10

3K 365 19
                                    

_L&O_

Chika dengan mengenakan baju yang terutup memasuki sebuah apartemen berkelas. Dia menekan tombol nomor 5 saat memasuki lift. Sambil menunggu lift terbuka, Chika memperhatikan foto Zeeno yang berada digaleri foto dengan sendu. Dia tak suka melihat Zeeno marah. Itu menyeramkan baginya. Dia ingin Zeeno yang lembut dan selalu perhatian padanya kembali lagi, tidak seperti Zeeno yang sekarang. Yah Chika sadar suaminya seperti itu karena ulahnya sendiri. Dia berani menyebabkan api ditengah rumah tangganya. Betapa bodohnya dia?

Lift berhenti sesuai dengan yang Chika inginkan, lalu dia segera menuju pintu apartemen yang ingin dia kunjungi. Chika menekan bel, menunggu pemilik kamar membukakan pintu.

Ceklek~

"Hai Baby." Seorang lelaki berpawakan tinggi, putih mendaratkan ciuman dikening Chika. Namun, kini Chika hanya tersenyum tipis dan mendorong pelan menjauh. "Cukup Tian," ucapnya.

"Ayo masuk." Chika digiring masuk ke dalam apartemennya. Ini adalah apartemen milik Tian, selingkuhan Chika. Sering kali mereka menghabiskan waktu bersama di sini.

Chika duduk disofa depan tv, mengistirahatkan tubuhnya. Tian duduk di sampingnya, memperhatikan wajah sang kekasih dari samping. Namun, dia seperti menyadari perbedaan dari kekasihnya itu. "Kamu kayak kurusan? Pipi gembul kamu berkurang."

"Lagi banyak pikiran," jawab Chika.

"Banyak kerjaan ya? Jangan cape-cape baby." Tian mengusap lembut rambut Chika.

"Ada yang mau aku bicarin dengan kamu. Ini serius," ungkap Chika.

"Apa? Mau bahas perceraian kamu lagi?" tanya Tian. Beberapa bulan lalu memang mereka berdua pernah menyinggung obrolan tentang perceraian antara Chika dan Zeeno. Waktu itu hanya pikiran semata, karena Tian yang sangat ingin menjadikan Chika istrinya secara sah, tidak lagi dalam status selingkuhan. Namun, di sisi lain Chika merasa dia tak mau bercerai, tapi dia juga tidak mengungkapkan secara gamblang dia memilih bungkam tentang hal itu. Hingga, lama-lama pembahasan waktu itu terlupakan. Namun, ntah kenapa kini Tian bisa berpikir lagi jika Chika ingin membahas tentang perceraian. "Kapan kalian cerai? Aku ga sabar buat nikahin kamu," lanjut Tian.

"Aku ga pengen bahas hal itu Tian," jawab Chika.

"Terus? Kamu mau bahas apa? Keliatannya serius gitu."

"A-aku...aku mau kita selesai." Tian terdiam mendengar perkataan Chika. Apa Chika sedang bercanda padanya?

"Maksud kamu?"

"Aku mau kita selesai Tian. Aku ga bisa sama kamu lebih lama lagi. Aku sadar, apa yang kita lakukan sekarang itu salah. Aku sudah menikah, punya suami. Tak seharusnya aku melakukan hal seperti ini, ini kesalahan!" ungkap Chika. Dia tak berani menatap lawan bicaranya. Dia tak berani menatak Tian yang kini menatapnya dengan tak percaya.

"Kamu bercanda?"

"Aku ga bercanda Tian! Aku serius, aku mau kita selesai. Lupakan semua hal yang terjadi kemarin. Aku mau memperbaiki hubungaku dengan Zeeno. Karena Zeeno segalanya bagiku."

"Kamu tega bilang gini ke aku? Kamu tega nyuruh aku lupain semua yang kita alami kemarin? Kamu kira semudah itu?! Kita menjalin hubungan secara sadar Chik! Kita sama-sama mau menjalani hubungan ini, tapi sekarang kamu mau mengakhiri dengan gampangnya? Aku ga mau hubungan kita berakhir! Aku akan nyingkirin Zeeno jika itu bisa buat kamu jadi milik aku!"

"Jangan gila! Ya, aku tau kita sama-sama mau menjalin hubungan! Tapi sekarang aku sadar Tian, semua ini salah! Dan seharusnya kamu juga mengerti dengan keputusan aku! Carilah pasangan lain, aku ga bisa sama kamu lagi."

"Kamu lebih milih Zeeno sekarang? Mana janji kamu dulu yang mau ceriin dia disaat kita sama-sama siap untuk menikah?" Tian mulai mengungkit masa lalu.

"Tapi aku ga akan siap sampai kapanpun! Zeeno pilihanku!"

"Kamu egois!" Geram Tian. Chika memalingkan wajah, tak mau melihat Tian yang kini terlihat marah, mukanya merah padam.

"Maaf Tian," ucap Chika.

"Kita bisa jalanin ini dulu Chik, kamu jangan gegabah mengambil keputusan." Tian masih berharap Chika tidak serius dengan perkataanya. Dia tak rela! Hubungan mereka yang sudah hampir berjalan satu tahun itu, tak mau jika harus berakhir. Meskipun hubungan mereka sudah jelas-jelas salah. Namun, Tian tidak peduli! Dia sudah terlanjur jatuh hati dengan Chika, meskipun statusnya istri orang. Dia bisa merebut Chika, menyingkirkan Zeeno pastinya tidak begitu susah bagi Tian.

"Tidak, aku tetap ingin kita berakhir. Maaf Tian." Chika bangkit ingin segera pergi dari sini. Dia tak mau berlama-lama lagi di sini. Meskipun jujur dalam hati ada perasaan untuk Tian, tapi dia telah mengambil keputusan. Zeeno adalah pemenang dihati dan hidupunya. Tanpa Zeeno, Chika tak tau nanti kedepannya bagaimana, entah dirinya memilih hidup atau tidak. Untuk menghindari ketakutan itu, Chika harus memperbaiki hubungannya dengan Zeeno.

"Tunggu Chika!" Tian menahan tangan Chika dengan cengkaraman yang membuat Chika meringis. "Lepas, sakit Tian!"

"Aku ga mau kamu pergi," kata Tian.

"Tapi aku harus pergi!"

"Kamu milik aku, Chika."

"Tidak! Aku milik Zeeno!"

"Jangan membuat aku marah dasar jalang!" kata Tian tanpa sadar menyebutkan kata yang tak enak didengar oleh Chika.

"Apa kamu bilang? Aku jalang?"

"Iya! Kamu jalang! Kalau kamu tidak jalang, ga mungkin kamu memilih selingkuh denganku!"

"Oke, benar aku jalang, makanya aku sampai tergoda dengan badjingan sepertimu. Oh Tuhan, betapa bodohnya aku meninggalkan pangeran tampan demi kamu yang seorang badjingan," balas Chika dengan menatap Tian kecewa. Tian mengeraskan rahangnya marah mendengarnya. "Lepaskan tanganku!" Chika menarik tangan paksa lalu pergi dari sana.

Namun, Tian menatap punggung Chika dengan tatapan tajam, dia marah dan kecewa. "Aku tak akan membiarkanmu pergi dengan mudah baby."















Woww banyak jg votenya awkwkwk, makasih yaw.

Dah gitu aja maap buat typo.

Luka dan Obatnya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang