Kedatangan Dendam

206 103 16
                                    

“Takdir bagaikan seni teater, kadang menjadi pahlawan, dan terkadang menjadi penjahat. Sedangkan, kita hanya penonton setia dalam pertunjukan kehidupan.”

-Enigma of Damaged Love –


♥︎ Moonlight School

Nama yang terpampang jelas di depan gerbang itu. Di bawah pancaran sinar matahari yang menyilaukan, Moonlight School terlihat begitu megah. Namun, yang dirasakan oleh Shanza berbeda, melihat nuansa sekolah ini ada kesan menyeramkan.

Ada atmosfer dingin dan tegang, saat kakinya melangkah menuju aula. Saat Shanza melangkah masuk ke dalam bangunan sekolah, langkah kakinya terdengar bergema di lorong-lorong yang sepi. Suara gemercik air yang mengalir dari suara kecil di kejauhan menambahkan nuansa keheningan yang menegangkan. Bayangan-bayangan yang tercipta oleh cahaya bulan terasa seperti menyaksikan sesuatu yang tak terlihat, menciptakan rasa tak nyaman yang merayap di dalam dirinya.

Ketika Shanza memasuki aula utama, suasana yang tercipta semakin intens. Di dalam aula, dia disambut oleh sosok misterius yang tersenyum kepadanya dengan ramah, memperkenalkan diri sebagai kepala sekolah Moonlight School.

Wira Arrujaya namanya, pria paruh baya itu mempersilahkan Shanza dan bunda Ananda masuk. Pak Wira terlebih dahulu memberi sejumlah pertanyaan pada ibunya. Sedangkan Shanza sendiri sudah merasa tak nyaman, dia tidak menyangka akan sekolah di sini.

Saat itu, seorang wanita paruh baya datang ke ruangan kepala sekolah, memperkenalkan diri sebagai wali kelasnya. Shanza diminta untuk mengikuti guru tersebut.

“Bun, Shanza izin ke kelas ya. Nanti pulang bunda jangan jemput, aku naik bus aja.” Pamit Shanza, dengan mencium lembut punggung tangan ibunya.

Ananda mengusap sayang kepala putrinya, “Belajar yang rajin, jangan nakal. Kalo sudah waktunya pulang, langsung ke rumah!” Jawab wanita itu sambil memberi peringatan.

Setelah terjadi perpisahan singkat, Shanza mengikuti guru itu ke lantai dua, kelas sebelas. Dia menarik nafas dalam-dalam, saat tiba di depan pintu. Kelas itu begitu hening, semua murid di kelas terdiam, dan bersidekap rapi saat guru datang.

“Morning, my students. Welcome to our class, new student! Introduce yourself.” Sapa Saqiya Mharan, wali kelas Shanza sekarang.

Hening, seisi kelas tidak ada yang menjawab sapaan guru itu, membuat Shanza melirik wali kelasnya.

Bu Sakiya tersenyum manis menatapnya, yang terlihat cukup mengerikan di mata nya. “M-My name is Shanzara Grazeeliam, you can call me Shanza.” Ujar Shanza, dengan nada terbata-bata.

Semua murid tampak berdiam, tak ada yang menyahut perkenalan dari Shanza. Pandangan mereka lurus ke depan, dan terdiam mematung.

Thank you perkenalannya, Shanza. Kamu bisa duduk di kursi kosong, dekat Dean.” Ucap sang guru tersebut, sambil menunjuk kursi kosong di belakang, dan Shanza pun tersenyum sembari mengangguk.

Langkahnya mulai menghampiri seorang lelaki berwajah datar, yang duduk sendiri di kursinya. Sorot matanya begitu dingin, cukup membuat gadis bersurai hitam itu takut. Sebisa mungkin Shanza menahan nafasnya melihat itu, dia juga duduk tak mengeluarkan suara apapun. Baru saja ia beberapa menit lalu memasuki sekolah ini, dia dibuat terheran dengan semua murid yang biasanya jika ada murid baru mereka antusias dan semangat.

“Sejujurnya, gue gak mau sekolah di sini. Dari namanya aja, udah kelihatan kalo sekolah ini seram. Mau protes sama bunda pun, gak tega.” Batin Shanza, dengan menopang satu tangannya.

“Kenapa lo duduk di sini?” Pertanyaan lelaki berwajah datar di sebelahnya itu. Shanza sedikit tersentak, wajah nya pun berubah menjadi gugup.

“Guru yang minta, kenapa?” Shanza bertanya balik pada lelaki itu.

Bibirnya tersenyum menyeringai melirik Shanza, “Gak takut, kena sial dekat gue?” Tanya nya, yang membuat gadis itu mengernyitkan dahinya heran.

Shanza menjawab dengan mengendikkan bahunya saja, karena memang ia tak mengerti dengan pertanyaan itu. Kemudian pandangannya fokus ke Bu Saqiya, sedang menulis sesuatu di papan tulis, terlihat wanita paruh baya itu menuliskan angka.

8-1-18-9—9-14-9— 2-21-11-1—Bab 6

“Angka apa itu?” Gumam Shanza yang terdengar jelas oleh lelaki di sampingnya.

Dean berdecak pelan mendengar gumaman itu. “Itu kata dari, Hari ini buka bab 6, masa gitu aja gak ngerti.” Jawabnya pelan, namun begitu dingin dan menusuk.

Kedua mata Shanza melirik tajam pada Dean, dia menjawab, “Jelas, gue gak ngerti. Di sekolah lama gue, gak ada yang kayak gini!”

Dean tak menjawab lagi ucapan gadis itu, tangannya terus fokus menulis. Dalam diamnya, Shanza heran dengan semua murid kelas ini. Gadis itu pikir, semua orang memang tidak mau berkenalan dengannya atau sekedar menjawab salam kenal.

“Kenapa semua murid begitu aneh? Apa mereka terbiasa membaca angka-angka itu?” Shanza semakin tak fokus di hari pertama nya sekolah ini. Banyak deretan angka di papan tulis sama seperti tadi, yang Dean ucapkan tadi pun tak paham.

Enigma of Damaged Love (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang