Mimpi Buruk

122 38 31
                                    

"Kesalahan terbesar seseorang adalah mudahnya percaya pada manusia lain."

-Enigma of Damaged Love-

No copy.

***

Bayangan yang menyeramkan dari seorang  bernama Azaren, yang terus-menerus memenuhi pikiran siapapun dengan dendam terhadap para penjahat yang telah menghancurkan hidupnya. Bau amis dan kegelapan ruangan gelap tempatnya berada hanya menambah kesan menyeramkan yang penuh dengan rasa kebencian.

Azaren duduk di tengah ruangan gelap itu, seseorang yang menjadi pelaku penyebaran surel itu. Dia bisa mengendalikan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Ia mengawasi tawanan-tawanan yang dimasukkan ke dalam sel terbawah tanah, di mana hanya dirinya yang memiliki akses ke tempat tersebut.

Azaren tengah duduk menghadap seseorang yang sangat ia hormati dan patuhi. "Laksanakan perintah ku, maka dendam itu akan terbalas," Perintah seseorang itu, sambil mengasah sebuah pisau yang mengkilap tajam.

Azaren selalu mengangguk patuh, terhadap perintah itu. "Ya, Gan. Sampai para b*jingan  mati. Maka, dendam ini akan terus ada, selama aliran darahku mengalir juga!" Jawab Azaren dengan sorot mata penuh kebencian dan dendam.

Sambil menaruh pisau itu di depan Azaren, dan Gan berucap kembali. "Azaren, kau tau? Kau tidak pantas untuk hidup ini, semua orang yang pernah kau cintai–" ucap seseorang itu, berkata dengan perkataan ambigu. Dia terdiam sejenak, dan senyuman mengerikan terbentuk.

"–dan aku akan selalu ada di belakangmu. Sebagai guru yang melihat muridnya, bagaimana menjalankan tugasnya. Tuntas kan semua tugas itu, dan kita lihat siapa saja yang akan tersisa malam ini ..." Ujar nya, dengan tawa jahatnya yang menggelegar ke seisi ruangan itu.

"Dendam ini akan abadi, orang-orang itu harus mati. Karena nyawa harus dibayar dengan nyawa juga." gumam Azaren.

***

Shanza pergi berlari tanpa arah tujuan, meski waktu sudah larut. Matanya terlihat kosong, mencerminkan kekecewaan yang mendalam yang menghantui pikirannya. Shanza merasa seperti terjebak dalam labirin emosi yang gelap, di mana tiada cahaya yang mampu menerangi jalan keluar.

Setiap nafas yang dihembuskannya terasa berat, seakan memikul beban kesedihan yang tak terucapkan. Dalam keheningan itu, di jalanan yang sepi. Shanza merenung tentang harapan-harapan yang pupus, mimpi-mimpi yang hancur, dan janji-janji yang terabaikan. Kekecewaan yang mengalir dalam dirinya seperti sungai deras yang tak kenal ampun, membanjiri hatinya dengan rasa sedih yang tak terucapkan. Shanza merasa dipermainkan oleh takdir, seolah hidupnya telah diatur sedemikian rupa untuk mengecewakannya.

Saat air hujan mulai turun dengan derasnya, Shanza menangis kencang di tengah derasnya air hujan. Air mata campur dengan tetes-tetes hujan, menyatu dalam kesedihan yang mendalam. Di tengah sorak-sorai hujan, Shanza merasakan kepedihan yang begitu nyata, seolah dunia ini turut menangis bersamanya.

"TUHAN! BAWA GUE PERGI! GUE GAK SANGGUP..." Teriak Shanza, ia sudah cukup lelah menghadapi dunia penuh drama ini. Kehilangan, trauma, kesepian, apalagi yang ia harus alami?

"Tuhan, bisakah sejenak saja... jeda penderitaan untukku? Biarkan, aku bahagia dalam sekejap saja..." Lirih Serena, sambil menatap penuh harap pada sang pencipta.

Duarr

Petir menyambar, seakan Tuhan menjawab doa nya. Air hujan semakin deras, angin perlahan semakin kencang. Petir kembali bergemuruh, dan Shanza masih terdiam di tempat sana. Dia tersenyum tipis, melihat langit yang mendung dan gelap itu. Perhatian nya teralihkan pada seseorang di kejauhan yang berjalan ke arahnya.

Enigma of Damaged Love (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang