22

19K 1K 11
                                    

Darah mengucur dari lengan putih milik Tania. Untung luka yang dibuat oleh Tania tidak terlalu dalam sehingga tidak banyak darah yang keluar. Dulu, sebelum Tania masuk ke pesantren modern di kehidupan sebelumnya Tania pernah melakukan self harm di kosnya dulu. Namun, setelah masuk pesantren Tania tidak lagi melakukan hal itu. Maka dari itu, saat Tania melakukan barcode Tania tidak meringis sedikitpun.

Sarah yang melihat hal nekat Tania membulatkan matanya terkejut. Tania dengan santainya menggores mata pisau di kulitnya tanpa ringisan sedikitpun keluar dari mulutnya.

"Sekarang, tugas lo yang kedua adalah kunciin gue dikamar mandi". Perintah Tania tanpa ganggu gugat.

"Buat a-"

"Shut up!  Gak usah banyak nanya bisa?". Jawab Tania memotong perkataan Sarah.

Tania tidak punya waktu sekarang, Tania yakin sebentar lagi orang tuanya akan sampai untuk menjemputnya. Lebih baik Tania melakukan semuanya dengan cepat.

Walaupun didalam hati Sarah bertanya-tanya, tapi Sarah memilih diam. Sudah cukup dirinya mendapatkan uang, dirinya tidak mau mencampuri urusan Tania lebih dalam lagi.

Mereka berdua pergi ke toilet santriwati untuk mengurung Tania didalam. Sebelum masuk ke pintu toilet, Tania sempat mengecek dahulu untuk memastikan bilik kamar mandi yang mana yang paling bersih dan wangi.

"Tugas lo yang ketiga adalah lo harus ngomong sama orang tua gue yang akan datang sebentar lagi nanti. Lo harus bilang kalau gue dikunciin di toilet. Lo harus bawa orang tua gue kesini sebelum mereka masuk ke rumah Abi dan umi". Ujar Tania yang diangguki oleh Sarah. Namun Sarah sedikit tidak paham.

"Orang tua kamu yang mana?". Tanya Sarah membuat Tania terdiam.

Lah, iya ya. Gue aja gak tau muka orang tuanya Tania asli gimana.

"Kalau ada bapak-bapak sama ibu-ibu paruh baya nanti lo tanya aja sama mereka kalau mereka adalah orang tuanya gue atau bukan". Jawab Tania agak ragu.

Sarah mengangguk menerima saran Tania. Sarah langsung mendorong Tania yang berada didepan pintu toilet untuk masuk kedalam toilet. Dengan cepat Sarah langsung mengunci pintu toilet.

Tania dibuat melongo dengan tindakan Sarah. Sepertinya Sarah mempunyai dendam tersendiri kepadanya. Kenapa Sarah seperti orang-orang yang sedang membully nya. Padahal Tania berniat untuk berjalan masuk tadi, tapi Sarah langsung mendorongnya.

Sarah segera berlari kedepan untuk melihat apakah orang tua Tania sudah sampai?. Setengah jam menunggu sebuah mobil masuk ke pekarangan pesantren dengan sedikit ngebut. Terlihat seorang wanita paruh baya dengan air mata yang menghiasi pipinya.

Untung nya tidak banyak santri yang melihat karena semuanya ikut pengajian. Hanya saja Tania dan Sarah bolos karena sedang melakukan misi penting.

Dengan langkah tergesa-gesa Sarah menghampiri dua paruh baya itu. Awalnya mereka sempat penasaran tentang santri dengan langkah tergesa-gesa yang membawanya kemari.

"Kalian orangtuanya Tania?". Tanya Sarah dengan muka panik. Saat ini dirinya memang benar-benar panik karena ia takut terjadi sesuatu terhadap Tania. Ia takut kalau dirinya akan diseret dalam permasalahan Tania.

"Iya, kenapa?". Jawab seorang pria paruh baya.

"T-tolong Tania, Tania dikunci dikamar mandi". Ujar Sarah dengan gagu.

"Apa? Dikunci? Pa liat anak kita yang menderita disini". Wanita paruh baya itu semakin terisak mendengar anaknya yang menderita di sini.

"Tunggu apalagi? Ayo tunjukkin jalannya! Kamu mau anak saya kenapa-kenapa?". Pria paruh baya itu sudah terbakar emosi mendengar anaknya seperti ini. Dirinya tidak menyangka kalau hidup Tania disini akan menderita.

Dengan cepat Sarah mengangguk dan memimpin jalan bagi orang tua Tania untuk segera sampai di toilet.

Disisi lain, Tania masih bimbang dengan keputusannya. Apakah dirinya harus membenturkan kepalanya Kedinding kamar mandi?. Tania takut kalau dahinya akan memberi luka yang membekas. Tapi kalau Tania lakukan itu sudah pasti membuat orang tuanya sekalipun mempercayainya.

Tania memejamkan matanya, dengan penuh perasaan Tania menghantam kepalanya ke tembok. Tania meringis merasa perih melanda kepalanya. Benturan ini lebih sakit dari pada self harm yang dilakukan Tania tadi. Untung saja hanya benjolan besar yang terlihat tidak ada darah yang mengucur.

Saat mendengar suara riuh dari luar toilet, Tania yakin pasti itu suara yang berasal dari Sarah dan orang tuanya.

Oke, kali ini Tania harus akting yang lebih ekstra lagi. Tania jongkok dilantai toilet dengan muka memelas. Tania sengaja tidak duduk di lantai karena ia tahu diri walaupun dirinya sedang akting tapi kebersihan nomor satu.

Terdengar dobrakan dari pintu toilet arah luar. Dan saat itulah Tania memanggil lirih orang tuanya saat menemukan Tania yang terjongkok lemas di lantai toilet.

"Ma.. pa..". Panggil Tania lirih.

"ASTAGHFIRULLAH ANAK MAMA". Pekik mama Tania histeris.

Mama Tania langsung merengkuh tubuh Tania yang lemas. Mama Tania tidak tega melihat anaknya diperlakukan seperti ini. Niatnya untuk dibawa kesini agar bisa menuntut ilmu tapi Tania malah diperlakukan seperti ini.

Tanpa berkata-kata papa Tania langsung menggendong Tania ala bridal style untuk langsung dibawa ke mobil. Tania tersenyum tipis didalam gendongan sang papa.

Semua santri berteriak heboh saat Tania dalam keadaan yang mengenaskan. Biasanya dirinya lah yang membuat orang lain mengenaskan. Banyak orang bertanya ada apa dengan Tania.

Gus Fahri yang kebetulan lewat melihat sorak heboh santri dengan Tania yang berada didalam gendongan sang ayah. Gus Fahri segera menghampiri Tania dan kedua paruh baya tersebut.

Gawat!

Bencana datang!

Gus Fahri akan menghampiri Tania dan orangtuanya. Tidak bisa dibiarkan, Tania yakin pasti Gus Fahri akan menceritakan kenakalannya kepada orang tuanya.

"Ma, pa cepet Tania udah gak mau disini". Desak Tania.

"Iya nak, sebentar. Mama mau kasih pelajaran sama orang yang udah buat kamu kayak gini". Jawab sang mama.

"Gak usah ma, yang ada mereka makin bully aku disini. Kalau kita nggak pulang Tania bakalan kabur aja dari sini". Ancam Tania membuat mamanya pasrah.

"Assalamu'alaikum".

"Wa'alaikumussalam". Baru saja dibilang bencananya sudah datang.

"Ada apa ini?". Tanya Gus Fahri yang berdiri disamping papanya Tania.

"Ada yang bully anak saya Gus, saya gak terima". Protes mamanya Tania.

"Bully?". Beo Gus Fahri. Setahunya tidak ada yang pernah membully Tania. Siapa yang mau membully Tania kalau Tania saja lebih beringas dari mereka.

"Ma.. pa ayo cepat Tania udah gak tahan". Tania terus merengek dalam gendongan papanya. Papanya dengan sigap membawa Tania masuk kedalam mobil bangku belakang.

Diikuti oleh mamanya yang cemas dengan keadaan Tania. Gus Fahri ditinggal begitu saja tanpa menjawab seluruh kebingungannya. Tania tersenyum dibelakang bangku mobil dan seraya melambaikan tangannya ke arah Gus Fahri seiiring berjalannya mobil.

"Ada yang tidak beres". Gumam Gus Fahri.

Ukhti Figuran (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang