Kesaksian murid

104 22 12
                                    

"Kabut ketidakadilan terlalu kuat. Bagaikan matahari yang berusahalah bersinar di gelapnya awan hitam."

-Reiga Ashazhan-


***

Langit gelap mulai turun, bintang-bintang kecil bersinar terang, menciptakan panorama yang memesona. Seorang lelaki duduk sendirian di kursi empuk di ruang tamunya. Dengan tatapan kosong, ia merokok dengan perlahan, membiarkan asap tipis melingkari wajahnya yang penuh pemikiran. Cahaya remang-remang dari lampu, menyinari wajahnya yang teduh.

Dengan setiap isapan rokoknya, lelaki itu seolah mencoba menyusun puzzle pikirannya yang rumit, mencari jawaban atas pertanyaan yang menghantuinya.

Suara ketukan pintu, menyadarkan lamunannya. Dia beranjak berdiri. Membuka pintu itu perlahan. Nampak seorang gadis dengan model rambutnya digeraikan. Memakai sweater warna baby pink. Kerah bulat yang lembut dan lengan panjang yang melingkari tubuhnya memberikan kesan hangat dan nyaman.

"Rei, kamu gapapa 'kan? Ini ... aku bawain kamu makanan," ujar gadis itu, yang tak lain adalah Alea. Di tangannya ia membawa satu kantong plastik berisi makanan untuk Rei.

Reiga masih terdiam, tak kunjung memberi reaksi apapun. "Rei ..., aku tau, kamu gak mungkin melakukan itu. Itu semua pasti hanya rekayasa bukan?" ujar Alea dengan lembut. Lelaki itu masih diam, tak menjawab apapun.

Tanpa sepatah kata, Reiga mendongak, menatap Alea begitu dalam. "Lo, percaya sama gue? Gue gak tau apapun, gue berani bersumpah." jawab Reiga begitu parau. Dan gadis di depannya terpaku. Melihat wajah Reiga banyak luka-luka lebam.

"K-kamu gak salah, Rei. Pasti ada yang jebak kamu, aku bakalan cari siapa orang itu." Alea berusaha meyakinkan lelaki itu. Di tengah para sahabatnya kecewa dengannya.

"Mereka udah kecewa sama gue. Apalagi Dean," jawab Rei.

"Aku percaya, kamu gak mungkin ngelakuin itu. Kamu ... makan dulu, ya? Ini luka-luka juga obatin," Alea berusaha mengalihkan pembicaraan. Saat ini kondisi Reiga sedang tidak baik-baik saja. Ditambah lagi dengan keadaan tinggal sendiri, tidak ada yang memperhatikan lelaki itu.

Alea sesaat terpaku, saat merasakan Reiga memeluknya begitu erat.  Detik itu terasa begitu berat, diisi oleh keheningan yang penuh makna. Mata keduanya bertemu,  menyiratkan ribuan kata cinta yang tak terucap.

Gadis itu merasakan denyut jantungnya berdetak lebih cepat. Rengkuhan yang Reiga berikan, mampu membuatnya merasa ini mimpi.

"Alea ... tolong, biarkan ini sebentar. Sekarang, gak ada lagi yang percaya gue selain lo." Senyum Alea terukir tanpa sepengetahuan Reiga. Dalam batinnya dia berharap, Reiga tahu akan perasannya yang ia sudah lama pendam itu.

"Rei, kapan kamu sadar sama perasaan aku? Apa aku akan selamanya menjadi sahabat saja di mata kamu?"

"Alea, detik ini ... gue minta maaf sama lo. Gue tau ... lo punya perasaan sama gue 'kan?" ungkap Reiga, yang membuat Alea langsung saja melepaskan pelukannya saat Reiga mengucapkan itu.

Dia sedikit menjauhkan tubuhnya dari Reiga, dan menatap Reiga tak percaya. "M-maksudnya?" tanya Alea gugup.

Reiga tersenyum tipis. "Alea, selama ini lo sering banget ke rumah gue. Karena lo tau, gue tinggal sendirian. Gue sadar, perlakuan lo selama ini bukan hanya sekadar sahabat. Jadi ... selama ini, gue nyadar sama perasaan lo. Gue cuek, bukan berarti gak peduli. Tapi, gue gak mau nyakitin lo. Gue ...."

Enigma of Damaged Love (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang