Permainan berdarah

28 8 0
                                    

Langkah kaki lelaki itu berdebar cepat, seperti irama jantung yang berpacu kencang. Dia mencengkeram stang motornya, jari-jari tangannya menegang. Napasnya tersengal, matanya menyala dengan api amarah yang membara.

"Nayyara ..." gumamnya, kata itu terlontar dari bibirnya dengan penuh amarah. Kabar yang baru saja Dean terima, mampu membuatnya naik pitam.

Motornya meraung, meluncur ke jalanan dengan kecepatan tinggi. Angin berdesir di telinganya. Sorot matanya tajam, menusuk ke depan, seolah ingin menerobos jalanan yang membentang di hadapannya.

Namun, takdir punya rencana lain. Di tengah laju motornya yang kencang, beberapa orang berpakaian hitam muncul di tengah jalan. Sosok mereka menghalangi jalan, membuat lelaki itu terpaksa menghentikan laju motornya dengan mendadak.

Lelaki itu mengerutkan kening, matanya menyipit tajam mengamati sosok-sosok misterius. Dean melepaskan helmnya dengan kasar, membantingnya ke tanah dengan suara gedebuk yang menggema.

"Mau apa lo? Minggir!" teriaknya, suaranya bergetar karena emosi yang menggebu-gebu.

Mata Dean menyala tajam, menatap tajam para pria berpakaian hitam itu. Tangannya mengepal erat, siap untuk menyerang jika diperlukan.

Salah satu pria berpakaian hitam itu melangkah maju, mendekati Dean. Sosoknya menjulang tinggi, terbungkus dalam bayangan gelap. Dean bisa merasakan hawa dingin yang menusuk tulang dari pria itu.

Pria itu mengangkat kepalanya, memperlihatkan wajahnya yang tertutup topeng. Topeng itu aneh, dengan bentuk yang menyerupai wajah manusia, namun dihiasi dengan garis-garis retakan yang menyeramkan. Darah kering menempel di permukaan topeng.

Tatapannya yang dingin dan tak kenal ampun. Dean terpaku, matanya tertuju pada mata di balik topeng itu. Ada sesuatu yang familiar dengan tatapan itu, seperti sebuah kenangan yang samar-samar terlupakan.  Seolah-olah dia pernah melihat mata itu sebelumnya, di suatu tempat, di waktu yang berbeda.

"Lo ...." Dean tergagap, mencoba mengingat.  "Lo ... kenapa mirip ...."

Pria bertopeng itu hanya diam, matanya tetap menatap tajam ke arah Dean.  Seolah-olah dia sedang menunggu sesuatu, sebuah jawaban yang hanya diketahui oleh Dean sendiri.

"Siapa lo?" tanya Dean, dia menajamkan penglihatannya. Memastikan dia tidak salah melihat.

Pria bertopeng itu membuka mulutnya, namun tak ada suara yang keluar.  Dia hanya tersenyum, sebuah senyum yang dingin dan menakutkan.  Senyum yang membuat bulu kuduk Dean merinding.

"Seseorang yang akan mengkhianatimu," bisik pria bertopeng itu, suaranya dingin dan menusuk.

Dean mengerutkan kening, bingung dengan kata-kata pria itu.  "Maksudnya?" tanyanya.

Pria bertopeng itu hanya tersenyum, sebuah senyum yang dingin dan penuh teka-teki. Kemudian, dia menggerak-gerakkan tangannya, sebuah gerakan halus yang tak tertangkap mata Dean.

Sebutir debu kecil melayang di udara, tak terlihat oleh mata telanjang. Debu itu mendekat ke arah Dean, masuk ke dalam matanya. Dean merasakan sengatan yang tajam di matanya. Dia mengucek matanya dengan kasar, berusaha membersihkan debu yang mengganjal.

"Sialan!" umpatnya, matanya berair dan perih.

Debu itu terus masuk ke matanya, berulang kali. Dean mengucek matanya dengan kasar, namun debu itu tetap saja masuk. Saat ia akhirnya berhasil membuka matanya, pria bertopeng itu sudah menghilang.  Tak ada jejak yang tertinggal, seolah-olah dia hanya bayangan yang muncul dan menghilang begitu saja.

Dean terhuyung mundur, tubuhnya gemetar. Matanya masih perih, penglihatannya buram. Dia merasakan hawa dingin yang menusuk tulang punggungnya.

"Dean, lo gapapa?" Suara Reiga terdengar samar, seperti bisikan angin. Dean membuka matanya perlahan, masih terasa perih dan buram.  Dia melihat Reiga berdiri di depannya, wajahnya dipenuhi kekhawatiran.

Enigma of Damaged Love (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang