Bayangan Kota Baru

253 111 19
                                    

"Setiap detiknya ada bersemayam misteri kehidupan, seperti lukisan tanpa warna yang menanti sentuhan ajaib. Teka-teki yang tak terpecahkan mengalir dalam aliran waktu, membingkai eksistensi kita dengan rahasia yang tak terungkap."

-Shanzara Grazeeliam-

Bandung, 5 Mei.

Awan hitam terlihat pekat membumbung di Bandung Utara, menghadirkan latar belakang yang begitu khas, terutama di komplek perumahan ciumbuleuit yang dipenuhi oleh pepohonan dan taman yang hijau. Di antara rumah-rumah yang terhampar, langit yang mendung memberikan sentuhan dramatis pada suasana sekitar. Udara yang segar dan sejuk dipadu dengan gemericik hujan yang pelan.

Gadis yang kerap disapa Shanza-masih memakai seragam Sma itu mendongak, menatap langit berwarna hitam itu. Kedua kakinya lalu mengayun cepat untuk melangkah, merasakan beberapa tetesan hujan mengenai rambutnya.

Ketika ia sampai di sebuah rumah nya, yang terletak di komplek pinggiran kota Bandung. Mata gadis itu terbelalak dengan mulut sedikit terbuka, melihat banyak perabotan dan beberapa koper di depan rumah.

"Bun, kenapa semua barang di luar. Mau dibawa ke mana memangnya?" Gadis bernama Shanzara itu, menghentikan langkah sang ibu.

Sorot mata ibunya berubah menjadi sayu, tangan keriputnya memegang bahu sang putri. "Nak, sekarang kita pindah ke kota Jakarta, ya? Bunda sudah urus semuanya, kamu siap-siap sekarang." Jawab wanita paruh baya itu, lalu meninggalkan Shanzara dengan keheranan.

Shanzara tak banyak berpikir, dia segera melangkah pergi ke kamarnya untuk mengganti seragamnya.

***

Pada hari itu juga, langit mendung menyelimuti langkah-langkah Shanzara, menuju perjalanan tak terduga ke Jakarta. Di dalam mobil yang penuh dengan barang bawaan, suasana hening terasa begitu tebal, seolah beratnya pertanyaan yang menggantung di udara. Dengan suara gemetar, Shanzara akhirnya memecah keheningan,

"Bun, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kita harus pindah?" Namun, tak ada jawaban dari sang bunda-Ananda hanya menatap kosong ke depan.

Dalam keheningan yang menyelimuti perjalanan panjang menuju Jakarta, Shanzara memilih untuk merenung dalam diam. Setiap kilometer yang dilalui terasa seperti memendam beban rahasia yang tak kunjung terungkap. Di balik jendela, pemandangan jalanan yang berlalu begitu cepat seakan mencerminkan kebingungan dan ketidakpastian yang dirasakan oleh Shanzara.

"Te-teh..." Shanzara yang dilanda kantuk itu menoleh. Adik kecilnya yang masih berumur 3 tahun itu, nampak ingin digendong olehnya.

Shanzara tersenyum, lalu merentangkan kedua tangannya menggendong sang adik. Ananda yang duduk di sebelahnya hanya terdiam, tak berbicara sepatah kata pun.

"Bunda kenapa ya, daritadi diam... dan kenapa tiba-tiba pindah ke Jakarta?" Batin gadis itu, dalam benaknya banyak pertanyaan yang dia pendam.

***

Tiba di terminal Bus Kampung Rambutan, hal pertama yang Shanzara lihat adalah kota yang ramai dan hiruk pikuk kendaraan. Helaan nafas kecil terdengar dari mulutnya, siap bertahan hidup di kota yang luas ini.

Suara klakson dan deru kendaraan menjadi latar belakang yang mengiringi langkahnya, dan setelah itu dia menaiki bus lagi.

Dengan tasnya yang tergantung di pundak, dia melangkah dengan penuh semangat menuju komplek tempat tinggal barunya. Di sepanjang perjalanan, Shanzara melihat berbagai pemandangan baru yang berbeda dari kampung halamannya. Suara hiruk pikuk kota dan kehidupan yang sibuk membuatnya semakin penasaran dengan apa yang menunggunya di kota besar ini.

Enigma of Damaged Love (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang