Penyesalan Algara

10 5 0
                                    

Dalam mimpi yang tampak seperti kenyataan, Algara berdiri di tengah hamparan padang rumput yang luas. Langit di atas mereka mendung, tapi terasa damai. Di kejauhan, dia melihat sosok yang sudah lama ia kenal-Dean, berjalan pelan menghampirinya.

"Dean ..." bisik Algara dengan suara gemetar. Matanya mulai memerah, penuh rasa bersalah. Seluruh tubuhnya terasa berat, dipenuhi beban yang selama ini menghantui hidupnya.Dean berhenti di hadapannya, wajahnya tenang, meski ada kesedihan yang tergurat.

"Al ..." jawabnya lembut. Tanpa ragu, Algara memeluknya erat. Tangisannya pecah, menumpahkan semua perasaan bersalah yang selama ini ia pendam.

"Gue ... Gue minta maaf, Dean. Semua ini salah gue. Gue gak bisa melindungi lo. Gue ikut jadi bagian dari kejahatan ... Lo bener, gue salah ...," suaranya tersendat-sendat, terputus oleh isak tangis yang tak terkontrol.Dean merangkul Algara, membiarkannya meluapkan emosinya.

"Lo gak perlu minta maaf. Semua yang terjadi bukan sepenuhnya kesalahan lo. Lo cuma salah jalan, Gara, tapi lo bisa berubah." Algara menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Gue gak tahu harus gimana sekarang. Gue takut... takut gue gak bisa berubah. Semua ini terlalu berat, Dean. Gue pengen ngelupain semuanya, tapi gue gak bisa..."

Dean tersenyum, lembut dan penuh pengertian. "Gue tahu lo kuat. Lo harus bangun, Gara. Lo harus sadar, lo bisa ngelewatin ini semua. Hidup lo belum selesai di sini." Algara menggeleng, masih terisak.

"Tapi gue gak tahu harus mulai dari mana ... Semua yang gue lakuin ... gue gak tahu gue bisa bertahan."Dean menyentuh bahunya, matanya penuh keyakinan. "Lo bisa. Lo bisa mulai lembaran baru. Sadar, dan jalanin hidup lo lagi. Tapi gue ... gue gak akan lama di sini." Wajah Algara penuh kebingungan.

"Maksud lo?"Dean tersenyum tipis, agak pedih.

"Gue juga akan sadar sebentar lagi. Tapi tugas gue selesai setelah itu. Hidup gue, ya segini. Lo yang harus terus jalan ke depan. Lo harus bangkit, dan ngelupain semua ini. Jangan biarin masa lalu nahan lo."

"Dean ... gue gak mau kehilangan lo lagi," Algara berbisik, air matanya terus mengalir. Dean melepaskan pelukan mereka perlahan, menatapnya dalam-dalam.

"Lo gak akan kehilangan gue. Selama lo inget sama gue, gue selalu ada di sana. Tapi sekarang, waktunya lo buat lanjut hidup. Bangun, Gara."

Tepat kata-kata itu berakhir bayangan Dean mulai memudar. Algara mencoba menggapainya, tapi tangannya kosong. Semuanya mulai terasa jauh, sampai hanya suara Dean yang tersisa, menggema di udara, "Lo bisa, Gara... Bangunlah."

Perlahan, kesadaran Algara mulai kembali.
Saat Algara membuka matanya, suasana ruangan terasa semakin berat. Polisi-polisi di sekitar tempat tidurnya berdiri dengan hati-hati, seolah siap menghadapi situasi apa pun. Mereka tahu betul bahwa Algara bukan hanya seorang gadis yang terluka-dia punya sisi lain yang sangat berbahaya.

"Dia sadar," bisik salah satu polisi dengan nada tegang kepada rekannya. Dokter dan perawat mulai memeriksa alat-alat di sekitarnya, memastikan semuanya berjalan normal, sementara seorang polisi senior maju lebih dekat.

"Algara," panggil polisi itu dengan lembut namun tegas, menatap langsung ke matanya, "Kami tahu ini sulit. Kamu baru saja bangun, dan kami tidak ingin membuatmu tertekan. Tapi kami harus berhati-hati."

Polisi itu melempar pandangan sekilas kepada rekannya di belakang, yang dengan sigap mempersiapkan diri. Mereka sudah mendengar dari para psikolog yang menangani Algara bahwa dia menderita kepribadian ganda.

Jika tekanan terlalu berat, jika mentalnya terpukul, Azaren-kepribadian lain Algara yang kejam dan penuh dendam-bisa muncul lagi. Azaren adalah seseorang yang tidak kenal ampun, sosok yang telah terlibat dalam banyak tindakan kekerasan atas perintah Januar.

Enigma of Damaged Love (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang