri. Sehingga Tania merasakan marah saat berdekatan dengan Gina. Mungkin perasaan Tania asli masih ada di dalam tubuhnya.

"Tania.. ada tamu pakai hijabnya nak".

Tania tersadar dari lamunannya saat mamanya berkata sambil menepuk bahunya. Tania reflek langsung memakai hijabnya dan berjalan menjauhi ruang tamu. Saat di perjalanan Tania mendengar mamanya memanggilnya lagi.

"Tania sini dulu, tamunya mau jumpa sama kamu".

"Tania nggak pernah ngundang tamu, kayaknya dia salah orang deh ma". Bantah Tania.

"Tania.. sini dulu sebentar, ada yang mau dibicarakan". Itu bukan lagi suara mama melainkan suara papa yang terdengar.

Mau tidak mau Tania berbalik badan dan berjalan gontai ke arah sofa. Saat Tania melihat tamu yang dibicarakan oleh Mama dan papanya membuat Tania terkejut. Bagaimana bisa satu keluarga datang ke rumah Tania.

Dengan terpaksa Tania tersenyum manis ke arah mereka. Tania tidak habis pikir dengan kehadiran sekeluarga. Bisa-bisanya Umi, Abi, Gus Fahri, dan Nasya berada di sini.

"Assalamualaikum umi, Abi, Nasya". Sapa Tania sambil tersenyum manis. Tania sama sekali tidak menyapa Gus Fahri karena ia masih kesal dengan sikap Gus Fahri waktu itu. Mungkin Abi dan Umi tidak tahu arti dari senyum manis Tania. Tapi Gus Fahri dan Nasya sangat tahu jelas bahwa Tania sedang tertekan.

"Wa'alaikumussalam Tania". Jawab semuanya serempak.

"Umi sama Abi ngapain ke sini?". Tanya Tania yang masih dengan senyum manisnya.

"Umi sama Abi kesini mau nanya sama kamu. Kamu kenapa kemarin? Kenapa bisa seperti itu?". Tanya umi.

"Iya Tania. Kamu kenapa? Aku panik lho waktu denger-denger dari santri yang lain kamu dibully sama santri yang lain. Tapi aku lebih gak percaya sih sama kamu". Sambung Nasya.

"Kenapa kamu gak percaya?". Tanya mama penasaran dengan ucapan Nasya.

Aduh, kok bisa mereka datang kesini sih. Gue pikir mereka enggak bakalan panjangin masalah ini. Lo juga Nasya.. mulut Lo itu udah kayak siluman naga bisa nyembur api kalau Lo ngomong.

Please Nasya jangan ngomongin kenakalan gue di pesantren.

"Lho? Tante gak tau? Tania itu bagi seluruh santri disana udah jadi top one santri ternakal di pesantren ar-rahman". Jawab Nasya.

Ukhti Figuran (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang