35

3K 331 23
                                    

_L&O_

"Kita akhiri meeting hari ini. Selamat istirahat semuanya." Chika mengakhiri meeting dadakan hari ini. Karena akan ada jalinan kerja sama antar perusahaan lain. Para pekerja mulai keluar dari ruangan meeting, meninggalkan Chika sendiri yang masih membereskan barangnya. Sesekali Chika mengusap perutnya yang terasa nyeri.

Usia kandungannya sudah memasuki sembilan bulan, dia harus lebih ekstra hati-hati. Dia juga akan libur bekerja untuk mempersiapkan lahirannya. Entah sudah berapa kali dia merasa perutnya terasa sakit, tapi dia masih bisa menahan. Mungkin saja anaknya di dalam sana sedang bermain. "Jangan nakal ya nak, kita lagi ga sama Papa. Repot kalau ga ada Papa," kata Chika seraya mengusap perutnya. Selesai membersihkan barangnya, dia berniat untuk pulang saja. Rasanya dia butuh istirahat di rumah.

Chika keluar dari lift, berjalan pelan dan hati-hati menuju pintu keluar. Namun, langkahnya terhenti saat kembali merasakan perutnya yang mules, seperti diaduk-aduk. Dia meringis dan mengeluh. Karyawan yang menyadari Chika seperti kesakitan, serentak langsung menghampiri.

"Bu, Chika ada apa Bu?"

"Bu Chika kenapa?"

"Perut saya sakit," ungkap Chika ditengah rasa sakitnya.

"Astaga darah!" Pekik salah satu karyawan yang melihat darah mengalir dikaki Chika. Mereka langsung tambah panik, takut Chika kenapa-kenapa.

_L&O_

Di warung, Zeeno tengah sibuk melayano pembeli. Usaha warungnya ini semakin ramai dan semakin dikenal kalangan orang. Rasa enak dan penjual yang tampan membuat banyak orang yang tertarik untuk makan di sini. Zeeno bersyukur karena usahanya ini berjalan dengan lancar. Ditengah kesibukannya, ponselnya berdering menampilan nama Flora di sana. Zeeno menjawab panggilan itu sembari terus membuatkan pesanan.

"Halo Flo ada apa? Gua lagi sibuk nih."

"Zee urgent. Buruan ke rumah sakit! Istri lo masuk rumah sakit, kayaknya mau lahiran!"

"Ha?! Lo serius?!"

"Serius! Datang ke rumah sakit medika sekarang!"

Setelah mengetahui kabar ini, Zeeno langsung izin pada Ayahnya untuk pergi ke rumah sakit. Perasaan khawatir dan panik merayapi dirinya. Pikiran-pikiran negatif pun mulai memenuhi kepala. Dia takut dengan kondisi Chika. Tunggu aku sayang. Batin Zeeno. Dia mengendarai motor dengan teramat kencang, tak peduli jika akan terjadi apa-apa di jalan. Yang dia pikirkan adalah segera sampai rumah sakit dan melihat kondisi Chika sekarang.

Sampai di rumah sakit, Zeeno segera pergi ke ruangan dimana Chika berada. Di sana sudah ada Flora dan beberapa karyawan lain yang mengantar. "Flo, gimana Chika?" tanya Zeeno, napasnya tersenggal akibat berlari.

"Istri lo di dalem. Masih diperiksa sama dokter," jelas Flora. Kemudian pintu ruangan terbuka, keluarlah sang dokter. Zeeno sontak mendekat segera menanyakan keadaan istrinya. "Dok, bagaimana keadaan istri saya? Saya, suaminya."

"Istri anda akan segera melahirkan, kita tunggu pembukaan terakhir."

"Saya boleh masuk Dok? Saya ingin menemani istri saya," tanya Zeeno.

"Silahkan."

Setelah mendapat persetujuan, Zeeno segera memasuki ruangan. Dia merasakan sesak didadanya, melihat kondisi Chika yang tengah berjuang menahan sakit. Zeeno bergegas mendekati istrinya dan menggenggam tangan Chika memberi semangat. "Sayang, aku di sini. Kamu kuat ya, kamu kuat!"

"Shhh sakit," desis Chika. Dia meremat tangan Zeeno sekuat-kuatnya, melampiaskan rasa sakitnya.

Setengah jam kemudian, persalinan dimulai. Zeeno dengan setia menemani Chika selama proses persalinan. Dia terus setia memberi semangat. Zeeno ikut merasakan ngilu disaat dorongan Chika lakukan. Perngorbanan seorang ibu memang tidak main-main. Jika seperti ini Zeeno langsung teringat pada Bundanya.

"Ayo sayang, kamu pasti bisa. Demi anak kita, berjuang lagi ayo," kata Zeeno ditelinga Chika dengan lembut. Sampai akhirnya suara tangisan bayi pecah di dalam ruangan. Chika langsung lemas, seakan bebannya hilang. Lega, bahagia, terharu bercampur menjadi satu.

"Selamat, bayi kalian laki-laki sangat tampan. Mirip seperti ayahnya," kata dokter yang membantu proses persalinan. Bayi itu diserahkan pada Zeeno. Hati Zeeno terasa terenyuh saat bayi, anaknya berada digendongannya. Masih menangis kencang. Jiwa Zeeno terasa bergetar, matanya berkaca-kaca. Di hadapannya sekarang adalah sang anak yang sudah lama didambakan.

"Sayang, lihat anak kita." Zeeno memperlihatkan bayi pada Chika. "Tampan," ucap Chika dengan pelan.

"Makasih sayang." Zeeno mengecup kening Chika dengan penuh kasih sayang.

_L&O_

3 tahun kemudian.

Suara tangisan terdengar keras di dalam rumah. Sang Mama menatap malas ke arah ke-2 lelaki dikeluarga ini yang selalu saja membuat ulah. Sepertinya sehari saja tak terdengar suara tangisan, bisa saja terjadi badai.

"Terus, terusin aja nangisnya," kata Chika yang menatap malas ke arah anak laki-lakinya. Dirinya beralih menonton tv yang menayangkan berita, pengguna narkoba yang Chika kenal siapa itu. Tian. Siapa sangka, lelaki yang sudah lama hilang kabar tiba-tiba masuk ke dalam tv dengan berita yang tak mengenakan itu. Ah di sisi lain, Chika bersyukur tidak terjerumus ke dalam lubang hitam itu lebih dalam.

"Nah, terusin nangisnya," imbuh Zeeno. Menggoda anaknya yang kini menangis semakin kencang.

"Kamu sama aja, tenangin sana anaknya! Kamu juga yang bikin Leon nangis!" Sahut Chika mengomeli suaminya. Zeeno langsung kicep. Memang anaknya menangis karena baru saja berebut sebuah mainan mobil remot. Zeeno memang sudah anak, tapi jika sudah berhadapan dengan sang anak, dia langsung seperti balita.

"Huaa, Mama!" Anak lelaki itu berlari menghampiri sang Mama melanjutkan tangisannya di sana, dipangkuan Mamanya. "Papa nakal Ma!" Adu Leon.

Leon. Itu adalah nama dari anak Zeeno dan Chika. Anak lelaki yang tiga tahun lahir dikeluarga ini membawakan kebahagiaan. Hadirnya Leon bagaikan penyempurna, bagaikan rejeki. Setelah hadirnya Leon, pekerjaan Zeeno semakin lancar dan semakin berkembang, bahkan tempatnya sudah pindah ke tempat yang lebih besar. Leon, tumbuh menjadi anak yang sangat aktif. Wajah tampannya mewarisi wajah sang Papa. Mirip sekali dengan Zeeno kecil.

"Hey, itu istri Papa, kamu jangan mengambil seenaknya," kata Zeeno pada Leon. Kumat lagi tingkah usil Zeeno yang ingin menjahili Leon.

"NO! Ini my wife," kata Leon sambil menepuk dada Chika pelan seakan menandai hak milik.

"Berani kamu mengambil istriku. Sini kamu rawrrr~" Zeeno menyerang Leon seakan ingin menggigit anaknya. Tangisan tadi berganti suara tawa ceria dan permintaan tolong pada Mamanya. Keluarga bahagia sekali.

Siapa sangka rumah tangga yang pernah diterjang huru hara yang nyaris menghancurkan sebuah hubungan, tapi berhasil mereka lalui dan bertahan sampai sekarang. Dulu mereka saling menyaikiti, saling menorehkan luka, tapi dengan dewasa mereka bisa saling mengobati. Semua luka pasti ada obatnya.

Zeeno dan Chika berhasil membangun kembali rumah tangga yang nyaris hancur. Mereka berhasil menciptakan kembali kebahagiaan yang pernah hilang. Menghapus semua hal yang menyakitkan. Hadirnya Leon menjadi pelengkap. Anak yang mereka dambakan sejak lama kini hadir. Mereka harap tak ada lagi badai yang menerjang di dalam rumah tangganya. Mereka hanya ingin kebahagiaan ini abadi. Sudah cukup kenangan pahit itu. Masa lalu biarlah masa lalu, yang terpenting adalah lembaran baru tercipta dengan rasa haru yang bahagia.

_END_

















Yeee akhirnya end. Sudah cukup cerita yang menarik ulur emosi di awal wkwkwk. Udh happy end dengan hadirnya Leon.

Dah gitu aja deh, maap buat typo.

Dah ngantuk nih gw.

Sampai jumpa dicerita selanjutnya, babay:*

Luka dan Obatnya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang