Di balik topeng kebaikan

36 15 34
                                    

"Topeng gue setebal itu, ya? Sehingga lo gak sadar gue adalah penghancur."

Algara Reganzha

"Hidup di dunia itu penuh manipulasi, kebohongan, kejahatan. Apa yang kau harapkan dari dunia? Keadilan? Big No. Kau bisa melakukan apapun, jika kau punya  kuasa."

Januar Gabrilian.

Di bawah gelapnya malam, Dean dan Algara duduk berdampingan, terdiam dalam keheningan. Langit tanpa bintang, hanya angin yang berhembus pelan menyejukkan udara dingin. Dean baru saja menemukan sesuatu yang mengejutkan tentang Algara, sesuatu yang membuatnya tak bisa menahan diri untuk segera menemui sahabatnya itu.

"Dean, lo menderita," Algara memulai pembicaraan, suaranya terdengar datar namun tajam.

"Lo dibenci sama ayah lo sendiri, di sekolah lo diabaikan. Lo terpaksa cari uang sendiri padahal lo punya keluarga. Lo hidup keras, Dean."

Dean menatap Algara, matanya sedikit memerah. "Gue iri sama lo, Al," jawab Dean. "Lo hidup sendiri, tapi orang tua lo sayang sama lo. Mereka selalu peduli dan kirim uang buat lo, lo bebas lakukan apa aja. Sementara gue … gue selalu harus berjuang sendiri."

Algara tersenyum pahit, namun ada sesuatu yang aneh dalam senyumnya itu.

"Dean, lo gak tau apa-apa," kata Algara, nadanya berubah menjadi lebih misterius. "Penderitaan lo itu bukan apa-apa. Gue punya seorang teman yang hidupnya lebih berat dari yang lo bayangkan. Dia kehilangan keluarganya, orang tuanya meninggal karena tragedi penusukan, dia dibiarkan sendirian. Gak ada satupun yang peduli. Malah, dia dilempar ke tempat yang lebih buruk."

Dean merasakan ada sesuatu yang mendalam dari kata-kata Algara, tapi dia tetap mendengarkan dengan tenang.

"Di tempat itu, teman gue disiksa, dipaksa melakukan hal-hal yang seharusnya gak dia lakukan. Gak ada seorangpun yang peduli padanya. Bahkan, ketika anak-anak lain punya kesempatan untuk sekolah dan tumbuh dengan normal, dia dibiarkan tersisih," Algara berhenti, matanya mulai berkaca-kaca. Ini pertama kalinya Dean melihat sahabatnya begitu rapuh.

Dean merasa hatinya tenggelam. "Al, siapa teman lo itu?" tanyanya pelan.

Algara hanya tersenyum, seolah-olah pertanyaan itu lucu baginya. "Sebentar lagi lo akan tau. Anak itu adalah jawaban dari semua yang terjadi," jawab Algara, membuat segalanya terdengar seperti teka-teki yang lebih dalam.

Malam semakin larut, dan mereka berdua terdiam. Dean tak bisa menghilangkan rasa penasaran yang menyelimuti dirinya. Dean mencoba mengorek apapun dari Algara. Dia harus benar-benar memastikan semuanya benar.

"Al, kenapa lo selalu tertawa dan tersenyum dalam situasi apapun? Kenapa bisa? Kalo gue yang ada dalam kondisi apapun, gue ngerasa gak pantas sama sekali."

Algara menatap jauh ke langit gelap. "Iya, ini Algara. Gue gak pengen semua orang tau masalah gue. Di saat lo punya Shanza yang selalu ada buat lo, gue gak punya siapa-siapa," jawabnya lirih.

Dean merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Algara tahu lebih banyak dari yang dia ungkapkan. Algara terlihat berbeda malam ini, tatapan, cara bicaranya begitu dalam.

"Dean, semakin lo tau. Semakin sakit saat apa yang lo temuin." ucap Algara. Dengan tatapan datarnya. Matanya yang setajam itu, terlihat menusuk.

"Gue mau pulang. Nanti Mami Papi nyari," Dean masih menatap Algara tak berkedip. Semua ucapan Algara adalah teka-teki. Tanpa menunggu jawabannya, sahabatnya itu melenggang pergi pamit.

Enigma of Damaged Love (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang