Part 21

3.6K 282 50
                                    

Sudah update sampai part 28 di karyakarsa. Siap-siap 21+untuk part-part selanjutnya.


💜

Sudah empat hari Joanna dan Morgan tidak bertemu karena pertengkaran hari itu. Sebenarnya Joanna tidak tenang. Namun, Morgan sendiri tidak berusaha menghubunginya. Pesannya juga tidak dibalas. Joanna kembali berpikir, benarkah pria itu  memiliki perasaan padanya. Kenapa semua ini menjadi hambar. Bukankah usia pacaran mereka masih sangat baru. Seharusnya hubungan ini sedang hangat-hangatnya.

Joanna menghela napas berat. Ia bersandar di kursi kerjanya sembari menutup mata. Ia melirik ke ruangan Morgan. Pria itu sudah kembali bekerja hari ini. Tetapi, sikap pria itu terlihat tenang dan santai seolah-olah tidak terjadi apa pun.

Joanna meremas tangannya. Ia tidak bisa diperlakukan seperti ini. Bukankah sebaiknya mereka putus saja. Joanna mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Morgan.

"Hai,kapan pun jika hatimu sudah siap, ayo kita bicara."

Dalam hitungan detik, Morgan sudah membalasnya. Joanna terperangah, bukan mengenai isi pesan, tetapi, sikap Morgan. Selama ini tidak berusaha mengajaknya bicara lebih dulu.

"Setelah jam pulang kerja, ya. Kita minum kopi di Vins."

Setelah jam kerja berakhir, Joanna menuju coffe shop yang dimaksud oleh Morgan. Pria itu tiba di sana lebih dulu karena Morgan memang pulang lebih awal.

Joanna tersenyum tipis pada Morgan. Akhirnya ia bisa menatapnya langsung. Ia merasa sangat rindu karena pertengkaran kemarin.

"Duduk, sayang, aku sudah pesankan."

Joanna mengangguk."Maaf~"

Morgan meraih tangan Joanna dan menggenggamnya."Maaf untuk apa? Tidak ada yang bersalah di sini."

Joanna menelan ludahnya."Soal pertengkaran kemarin."

Morgan mengecup tangan Joanna."Itu bukan pertengkaran. Kita hanya sedang bicara. Tapi, memang~aku jadi takut menghubungimu karena kamu sangat marah."

"Ah, kupikir sebaliknya. Karena kamu tidak menghubungiku sama sekali." Joanna tersenyum kecewa.

"Tidak, kebetulan aku juga banyak pekerjaan. Maafkan aku."

"Apakah hubngan kita ini akan baik-baik saja?"tanya Joanna dengan hati berdenyut.

"Memangnya kenapa? Karena sikapku? Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku akan lebih sering menghubungimu dan mengajakmu kencan,"balas Morgan.

Joanna tertunduk sembari menahan perasaan yang berkecamuk di kepalanya."Ya, aku sedikit kecewa. Aku merasa hubungan ini terasa hambar."

Raut wajah Morgan berubah."Itu sejak kita membicarakan Ayah dan Pamanmu. Ah, lebih tepatnya aku yang memulainya."

"Iya, lalu ~bagaimana?"

Morgan memejamkan matanya, pembahasan ini kembali menjadi berat dan ia tidak akan bisa menikmati waktu kebersamaan mereka. Padajal Morgan ingin memeluk, memegang tangan Joanna, dan menghabiskan waktu bersama."Apakah kita akan membahasnya lagi, sayang?"

Joanna mengangguk."Hubungan ini tidak bisa berjalan baik, jika ada ganjalan di hati. Kamu masih dendam dengan Ayah dan Pamanku."

Morgan menyeringai."Kurasa itu manusiawi. Aku kehilangan Ayah di saat aku masih membutuhkan sosoknya, dengan cara yang mengenaskan."

Dada Joanna terasa seperti ditusuk-tusuk. Jika Morgan membahas perihal Ayahnya, ia merasa terpojok."Morgan, jika kamu tahu aku adalah anak pembunuh Ayahmu, kenapa kamu masih mau bertemu denganku? Aku anak dari orang yang kaubenci."

MY HOT UNCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang